Rabu, 20 April 2011

ULUMUL QURAN

ULUMUL QURAN
Sejarah Turun dan Penulisan Al-Quran
a. Pengertian Al-quran
1. Secara Etimologi
Secara etimimologi menurut para ulama, al-quran berasal dari beberapa kata, diantaranya : – Berasal dari kata “qara’a” yang berarti membaca.
- Berasal dari kata “al-qar” yang berarti menghimpun.
- Berasal dari kata “qarana” yang berarti menyertakan.
- Berasal dari kata “qara’in” yang berarti penguat
2. Secara Terminologi
- Menurut Manna Al-Qaththan : “kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan membacanya memperoleh pahala”.
- Menurut Al-Jurjani : “yang diturunkan kepada Rasulullah SAW, yang dituli di dalam mushaf dan yang diriwayatkan secara mutawatir tanpa keraguan.”
- Menurut Abu Syahbah : “kitab Allah yang diturunkan baik lafazh maupun maknanya kepada nabi terakhir, Muhammad SAW yang diriwayatkan secara mutawatir, yakni dengan penuh kepastian dan keyakinan (akan kesesuainnya dengan apa yang diturunkanya kepada Muhammad), yang ditulis pada mushaf mulai surat AL-fatihah sampai surat An-nas.
- Menurut kalangan pakar ushul fiqih, fiqih dan bahasa arab : “Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-nya, Muhammad, yang lafazh-lafazhnya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, diturunkan secara mutawatir, dan dituli pada mushaf, mulai dari surat Al-fatihah sampai surat An-Nas
b. Proses turunya Al-quran kepada Nabi Muhammad SAW.
Proses turunya Al-quran kepada Nabi Muhammad SAW adalah melalui tiga tahapan, yaitu :
- Pertama, Al-quran turun secara sekaligus dari Allah ke lauh al-mahfuzh, yaitu suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan kepastian Allah.
- Tahap kedua, Al-quran diturunkan dari lauh al-mahfuzh itu ke bait al-izzah (tempat yang berada di langit dunia)
- Tahap ketiga, Al-quran diturunkan dari bait al-izzah ke dalam hati Nabi Muhammad dengan jalan berngsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Adakalanya satu ayat, dua ayat, bahkan satu surat.
c. Hikmah Al-quran diturunkan secara berangsur-angsur.
1. Memantapkan hati Nabi Muhammad SAW.
2. Menentang dan melemahkan para penentang Al-quran.
3. Memudahkan untuk dihapal dan dipahami.
4. Mengikuti setiap kejadian (yang karenanya ayat-ayat Al-quran turun) dan melakukan pentahapan dalam penetapan syari`at.
5. Membuktikan dengan pasti bahwa al-quran turun dari Allah SAT yang maha bijaksana.
d. Pengumpulan Al-quran
- Proses penghapalan Al-quran
- Proses penulisan Al-quran
1. Pada masa Nabi Muhammad SAW
2. Pada Masa Khulafa’Ar-rasyidin
a. Pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
b. Pada masa ‘Utsman bin Affan
3. Penyempurnaan penulisan Al-quran setelah masa khalifah
e. Pengertian Rasm Al-Quran
Rasm Al-quran adalah tata cara menulis Al-Quran yang ditetapkan pada masa khalifah Utsman bin Affan. Istilah yang terakhir lahir bersamaan dengan lahirnya mushaf utsman, yaitu mushaf yang ditulis panitia empat yang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Al-Ash, dan Abdurrahman bin Al-Harist. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah-kaidah tertentu. Para ulama meringkas kaidah-kaidah itu menjadi enam istilah, yaitu :
a. Al-hadzf (membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf)
b. Al-Jidayah (penambahan)
c. Al-Hamzah
d. Badal (penggantian)
e. Washal (penyambungan dan pemisahan)
f. Kata yang dapat dibaca dua bunyi.
f. Pendapat para ulama sekitar Ras Al-quran
1. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa Rasm Utsmani bersifat tauqifi
2. Sebagian ulama berpendapat bahwa Rasm utsmani bukan tauqifi tetapi merupakan kesepakatan cara penulisan (ishthilahi) yang disetujui utsman dan diterima umat, sehingga wajib diikuti dan ditaati siapapun ketika menulis Al-quran.
3. Asbabul An-Nuzul
a. Pengertian Asbab An-Nuzul
1. Secara etimologi
Ungkapan asbab An-Nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata “asbab” dan “nuzul”. Secara etimologi, asbab An-Nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu bisa disebut asbab An-Nuzul, namun dalam pemakaiannya, ungkapan asbab An-Nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatarbelakangi turunya Al-Quran, seperti halnya asbab al-wurud yang secara khusus digunakan bagi sebab-sebab terjadinya hadist.
2. Secara terminologi
- Menurut Az-Zaqrani
Asbab An-Nuzul adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada hubunganya dengan turunya ayat Al-Quran sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi.
- Ash-Shabumi
Asbab An-Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.
- Shubhi Shalih
Asbab An-Nuzul adalah suatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat Al-quran (ayat-ayat) terkadang menyiratkan peristiwa itu, sebagai repons atasnya, atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum di saat peristiwa itu terjadi.
- Mana ‘Al-Qthathan
Asbab An-Nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunya Al-quran berkenaan denganya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi.
b. Urgensi dan kegunaan Asbab An-Nuzul
- Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam menangkap pesan ayat-ayat Al-quran.
- Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum.
- Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-quran, bagi ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat khusus (khusus al-asbab) dan bukan lafazh yang bersifat umum (umum al-lafaz).
- Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan ayat Al-quran turun.
- Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu ke adalah hati orang yang mendengarnya
c. Cara mengetahui Asbab An-Nuzul
Asbab An-Nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW, oleh karena itu, tidak boleh ada jalan lain untuk mengetahuinya selain berdasarkan periwayatan (pentransmisian) yang benar (naql Ash-shalih) dari orang-orang yang melihat dan mendengar langsung tentang turunnya ayat Al-quran.
d. Macam-macam Asbab An-Nuzul
a. Dilihat dari sudut pandang redaksi-redaksi yang dipergunakan dalam riwayat Asbab an-Nuzul.
1. Sharih (visionable/jelas)
2. Muhtamilah (impossible/kemungkinan)
b. Dilihat dari sudut pandang berbilangnya Asbab an-Nuzul untuk satu ayat atau berbilangnya ayat untuk satu Asbab an-Nuzul.
1. Berbilangnya asbab an-nuzul untuk satu ayat (Ta’addud al-Sabab wa Nazil al-Wahid)
2. Variasi ayat untuk satu sebab (Ta’addud al-Nazil wa As-Sabab al-Wahid)
e. Kaidah “Al-Ibrah”
Mayoritas ulama berpendapat bahwa pertimbangan untuk satu lafazh Al-quran adalah keumuman pafazh dan bukanya kekhususan sebab (al-‘ibrah bi ‘umum al-al-lafzhi la bi khusus as-sabab). Di sisi lain, ada juga ulama yang berpendapat bahwa ungkapan satu lafazh al-quran harus dipandang dari segi kekhususan sebab bukan dari segi keumuman lafazh (al-‘ibrah bi khusus as-sabab la bi bi’umum al-lafazh).
4. Munasabah Al-Quran
a. Pengertian Munasabah
1. Secara etimologi : Al-musyakalah (keserupaan) dan Al-muqarabah (kedekatan)
2. Secara terminologi :
- Menurut Az-Zarkasyi : Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapkan pada akal, pasti akal akan menerimanya.
- Menurut Manna Al-Qaththan : Munasabah adalah sisi keterkaitan antara beberapa ungkapan di dalam satu ayat atau antar surat (di dalam Al-Quran)
- Menrut ibn Al-Arabi : Munasabah adalah keterkaitan ayat-ayat Al-quran sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung.
- Menurut Al-Biqa’i : Munasabah adalah satu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian Al-quran, baik ayat dengan ayat atau surat dengan surat.
b. Cara Mengetahui Munasabah
1. Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.
2. Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
3. Menentukan tingkatan uraian-uraian itu, apakan ada hubungannya atau tidak.
4. Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasannya dengan benar dan tidak berlebihan.
c. Macam-macam Munasabah
1. Munasabah antarsurat dengan surat sebelumnya.
2. Munasabah antarnama surat dan tujuan turunnya.
3. Munasabah antarbagian surat ayat.
4. Munasabah antar ayat yang letaknya bedampingan.
5. Munasabah antarsuatu kelompok ayat dengan kelompok ayat disampingnya.
6. Munasabah antarFashilah (pemisah) dan isi ayat.
7. Munasabah antarawal surat dengan akhir surat yang sama.
8. Munasabah antarpenutup suatu surat dengan awal surat berikutnya.
d. Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Munasabah
1. Dapat mengembangkan sementara anggapan orang yang menganggap bahwa tema-tema Al-quran kehilangan relevansi antara suatu bagian denga bagian lainnya.
2. Mengetahui persambungan atau hubungan anatara bagian Al-quran, baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang asatu denga yang lain,sehingga lebih memperdalam pengeahuan dan pengenalan terhadap kitabAl-quran dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.
3. Dapat diketahui mutu dan tikngkatkebalaghahan bahasa Al-quran dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya, serta persesuaian ayat/surat yang satu dari yang lain.
4. Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-quran setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat yang lain.
5. Makkiyyah dan Madaniyyah
a. Pengertian Makkiyah dan Madaniyyah
1. Dari perspektif masa turun : Makkiyyah ialah ayat-ayat yang turun sebelum rasullah hijrah ke Madinah, kendatipun bukan turun di Mekkah. Adapun Madanyyah adalah ayat-ayat yang turun di Madinah. Ayat-ayat yang turun setelah peristiwa hijrah disebut Madaniyyah walaupun turun di Mekkah atau Arafah.
b. Cara mengetahui Makiyyah dan Madaniyyah
- Pendekatan Transmisi (periwayatan)
- Pendekatan Analogi (Qiyas)
c. Ciri-ciri Spesifik Makiyyah dan Madaniyyah
1. Makkiyyah :
a. Di dalamnya terdapat ayat sajdah.
b. Ayat-ayatnya dimulai dengan kata “kalla”.
c. Dimulai denga ungkapan “ya ayyuha An-nas”
d. Ayat-ayatnya mengandung tema kisah para nabi dan umat-umat terdahulu.
e. Ayat-ayatnya berbicara tentang kisah Nabi Adam dan Iblis, kecuali surat Al-Baqarah [2].
f. Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf-huruf terpotong-potong (huruf At-thaiji) seperti alif lam mim dan sebagainya, kecuali surat Al-Baqarah [2] dan Ali’Imran [3]
.
2. Madaniyyah :
a. Mengandung ketentuan-ketentuan fara’id dan had.
b. Mengandung sindiran-sindiran terhadap kaum munafik, kecuali surat Al-Ankabut.
c. Mengandung uraian tentang perdebatan denga Ahli Kitabin.
d. Urgensi Pengetahuan tentang Makiyyah dan Madaniyyah
1. Membantu dalam menafsirkan Al-quran.
2. Pedoman bagi langkah-langkah dakwah.
3. Memberi informasi tentang sirah kenabian.
6. Mukham dan Mutasyabih
a. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih
- Ayat-ayat Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang, baik melalui takwil (metafora) ataupun tidak. Adapun ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya dapat diketahui Allah.
- Ayat-ayat Muhkam adalah ayat yang maknanya jelas, sedangkan ayat-ayat Mutasyabih adalah sebaliknya.
b. Sikap para Ulama terhadap Ayat-ayat Muhkan dan Mutasyabih
1. Madzhab salaf, yaitu para ulama yang mempercayai dan mengimani ayat-ayat Mutasyabih dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah sendiri (tafwidh ilallah)
2. Madzhab Khalaf, yaitu para ulama yang berpendapat perlunya menakwilkan ayat-ayat mutasyabih yang menyangkut sifat Allah sehingga melahirkan arti yang sesuai dengan keluhuran Allah.
c. Fathatih As-Suwar
Bentuk redaksi fawatih as-suwar di dalam Al-quran :
1. Terdiri atas satu huruf.
2. Terdiri atas dua huruf.
3. Terdiri atas tiga huruf.
4. Terdiri atas empat huruf.
5. Terdiri atas lima huruf.
d. Hikmah Keberadaan Ayat Mutasyabih dalam Al-Quran.
1. Memperlihatkan kelemahan akal manusia.
2. Teguran bagi orang-orang yang mengotak-atik ayat mutasyabih.
3. Memberikan pemahaman abstrak-ilahiah kepada manusia melalui pengalaman indrawi yang biasa diskasikannya.
7. Nasikh-Mansukh dalam Al-quran
a. Definisi Naskh
1. Secara etimologi : penghilangan (izalah), penggantian (tabdil), pengubahan (tahwil) dan pemindahan (naql).
2. Secara terminologi : “raf’u Al-hukm Al-syar’i bi Al-khitabh Al-syar’i” (menghapus hukum syara dengan khitab syara pula) atau “raf’u Al-hukm Al-syar’i bi Al-dalil Al-syar’i” (menghapuskan hukum syara dengan dalil syara yang lain).
b. Rukun Naskh
Rukun Naskh ada Empat, yaitu :
1. Adat Naskh
2. Nasikh
3. Mansukh
4. Mansukh’anh
c. Syarat Naskh
1. Yang dibatalkan adalah hukum syara’.
2. Pembatalan itu datangnya dari tuntutan syara’.
3. Pembatalan hukum tidak disebabkan oleh berakhirnya waktu pemberlakuan hukum.
4. Tuntutan yang mengandung naskh harus datang kemudian.
d. Cara mengetahui Nasikh dan Mansukh
1. Penjelasan langsung dari Rasulullah.
2. Dalam suatu naskh terkadang terdapat keterang yangenyatakan bahwa salah satu nash diturunkan terlebih dahulu.
3. Berdasarkan keterangan dari periwayat hasits yang menyatakan satu hadis dikeluarkan tahun sekian dan hadis lain dikeluarkan tahun sekian
.
e. Dasar-dasar penetapan Nasikh dan Mansukh
1. Melalui pentransmisian yang jelas (an-nawl Al-sharih) dari Nabi atau para sahabatnya.
2. Melalui kesepakan ymat bahwa ayat ini nasikh dan ayti itu mansukh.
3. Melalui studi sejarah, mana ayat yang lebih belakang turun, karenanya disebut nasikh,, dan mana yang duluan turun, karenanya disebut mansukh.
f. Bentuk-bentuk dan macam-macam Naskh dalam Al-quran
1. Naskh sharih
2. Nasikh dhimmy
3. Nasikh kully
4. Nasikh juz’iy
g. Hikmah kebradaan Naskh
1. Menjaga kemaslahatan hamba.
2. Pengembangan pensyariatan hukum sampai pada tingkat kesempurnaan seiring dengan perkembangan dakwah dan kondisi manusia itu sendiri.
3. Menhuji kualitas keimanan mukalaf dengan cara adanya suruhan yang kemudian dihapus.
4. Merupakan kebaikan dan kemudahan bagi umat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar