Minggu, 26 Mei 2013

Tazkiyah Nufus

Kategori Risalah : Tazkiyah Nufus

Bertaubat Sebelum Tidur

Minggu, 19 Mei 2013 23:42:23 WIB

Orang cerdas yang sesungguhnya ialah orang yang banyka mengingat mengingat mati dan mempersiapkan bekal untuk mati. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma, ia menuturkan, “Aku sedang duduk bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala datang seorang lelaki dari kalangan Anshar. Ia mengucapkan salam kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Wahai Rasûlullâh, mukmin manakah yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.’ ‘Mukmin manakah yang paling cerdas?’, tanya lelaki itu lagi. Beliau menjawab: “Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas.” Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Ad-Daqqaq berkata, ‘Siapa yang banyak mengingat mati, ia akan dimuliakan dengan tiga perkara : bersegera untuk bertaubat, hati merasa cukup, dan antusias dalam beribadah. Sebaliknya, siapa yang melupakan mati, ia akan dihukum dengan tiga perkara : menunda taubat, tidak ridha dan malas dalam beribadah. Maka berpikirlah, wahai orang yang tertipu; Yang merasa tidak akan dijemput kematian, tidak merasakan sekaratnya, kepayahan, dan kepahitannya ! Cukuplah kematian sebagai pengetuk hati, membuat mata menangis, memupus kelezatan dan memupus angan-angan... 

Kebahagiaan Mana Yang Ingin Anda Raih?

Jumat, 26 April 2013 08:07:44 WIB

Sebagian orang berkata, 'Hidup itu yang penting happy'. Dari situ kemudian mereka berbuat semaunya. Mereka tidak peduli dengan segala macam aturan. Mereka ingin hidup bahagia, tapi melakukan perbuatan maksiat yang membahayakan dirinya di akherat. Mereka tertipu dengan kebahagiaan sesaat yang mereka rasakan di dunia ini, sehingga mereka tetap berani dan tetap nekad melakukan perbuatan yang dilarang agama. Memang, hidup bahagia merupakan dambaan setiap makhluk. Namun banyak orang yang tidak tahu atau tidak mau tahu bahwa kebahagiaan hakiki adalah kebahagiaan akherat. Allâh Azza wa Jallaberfirman : "Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui". Ketika menjelaskan maksud ayat ini, Imam Ibnu Katsîr rahimahullah mengatakan, "Allah Azza wa Jalla berfirman (dalam rangka) memberitakan betapa dunia itu hina, akan hancur dan akan sirna (pada saat yang telah ditentukan). Dan dunia ini tidak kekal, dan sekedar mendatangkan kelalaian dan bersifat permainan. Dia berfirman, “dan sesungguhnya akherat itulah yang sebenarnya kehidupan”, maksudnya (akherat itu) adalah kehidupan yang kekal, yang haq, yang tidak akan binasa dan tidak sirna. 

Lalai Dari Mohon Petunjuk, Bahaya Sombong, Iri, Emosi Dan Nafsu Syahwat

Jumat, 19 April 2013 23:25:21 WIB

"“Barang siapa yang telah melihat kebenaran dengan jelas, maka dia harus mengikutinya, dan barangsiapa yang masih samar, maka dia harus diam sampai Allâh Azza wa Jalla memberikan kejelasan baginya. Hendaklah dia mencari pertolongan dengan berdoa kepada Allâh Azza wa Jalal". Al’allâmah as-Sa’di rahimahullah berkata, “Seseorang yang mendalami sebuah ilmu, ketika hendak mengamalkannya atau berbicara tentangnya, jika belum jelas baginya kebenaran salah satu dari dua pendapat setelah menginginkan kebenaran dengan hatinya dan mencarinya, sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla tidak akan menyia-nyiakan orang yang demikian. Ini seperti yang telah terjadi pada Nabi Mûsâ Alaihissallam, tatkala hendak pergi menuju kota Madyan dalam keadaan tidak tahu jalan menuju ke sana, beliau memanjatkan doa yang artinya ‘mudah-mudahan Rabbku menunjuki aku jalan yang benar’ dan Allâh Azza wa Jalla telah menunjuki dan mewujudkan harapan serta impiannya.” Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Jika tujuan itu semakin besar, dan rekan yang berilmu lagi pemberi nasehat telah bersamamu, maka berangkatlah dengan segenap semangat di hadapan pendahulumu, dan hendaklah kamu senantiasa ingat dengan Dzat yang telah mengajarkan kebenaran pada Ibrâhim Alaihissallam.” 

Mengkhawatirkan Gugurnya Pahala Amalan

Selasa, 9 April 2013 23:33:44 WIB

Manakala beramal dengan berbagai jenisnya, seorang Muslim sangat berharap agar seluruh amalannya diterima oleh Allâh Azza wa Jalla . Hal ini didorong oleh kesadarannya untuk menjadikan seluruh hidupnya di dunia ini sebagai kesempatan memperbanyak kebaikan di sisi Allâh Azza wa Jalla. Namun perlu diketahui, sesungguhnya limpahan pahala yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala janjikan hanyalah akan didapatkan bagi orang yang melakukan amalan dengan ikhlas dan berharap pahala dari-Nya Subhanahu wa Ta'ala. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Sesungguhnya setiap amalan memiliki motivasi dan tujuan. Sebuah amalan tidaklah terhitung sebagai ketaatan kecuali jika didasari dengan keimanan, yakni bukan hanya terdorong oleh sekedar rutinitas (kebiasaan), hawa nafsu, atau mencari pujian semata. Motivasinya harus iman dan tujuannya adalah menggapai ridha dan pahala dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Ketakutan mereka bukanlah terhadap janji Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang akan melimpahkan balasan pahala atas kebaikan amal ibadah mereka, tapi rasa kekhawatiran jika Allâh Azza wa Jalla tidak menerima amal ibadah mereka manakala mereka melalaikan syarat-syarat yang harus mereka penuhi agar menjadi amal yang shalih. 

Seorang Pedagang Berharta Menjadi Zuhud Dan Ahli Ibadah

Jumat, 22 Maret 2013 09:05:06 WIB

Dikatakan kepada salah seorang dari teman Al-Hasan Al-Basri : “Apakah sesuatu yang menyebabkan Al-Hasan Al-Basri mencapai kedudukannya seperti ini ? Padahal diantara kalian terdapat para ulama dan ahli-ahli fikih ? Teman Al-Hasan Al-Basri itupun berkata : “Adalah Al-Hasan Al-Basri jika memerintahkan suatu perkara maka ia adalah seorang manusia yang paling mengamalkan terhadap apa yang ia perintahkan, dan jika ia melarang dengan suatu kemungkaran maka ia adalah seorang manusia yang paling jauh meninggalkan larangan itu” Dan perkara lain yang wajib kita perhatikan terhadap kejadian diatas, yaitu perhatian Al-Hasan Al-Basri terhadap masalah-masalah yang halus, masalah zuhud, dan akhlak, sampai-sampai Al-Hasan Al-Basri mempunyai majelis khusus dalam majelisnya, yang mana ia tidak berbicara padanya melainkan makna-makna zuhud dan ibadah. Maka jika seseorang meminta untuk berbicara masalah lainnya karena merasa jemu, iapun berkata : “Sesungguhnya kita berkhalwat bersama-sama teman kami adalah untuk berdzikir” Sesungguhnya sebagian besar dari nasehat dan wasiat Al-Hasan Al-Basri adalah tentang mencela dunia, dan larangan dari memanjangkan harapan, dan perintah untuk mensucikan jiwa, serta membetulkan tujuan-tujuan dan niat-niat. 

Menempa Diri Di Sekolah Malam

Selasa, 12 Maret 2013 23:01:28 WIB

Hasan al-Bashri rahimahullah menceritakan kondisi para pendahulu umat ini. Ia berkata, "Sungguh aku telah menemani suatu kaum yang menghabiskan malam mereka untuk (mencari keridhaan) Rabb mereka dalam keadaan sujud dan berdiri (mengerjakan shalat). Mereka berdiri semalaman di atas kaki mereka, air mata membasahi pipi, kadang mereka ruku' dan kadang mereka sujud. Mereka bermunajat kepada Rabb dalam rangka membebaskan leher-leher mereka (dari api neraka, pent). Mereka tidak merasa jenuh ketika lama 'bergadang' karena hati-hati mereka telah selimuti oleh rasa optimis terhadap kemurahan Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Mereka menikmati keletihan badan mereka demi menggapai ridha Allâh Azza wa Jalla dan meraih ganjaran yang baik dari-Nya. Semoga Allâh Azza wa Jalla merahmati orang yang mau bersaing dengan mereka, dan tidak merasa puas dengan kealpaannya dan amalannya yang sedikit. Sungguh, dunia ini akan segera berakhir, sementara amalan akan dikembalikan kepada orang yang mengamalkannya." Shalat malam akan melahirkan kelembutan dan cahaya dalam hati. Dahulu 'Atha' al Khurasani rahimahullah berkata, "Shalat malam adalah kehidupan bagi badan, cahaya dalam hati, sinar dalam pandangan dan kekuatan pada anggota badan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar