Di Indonesia terdapat banyak tokoh muslim yang mempunyai keahlian di berbagai bidang seperti agama, pendidikan, politik, dan sosial. Mereka memberi andil yang besar bagi perkembangan Islam dan bangsa Indonesia. Berikut ini adalah nama, masa hidup, dan ketokohan para tokoh Islam Indonesia abad XIX-XX.
NAMA MASA_HIDUP KETOKOHAN
Abbas Abdullah 1883-1957 Ulama dan tokoh pendidikan di Minangkabau (Sumatera Barat
Abdul Halim 1887-1962 Ulama, tokoh pembaru di bidang kemasyarakatan dan pendidikan dari Jawa Barat
Abdul Hamid Hakim 1893-1959 Ulama dan tokoh pendidikan Islam Sumatera Barat
Abdul Karim Amrullah 1879-1945 Ulama dari Minangkabau, Sumatera Barat, dan salah seorang perintis majalah
Abdul Malik Fadjar 1939 Menteri Agama Kabinet Reformasi Pembangunan (1998-1999 dan menteri
Abdullah Ahmad 1878-1933 Ulama, tokoh pembaru pendidikan Islam Sumatera Barat
Abdullah bin Nuh 1905-1987 Ulama, sastrawan, penulis, pendidik, dan pejuang dari Cianjur, Jawa Barat
Abdullah Syafi'i 1910-1985 Ulama Betawi, pendiri lembaga asy-Syafi'iah
Abdurrahman Siddiq al-Banjari 1857-1939 Ulama, pendidik, mufti Kerajaan Indragiri, penulis, dan guru di Masjidilharam, Mekah
Abdurrahman Wahid 1940 Cendekiawan, ketua umum Tanfidziyah PBNU (1994-1999), dan Presiden ke-4 RI, Pendiri PKB (Partai Kebangkitan Bangsa)
Abu Bakar Atjeh 1909-1979 Ulama, penulis buku islam, filsafat, tasawuf, sejarah, dan kebudayaan Aceh
Achmad Siddiq 1926-1991 Ulama, Rais Am Syuriah NU (1985-1991), dan pemimpin Ponpes as-Siddiqiyah
Achmad Tirtosudiro 1922 Ketua Umum ICMI (1997-2000), cendekiawan, dan ketua DPA (1999-2003)
Agus Salim 1884-1954 Intelektual, pemimpin politik, diplomat, pejuang Islam asal Sumatera Barat
Ahmad Dahlan 1868-1923 Pendiri Muhammadiyah, anggota Budi Utomo, Jam'iat Khair, dan Sarekat Islam
Ahmad Hassan 1883-1958 Ulama dan politikus Persatuan Islam (Persis) dan Masyumi
Ahmad Khatib al-Minangkabawi w. 1916 Ahli fikih, ahli hukum Islam, dan ulama Minangkabau (Sumatera Barat)
Ahmad Sanusi 1888-1950 Tokoh partai Sarekat Islam (SI) dan pendiri al-Ittihadiat al-Islamiyah, Jawa Barat
Ahmad Soorkati 1874-1943 Ulama, pendidik, dan pendiri al-Irsyad
Ahmad Syaikhu 1921-1995 Tokoh politik NU dan pendiri Ponpes al-Hamidiyah, Depok (Jawa Barat)
Alamsjah Ratu Perwiranegara 1925-1998 Menteri Agama RI Kabinet Pembangunan III (1978-1983)
Ali Akbar 1915-1994 Ilmuwan dan dokter Muslim
Ali Hasjmy 1914-1998 Ulama, tokoh Pujangga Baru, dan mantan Gubernur DI Aceh
Ali Maksum 1915-1989 Ulama, pengasuh Ponpes al-Munawwir Krapyak (DIY), dan Rais AM
Ali Yafie 1926 Ulama, cendekiawan, dan pengurus MUI serta ICMI Pusat
Amien Rais, Mohammad 1944 Ketua Umum PP Muhammadiyah (1995-2000), Pendiri Partai Amanat Nasional (PAN), Ketua MPR (1999-2004)
Arsyad Thalib Lubis 1908-1972 Ulama, mubalig, dan pejuang dari Sumatera Utara
As'ad Syamsul Arifin 1897-1990 Ulama, tokoh NU, dan pemimpin Ponpes Salafiyah Syafi'iayh, Situbondo (Jawa Timur)
Azhar Basyir, Ahmad 1928-1994 Ulama, cendekiawan, ahli fikih, dosen filsafat Islam UGM, dan ketua umum
Bustami Abdul Gani 1912 Ulama dan cendekiawan muslim, dan guru besar IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
Deliar Noer 1926 Pemimpin Parta Umat Islam, rektor IKIP Jakarta (167-1974), dan ahli ilmu politik
Diponegoro, Pangeran 1785-1855 Ulama, pangeran Kesultanan Yogyakarta, dan mujahid (pejuang) melawan
Fakhruddin, Abdur Rozzaq 1916-1995 Ulama dan ketua PP Muhammadiyah (1968-1990)
Faqih Usman, M. 1904-1968 Tokoh Muhammadiyah, Menteri Agama pada Kabinet RI XI dan Kabinet XV
Habibie, B.J. 1936 Cendekiawan, ketua umum ICMI (1992-2000), menteri Riset dan teknologi
Hadikusumo, Ki Bagus 1890-1954 Ulama, peimpinan Muhammadiyah, anggota BPUPKI, PPKI, dan KNIP
HAMKA 1908-1981 Ulama, sastrawan, mubalig, dan penulis Tafsir al-Azhar
Hamzah Haz 1940 Ketua Umum PPP, dan wakil presiden RI (2001-2004)
Harun Nasution 1919-1998 Guru besar filsafat Islam IAIN Jakarta dan pembaru pemikiran rasional umat Islam
Hasan Basri 1920-1998 Ulama, mubalig, dan ketua umum MUI (1985-1995)
Hasan Mustafa 1852-1930 Ulama, pujangga, dan penulis guritan agama dan tasawuf dari Jawa Barat
Hasbi ash-Shiddieqy 1904-0975 Ulama, ahli fikih, hadis, tafsir, dan ilmu kalam dari Aceh
Hasyim Asy'ari 1871-1947 Ulama, perintis NU, dan pendiri Ponpes Tebuireng
Hasyim Muzadi 1944 Ketua umum PBNU mulai 1999
Hatta, Mohammad 1902-1980 Cendekiawan muslim, ahli ekonomi, proklamator, dan wakil presiden RI pertama
Hazairin Gelar Pangeran Alamsyah 1906-1975 Intelektual muslim, ahli hukum Islam, dan hukum adat istiadat Indonesia
Hidayat Nur Wahid 1960 Intelektual muslim, ketua MPR RI periode 1999-2004
Ibrahim Hosen 1917-2001 Ulama fikih, pemrakarsa dan rektor (1971-1977) PTIQ dan IIQ di Jakarta
Idham Chalid 1921-2004 Tokoh NU, ketua PPP (1973), ketua DPR/MPR RI (1971-1977), ketua DPA
Ilyas Ruchiyat 1934 Ulama dan Rais Am Syuriah PBNU (1992-1999)
Imam Bonjol, Tuanku 1772-1864 Ulama dan pemimpin Perang Paderi melawan Belanja
Imam Zarkasyi 1910-1986 Ulama dan salah seorng pendiri Pondok Modern Gontor
Isa An Anshari, Muhammad 1916-1969 Ulama dan politikus Indonesia dari Maninjau, Sumatera Barat
Ismail al-Khalidi an-Naqsyabandi 1811-1926 Ulama, penyebar Tarekat Naqsyabandiyah di Sumatera dan Semenanjung Malaka
Ismail Hasan Metareum 1929-2005 Ketua umum PPP (1984-1994 dan 1994-1999) dan ketua umum HMI (1957-1960)
Jambek, Muhammad Jamil 1860-1947 Pelopor pembaru Islam di Minangkabau dan ahli ilmu falak
Jambek, Sa'adoedin 1911-1977 Guru, ahli ilmu hisab dan rukyat Indonesia
Jassin, Hans Bague 1917-2000 Kritikus, sastra dan sastrawan Indonesia
Kahar Muzakkir, Abdul 1908-1973 Intelektual, tokoh Muhammadiyah dan Masyumi, anggota BPUPKI dan Konstituante
Lukman Harun 1934-1999 Tokoh Muhammadiyah dan cendekiawan muslim dari Payakumbuh, Sumatera Barat
Mahmud Yunus 1899-1982 Tokoh pendidikan dan pemrakarsa PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri)
Mas Mansur 1896-1946 Ulama dan ketua umum PB Muhammadiyah (1936-1942)
Masykur 1902-1992 Toko NU dan menteri Agama RI selama empat periode
Mohamad Roem 1908-1983 Tokoh agama dan politikus
Mukti Ali, A. 1923-2004 Menteri Agama RI Kabinet Pembangunan I dan Kabinet Pembangunan II
Munawir Sjadzali 1925-2004 Menteri Agama RI Kabinet Pembangunan IV dan Kabinet Pembangunan V
Natsir, Mohammad 1908-1993 Ulama, negarawan, dan politikus muslim
Nurcholish Madjid 1939-2005 Cendekiawan muslim, tokoh pembaruan Islam, dan pendiri Ponpes al-Furqan
Pabbaja, Muhammad Abduh 1928 Ulama, pembina Dar ad-Dakwah wa al-Irsyad (DDI), dan pendiri Ponpes al-Furqon
Palimokayo, Mansoer Daoed Datuk 1905-1985 Ulama, toko adat Minangkabau,dan diplomat Indonesia
Prawoto Mangkusasmito 1910-1970 Tokoh politik dan pendidikan dari Magelang, Jawa Tengah
Quraish Shihab, Muhammad 1944 Ulama, cendekiawan, ahli tafsir Al-Qur'an, rektor dan guru besar IAIN/UIN
Rahmah el-Yunusiyyah 1900-1969 Tokoh pendidikan, pendiri Madrasah Diniyah Puteri di Sumatera Barat, dan
Raja Ali Haji 1809-1870 Ulama dan sastrawan Melayu dari Riau
Rasjidi, Mohammad 1915-2002 Filsuf, ulama, guru besar, dan menteri Agama RI ke-1
Rasuna Said, H.R. 1910-1965 Pendidik, pejuang, dan pahlawan nasional
Rohana Kudus 1884-1972 Perintis pergerakan wanita Islam dan wartawati
Sahal Mahfudz 1937 Rais Am Syuriah PBNU (1999), ketua umum Dewan Pimpinan MUI (2000-)
Saifuddin Zuhri 1919-1986 Kiai, pendidik, ulama, aktivis sosial-politik NU, dan menteri Agama RI selama lima
Saleh Darat Semarang, Muhammad 1820-1903 Ulama dari Jawa Tengah dan pelopor penerjemahan Al-Qur'an bahasa Jawa
Samanhudi 1868-1956 Pendiri Sarekat Dagang Islam (SDI) di Solo, Jawa Tengah
Singodimedjo, Kasman 1904-1982 Pejuang dan politikus Islam dari Purworejo, Jawa Tengah
Subchan Z.E. 1931-1973 Tokoh pembaru politik NU dari Malang, Jawa Timur
Sulaiman ar-Rasuli 1871-1970 Ulama ahlusunah wal jamaah dan mazhab syafi'I dan pemimpin tarekat
Sutan Mansur, Ahmad Rasyid 1895-1985 Ulama dan tokoh Muhammadiyah dari Sumatera Barat
Syafi'I Ma'arif, A. 1935 Sejarawan, ketua PP Muhammadiyah (sejak 2000)
Syarifuddin Prawiranegara 1911-1989 Politikus muslim, negarawan, dan pemimpin Pemerintah Darurat Republik
Tajul Arifin, Sahibul Wafa' 1915 Pemimpin Pesantren Suralaya, Tasikmalaya, Jawa Barat
Tarmizi Taher 1936 Dai, menteri Agama Kabinet pembanguan VI (1998-1998), perwira TNI-AL
Taufik Abdullah 1936 Sejarawan, peneliti, dan ketua LIPI (2000-2003)
Thaib Umar, Muhammad 1874-1920 Ulama pembaru dan tokoh pembaruan pendidikan Islam dari Sumatera Barat
Tjokroaminoto, Oemar Said 1882-1934 Tokoh pergerakan Indonesia dan pemimpin sarekat Islam
Wahab Hasbullah, Abdul 1888-1971 Ulama Jawa Timur, pendiri NU, dan pengasuh Ponpes Tambakberas, Jombang
Wahid Hasyim, Abdul 1914-1953 Ulama, tokoh NU, dan menteri Agama pada tiga kabinet (1949-19520
Zaenal Mustofa 1907-1944 Pemimpin pesantren di Singaparna, Jawa Barat, dan pejuan pada masa
Zainal Muttaqien, Engkin 1925-1985 Ulama, mubaliq, pendidik, dan cendekiawan Islam
Zainuddin M.Z. 1951 Ulama, dai "sejuta umat", dan ketua Partai Bintang Reformasi
Zakiah Daradjat 1929 Ahli pendidikan Islam, guru besar psikoterapi IAIN Jakarta, dan intelektual muslim
Referensi
• Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Prof. Dr. Abdul Aziz Dahlan, Prof. Dr. Nurcholish Madjid, etc. Ensiklopedi Islam, Penerbit PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2005.
• Prof. Dr. Nurcholish Madjid, Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Dr. Ahmad Qodri Abdillah Azizy, MA, Dr. A. Chaeruddin, SH., etc. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Penerbit PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2008, Editor : Prof. Dr. Taufik Abdullah, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Prof. Dr. H. Ahmad Sukardja, MA.
• Sami bin Abdullah bin Ahmad al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, Mendalami Nilai-nilai Kehidupan yang Dijalani Para Utusan Allah, Obeikan Riyadh, Almahira Jakarta, 2008.
• Dr. Syauqi Abu Khalil, Atlas Al-Quran, Membuktikan Kebenaran Fakta Sejarah yang Disampaikan Al-Qur'an secara Akurat disertai Peta dan Foto, Dar al-Fikr Damaskus, Almahira Jakarta, 2008.
• Tim DISBINTALAD (Drs. A. Nazri Adlany, Drs. Hanafi Tamam, Drs. A. Faruq Nasution), Al-Quran Terjemah Indonesia, Penerbit PT. Sari Agung, Jakarta, 2004
• Departemen Agama RI, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran Terjemah Per-Kata, Syaamil International, 2007.
• alquran.bahagia.us, keislaman.com, dunia-islam.com, Al-Quran web, PT. Gilland Ganesha, 2008.
• Muhammad Fu'ad Abdul Baqi, Mutiara Hadist Shahih Bukhari Muslim, PT. Bina Ilmu, 1979.
• Al-Hafizh Zaki Al-Din 'Abd Al-'Azhum Al Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, Al-Maktab Al-Islami, Beirut, dan PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2008.
• M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 2008.
• Al-Bayan, Shahih Bukhari Muslim, Jabal, Bandung, 2008.
• Muhammad Nasib Ar-Rifa'i, Kemudahan dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 1999.
ORGANISASI DAN TOKOH TERKEMUKA PENYELENGGARA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Oleh Rian Hidayat El-Padary
A. Jami’at Khair: Konsep Pendidikan Konfergensi
Konsep pendidikan konvergensi yaitu sistem pendidikan konvergensi (gabungan) antara sistem pendidikan madrasah (islam) dengan pendidikan barat (sekolah) di Indonesia. Jamiat Khair melakukan beberapa langkah pembaharuan dalam bidang pendidikan Islam yaitu: pertama, pembaharuan dalam bidang organisasi dan kelembagaan, dan kedua, pembaharuan dalam aspek kurikulum dan metode mengajar.
B. Taman Siswa: Konsep Pendidikan Nasional.
Didirikan oleh Ki Hajar Dewantara tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Konsep pendidikan Taman Siswa berasal dari berbagai sumber ide yang di nilai bermanfaat dan layak untuk di masukkan sebagai acuan sistem pendidikan yang dicita-citakan. Dalam makna lain Taman Siswa terbuka dari pengaruh luar, yang bersifat tidak merugikan dan tidak pula mengorbankan prinsip dasar dan tujuan yang hendak di capai.
Taman Siswa sudah mempersiapkan suatu konsep tentang pendidikan, sebagai suatu sistem yang digali dari kekayaan kebudayaan nasional. Asas-asas pokok yang berdasarkan kemanusiaan, kodrat alam, Kebangsaan, kebudayaan, dan kemerdekaan. Ki Hajar Dewantara menyusun sistem pendidikannya, yang disebut dengan “kembali kepada yang nasional.”
1. Sistem Among.
Among berarti asuhan dan pemeliharaan dengan suka cita, dengan memberi kebebasan anak asuh itu untuk bergerak menurut kemauannya, berkembang menurut bakat kemampuannya.
1. Teori Trisentra.
Trisentra (tiga pusat) merupakan bagian dari sistem pendidikan taman siswa. Teori ini mengacu kepada dasar pemikiran bahwa peguron (perguruan) merupakan pembentukan lingkungan pendidikan yang terpadu antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.
1. Kebudayaan Nasional.
Gagasannya adalah untuk membangun sistem pendidikan yang berwatak budaya Indonesia.
C. Indonesia Nederland School : Konsep Sekolah Kerja.
Didirikan oleh M. Syafei, pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayutanan, Sumatra Barat. Pendidikan yang diberikan atas pendidikan teori dan pendidikan praktek. Materi yang diberikan bervariasi sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Untuk tingkat ruang rendah teori 75% dan praktek 25% sedangkan untuk tingkat ruang dewasa masing-masing teori 50% dan praktek 50% sehingga para pengamat cenderung untuk menggolongkan INS sebagai sekolah kerja (does school). Tujuan utamanya adalah pendidikan pengajaran berdasarkan prinsip aktif, dengan mengutamakan peranan pekerjaan tangan,
M. Syafei berkeyakinan, bukan pelajaran saja yang pokok, tetapi cara pengajarannya tidak boleh diabaikan. Adanya kaitan antara materi pelajaran dengan metode yang digunakan guru,akan menopang tiga unsur pokok pendidikan yang akan di kembangkan. Ketiga unsur pokok itu adalah pembentukan watak,kebiasaan kerja sistematis, intensitas dan rasa setia kawan antara para murid.
D. Perguruan Muhammadiyah : Konsep Sekolah Agama
Didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta. Muhammadiyah mendirikan sekolah umum model pemerintah seperti Kweek School (sekolah guru) tetapi tidak netral agama. Dengan predikatnya sebagai pembaharu Muhammadiyah menyusun kurikulum pengajaran di sekolah-sekolahnya mendekati rencana pelajaran sekolah-sekolah pemerintah. Pada pusat-pusat pendidikan Muhammadiyah disiplin-disiplin sekuler (ilmu umum) di ajarkan, walaupun ia mendasarkan sekolahnya pada masalah-masalah agama. Tampaknya dalam kurikulum, pemisahan antara dua macam disiplin ilmu itu dinyatakan dengan tegas.
Berdasarkan susunan mata pelajaran yang termuat dalam rencana pelajaran (seluruh) mata pelajaran agama hanya 20%(lima mata pelajaran) di madrasah Mu’allimin (sekolah guru Muhammadiyah). Kedua, sebagai institusi pendidikan islam yang menginginkan pembaharuan dalam pendidikan islam agaknya kecenderungan sistem pendidikan yang dipilih oleh Muhammadiyah adalah pendidikan integratif menggabungkan kurikulum sekolah pemerintah dengan kurikulum madrasah.
Madrasah sebagai gerakan sosial keagamaan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:[1]
1. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam
2. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah
3. Muhammadiyah sebagai gerakan
Dari beberapa ciri di atas terdapat pula tujuan-tujuan di antaranya adalah di bidang pendidikan. Yang menjadi dasar pendidikan Muhammadiyah adalah:
1. Tajdid, ialah kesediaan jiwa berdasarkan pemikiran baru untuk mengubah cara berpikir dan cara berbuat yang sudah terbiasa demi mencapai tujuan pendidikan
2. Kemasyarakatan
3. Aktivitas
4. Kreativitas
5. Optimisme
Tujuan pendidikan adalah terwujudnya manusia muslim, berakhlak, cakap, percaya kepada diri sendiri, berguna bagi masyarakat dan negara. Muhammadiyah mendirikan berbagai jenis dan tingkat sekolah serta tidak memisah-misahkan antara pelajaran agama dengan pelajaran umum.
Dengan demikian, bangsa Indonesia dapat dididik menjadi bangsa yang utuh berkepribadian, yaitu pribadi yang berilmu pengetahuan umum luas dan agama yang mendalam.
Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, sekolah-sekolah yang dilaksanakan Muhammadiyah adalah:
1. Sekolah Umum
Taman Kanak-Kanak (Bustanul Athfal), Vervolg School 2 tahun, Schakel School 4 tahun, HIS 7 tahun, Mulo 3 tahun, AMS 3 tahun, dan HIK 3 tahun.
1. Sekolah Agama
Madrasah Ibtidaiyah 3 tahun, Tsanawiyah 3 tahun, Muallimin/Muallimat 5 tahun, Kulliatul Muballigin (SPG Islam) 5 tahun dan Madrasah Diniyah.[2]
Selanjutnya pada zaman kemerdekaan, sekolah Muhammadiyah perkembangannya semakin pesat. Pada dasarnya ada 4 macam jenis lembaga pendidikan yang dikembangkannya, yaitu:
1. Sekolah-sekolah umum yang bernaung di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu: SD, SMTP, SMTA, SPG, SMEA, SMKK, dan sebagainya. Pada sekolah-sekolah ini diberikan pelajaran agama sebanyak 6 jam seminggu.
2. Madrasah-madrasah yang bernaung di bawah Departemen Agama, yaitu: Madrasah Ibtidaiyyah (MI), MTs, dan MA.
3. Jenis sekolah atau madrasah khusus Muhammadiyah, yaitu: Muallimin, Muallimat, Sekolah Tablig, dan Pondok Pesantren Muhammadiyah.
4. Perguruan Tinggi Muhammadiyah, sampai sekarang cukup banyak mengelola lembaga pendidikan tinggi, baik umum ataupun agama.
Untuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah Umum di bawah pembinaan Kopertis (Depdikbud), dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Agama di bawah pimpinan Kopertais (Departemen Agama).
E. Santri Asromo : Konsep Pesantren Kerja.
Didirikan oleh KH. Abdul Halim Iskandar, tahun 1932 terletak di desa Pasir Ayu kabupaten Majalengka. Karel A Steen brink menilai bahwa pendidikan santri Asromo bertujuan membentuk kepribadian murid-muridnya dengan memberikan kesempatan untuk meraih suatu jabatan dengan bekal keterampilan yang terlatih. Tujuan pendidikan santri Asromo yang digariskan Abdul Halim itu memang tampaknya merangkum dua tujuan pokok, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum sebagai tujuan akhir yang akan di capai adalah membentuk anak-anak agar menjadi manusia yang akan dapat membekali dirinya untuk hidup di dunia (dengan pengetahuan) dan akhirat (dengan pengetahuan agama). Adapun tujuan khusus yang akan di capai anak-anak berkaitan dengan bakat, lingkungan, kondisi sosial, kemampuan pendidik, dan tugas kelembagaan adalah untuk membentuk anak menjadi manusia mandiri,keperluan sendiri harus di buat sendiri.
Dari beberapa tulisan yang dijumpai baik Abdul Halim sendiri maupun yang dikemukakan penulis seperti Lothrop Stoddard, di duga Santri Asromo banyak dipengaruhi oleh pemikiran Thantowi Jauhari dan Amir Syakib-Arsalan. Pemikiran kedua tokoh itu diserap beliau dan kemudian dipadukan dengan kondisi di tanah air dan cita-citanya untuk mendirikan suatu sistem pendidikan islam yang dapat menghasilkan santri-santri yang dapat hidup mandiri. Tampaknya Santri Asromo merupakan realisasi dari pemikiran Abdul Halim tentang pembaharuan pendidikan Islam untuk menghadapi tantangan pengangguran, kemiskinan, dan kebodohan mayoritas umat Islam dari zamannya.
F. Persis (Persatuan Islam): Konsep Pendidikan Dakwah dan Publikasi
Didirikan secara resmi pada tanggal 12 September1923 di Bandung oleh sekelompok orang Islam yang berminat dalam studi dan aktivitas keagamaan yang dipimpin oleh Zamzam dan Muhammad Yunus.
Pada awal berdirinya, pesantren persis dikenal sebagai pesantren yang sangat modern apalagi dibandingkan dengan pesantren-pesantren lain pada umumnya karena keberaniannya memasukkan beberapa sistem administrasi pendidikan dan model kurikulum seperti yang diajarkan sekolah Belanda. Walaupun demikian, pada dasarnya kurikulum yang dikembangkan pesantren Persis ini adalah perimbangan pendidikan agama sebagai prioritas, jika dibandingkan dengan pendidikan umum, dan yang menarik,kurikulum yang dipakai sampai saat ini adalah hasil rakitan sendiri. Namun begitu dalam pengakuan berbagai pendidik di kalangan pesantren, “kurikulum rakitan” itu masih didasarkan kepada kaidah-kaidah baku gerakan persis, seperti yang disebut Ahkam al-Syar’i dan qaidah ushul. Dari racikan kurikulum seperti ini, diharapkan para santri memiliki bekal pengetahuan akidah yang cukup, dan ta’abudi(berbudi pekerti) yang berdasarkan al-sAkhlak al-kKarimah(akhlak budi pekerti luhur).
Di samping menyelenggarakan pendidikan Islam berupa madrasah atau sekolah lain, Persis juga mendirikan sebuah pesantren. Pesantren Persis didirikan di Bandung tanggal 1 Dzulhijjah 1354 H bertepatan dengan Maret 1936. Pesantren ini dipimpin oleh A. Hasan sebagai kepala dan Muhammad Nasir sebagai Penasehat dan Guru.
Tujuan pendidikan pesantren ini untuk mengeluarkan mubalig-mubalig yang sanggup menyiarkan, mengajar, membela dan mengajarkan agama Islam. Dengan demikian, diharapkan terbentuknya kader-kader yang punya kemauan keras untuk melakukan dakwah Islamiyah.
Namun demikian, pada tahun 1988 terjadi perubahan yang cukup mendasar dalam sistem pendidikan Persis, yakni ketika pimpinan pesantren Persis secara kelembagaan mengizinkan para santri untuk mengikuti ujian negara dalam bentuk evaluasi belajar tahap akhir persamaan. Hal ini belaku bagi siswa yang merampungkan studinya di tingkat Tsanawiyah maupun tingkat muallimin. Hal ini merupakan langkah besar bagi Persis karena pada masa kepemimpinan sebelumnya di bawah pimpinan KH. Abdurrahman, para santri dan siswa di lingkungan persis tidak diperbolehkan mengikuti ujian negara yang salah satu tujuan utamanya mendapatkan ijazah negeri. Dalam perspektif Kyai, hal ini akan mempengaruhi visi dan orientasi para siswa di didik di lingkungan Persis untuk menjadi ulama menjadi cenderung pragmatis seperti pegawai negeri.[3]
G. Nahdhatul Ulama’ (NU)
Nahdhatul Ulama pada waktu berdirinya ditulis dengan ejaan lama “Nahdlatoel Oelama (NO)” didirikan di Surabaya tanggal 31 Januari 1926 M bertepatan dengan tanggal 16 Rajab 1444 H oleh kalangan ulama penganut mazhab yang sering kali menyebut dirinya sebagai golongan Ahlussunah Waljama’ah yang dipelopori oleh KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Hasbullah.
Berdirinya gerakan NU tersebut adalah sebagai reaksi terhadap gerakan reformasi dalam kalangan umat Islam Indonesia dan berusaha mempertahankan salah satu dari empat mazhab dalam masalah yang berhubungan dengan fiqh, Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Hambali. Sedangkan dalam hal i’tiqad NU berpegang pada aliran Ahlussunah Waljama’ah. Dalam konteks ini NU memahami hakikat Ahlussunah Waljama’ah sebagai ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah bersama para sahabatnya.[4]
Sebelum menjadi partai Politik , NU bertujuan memegang teguh salah satu mazhab dari mazhab imam yang empat Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Hambali dan mengajarkan apa-apa yang menjadi kemaslahatan untuk agama Islam (ADNU tahun 1926).
Setelah menjadi partai politik Mei 1952 yang dituangkan dalam anggaran Dasarnya yang baru, di mana NU bertujuan:
1. Menegakkan syari’at Islam dengan berhaluan salah satu dari empat mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Hambali
2. melaksanakan berlakunya hukum-hukum Islam dalam masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukanlah usaha-usaha, antara lain:
1. Menyiarkan agama Islam melalui tablig-tablig, kursus-kursus dan penerbitan-penerbitan.
2. Mempertinggi mutu pendidikan dan pengajaran Islam
3. Penyelenggaraan Pendidikan
Selanjutnya, pada akhir tahun 1938 (1356 H) komisi perguruan NU berhasil melahirkan reglemen tentang susunan madrasah-madrasah NU yang harus dijalankan mulai tanggal 2 Muharram 1357 H. Adapun susunan madrasah-madrasah tersebut adalah:[5]
1. Madrasah Awaliyah dengan lama belajar 2 tahun
2. Madrasah Ibtidaiyyah dengan lama belajar 3 tahun
3. Madrasah Tsanawiyah dengan lama belajar 3 tahun
4. Madrasah Mu’allimin Wustha 2 tahun
5. Madrasah Mu’allimin “Ulya” 3 tahun
Kurikulum yang menjadi acuan pengajaran di Madrasah-madrasah tersebut tampaknya harus menurut ketentuan PBNU bagian pendidikan dan pengajaran atau yang dikenal dengan Ma’rif.
Dalam bidang pendidikan dan pengajaran formal ini NU membentuk satu bagian khusus yang menanganinya, yaitu yang disebut Ma’arif di mana tugasnya adalah untuk membuat perundangan dan program pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan atau sekolah yang berada di bawah naungan NU.
H. Al-Irsyad
Al-Irsyad merupakan madrasah yang tertua dan termasyhur di Jakarta yang didirikan pada tahun 1913 oleh Perhimpunan Al-Irsyad Jakarta dengan tokoh pelopornya Ahmad Syurkati Al-Anshari.
Tujuan perkumpulan Al-Irsyad ini adalah memajukan pelajaran agama Islam yang murni di kalangan bangsa Arab di Indonesia. Al-Irsyad di samping bergerak di bidang pendidikan, juga bergerak di bidang sosial dan dakwah Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah Rasul secara murni dan konsekuen.
Dalam bidang pendidikan, Al-Irsyad mendirikan madrasah:
1. Awaliyah, lama belajar 3 tahun (3 kelas)
2. Ibtidaiyah, lama belajar 4 tahun (4 kelas)
3. Tajhiziah, lama belajar 2 tahun (2 kelas)
4. Mu’allimin, lama belajar 4 tahun (4 kelas)
5. Takhassus, lama belajar 2 tahun (2 kelas)
Pada tahun 1924 dimulailah usaha perbaikan organisasi sekolah, ketika dikeluarkannya sebuah peraturan di mana hanya anak-anak di bawah umur 10 tahun yang dapat diterima pada kelas satu Sekolah Dasar yang lama belajarnya 5 tahun. Begitu juga pelajar-pelajar dari sekolah guru mempunyai kesempatan untuk praktek atau latihan mengajar. Anak yang lebih dari 10 tahun dapat masuk ke kelas-kelas yang lebih tinggi tergantung pada kemampuan yang diperlihatkannya pada ujian masuk yang dilaksanakan semacam placement test untuk sekarang.
Dewasa ini organisasi Al-Irsyad terus berkembang dan bidang yang menjadi garapannya pun semakin luas, baik bidang pendidikan, kesehatan, dakwah dan sebagainya.
I. Perserikatan Ulama
Organisasi Islam yang bernama Perserikatan Ulama ini merupakan perwujudan dari lahirnya gerakan-gerakan pembaharuan di Indonesia, hal ini khususnya terjadi di daerah Majalengka, Jawa Barat. Kehadiran Perserikatan Ulama ini adalah inisiatif K. Abdul Halim pada tahun 1911.
Lembaga pendidikan tersebut sudah menerapkan sistem pendidikan yang cukup maju dengan meninggalkan sistem lama yang memakai halaqah. Inilah yang mengilhaminya untuk mengadakan perubahan sistem pendidikan tradisional di daerah asalnya sekembalinya ke tanah air. Di samping itu juga motivasinya adalah untuk membuktikan kepala pihak familinya yang kebanyakan golongan priyayi (politik pendidikan pemerintah kolonial) bahwa dia meskipun dari golongan rakyat biasa mampu melayani masyarakat dengan baik.
Setelah enam bulan sekembalinya dari Tanah Suci Makkah pada tahun 1911 Abdul Halim mendirikan sebuah organisasi yang bernama Hayatul Qulub yang bergerak dalam bidang ekonomi dan pendidikan. Orang-orang yang bergabung di dalamnya kebanyakan dari petani dan pedagang. Di bidang ekonomi pada mulanya organisasi ini bermaksud untuk membantu anggota-anggotanya yang bergerak di bidang perdagangan dalam persaingannya dengan pedagang-pedagang Cina. Sedang di bidang pendidikan, KH. Abdul Halim mulanya menyelenggarakan pelajaran agama skali seminggu untuk orang-orang dewasa. Umumnya materi yang diberikan adalah pelajaran fiqh dan hadits.
Dalam rangka perbaikan mutu lembaga pendidikannya Abdul Halim berhubungan dengan Jami’at Khair dan Al-Irsyad di Jakarta. Ia juga mewajibkan murid-muridnya pada tingkat yang lebih tinggi untuk memahami bahasa Arab yang kemudian menjadi bahasa pengantar pada kelas-kelas lanjutan.
Organisasi tersebut kemudian diganti namanya menjadi Perserikatan Ulama, yang disahkan secara hukum oleh pemerintah pada tahun 1917 dengan bantuan HOS Cokroaminoto (pimpinan Serikat Islam). Ia disebut juga Perikatan Umat Islam yang pada tahun 1952 difusikan dengan organisasi lainnya Al-Ittahadiyatul Islamiyah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI).
Perserikatan Ulama secara resmi meluaskan daerah operasinya ke seluruh Jawa dan Madura mulai tahun 1924 dan pada tahun 1937 lebih jauh lagi ke seluruh Indonesia. Kemudian pada tahun 1932 dalam suatu Kongres Perserikatan Ulama di Majalengka Abdul Halim mengusulkan agar didirikan sebuah lembaga pendidikan yang akan melengkapi pelajar-pelajarnya bukan saja dengan berbagai cabang ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum, tetapi juga kelengkaspsan-kselengkaspsan berupa pengembangan prosesi dan keterampilan seperti pekerjaan tangan, perdagangan dan pertanian, tergantung pada bakat maing-masing yang bersansgksutsan.
J. Al-Washliyah
Al-Jami’atul Washiliyah didirikan di Medan pada tanggal 30 November 1930 bertepatan dengan tanggal 9 Rajab 1249 H oleh para pelajar-pelajar dan guru-guru Maktab Islamiyah Tapanuli. Maktab Islamiyah Tapanuli. ini adalah sebuah madrasah yang didirikan di Medan pada tanggal 19 Mei 1913 oleh masyarakat Tapanuli dan merupakan madrasah yang tertua di Medan.
Sebagai pengurus yang pertama pada organisasi ini adalah Isma’il Banda sebagai ketua I, A Rahman Syihab ketua II dan sebagai penasihatnya adalah Syeikh H.M. Yunus.
Al-Washiliyah adalah sebuah organisasi yang berasaskan Islam, yang dalam fiqh memakai mazhab Syafi’i serta dalam hal i’tiqad adalah Ahulussunah Waljama’ah al-Washiliyah bergerak dalam bidang pendidikan, sosial dan keagamaan.
Al-Washiliyah menyelenggarakan pendidikannya dengan susunan sebagai bersikut:
1. Madrasah Ibtidaiyyah 6 tahun
2. Madrasah Tsanawiyah 3 tahun
3. Madrasah Qimul Ali 3 tahun
4. Madrasah Mualimun 3 tahun
5. PGA
6. Madrasah Al-Washiliyah 6 tahun
7. SMP Al-Washiliyah 6 tahun
8. MA Al-Washiliyah 6 tahun
Untuk lembaga pendidikan sekolah dasar sampai SMA materi pelajarannya adalah 70 s% umum 30 s% agama. Pada tahun 1958 Al-Washiliyah telah mampu mendirikan Perguruan Tinggi Agam Islam (PTAI) di Medan dan Jakarta. Di Medan kemudian menjadi Universitas dan mempunyai cabang, seperti Sibolga, Kebun Jahe, Rantau Prapat, Lansa (Aceh) bahkan sampai ke Kalimantan tepatnya di Barabai Kalimantan Selatan yang sekarang bernama Al-Washiliyah Barabai.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hasan, M.Ali, Mukti Ali. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003, cet.1
1. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1999, Cet. 3
2. Saleh, Abdul Rahman Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa Visi, Misi, dan Aksi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006
1. Mansur. Rekonstruksi SPI Di Indonesia. Jakarta: Depag, 2005
________________________________________
[1] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1999, Cet. 3, h. 96
[2] Abdul Rahman Saleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa Visi, Misi, dan Aksi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006, Cet, 2s, h.19
[3] M.Ali Hasan, Mukti Ali. Kapita Sketsa Pendidikan Islam…. Hal 9-27.
[4] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, h. 106
[5] Abdul Rahman Saleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa Visi, Misi, dan Aksi,h. 20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar