TELAAH KRITIS TERHADAP PESANTREN KILAT
DI SMA NEGERI SAMPANG DAN ALTERNATIF PENGEMBNGANNYA
(Oleh Drs. Sugeng, M.Ag)
A. Pendahuluan
Bahwa keberadaan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua telah timbul dan berkembang sejak penyiaran Islam dan telah banyak berperan dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat dengan melahirkan banyak ulama, mubaligh, dan guru agama yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Sejak masa pertumbuhan hingga kini pesantren tetap eksis dan konsisten memainkan fungsinya sebagai pusat pengajaran ilmu-ilmu agama Islam (tafaqquh fiddin). Fungsi tersebut diharapkan tetap berkembang di masa yang akan datang.
Mengingat fungsi pesantren yang sangat strategis dan peranannya yang cukup besar selama ini, sangat tepat apabila program pesantren kilat diselenggarakan melalui pendidikan sekolah, seperti di SMA Negeri Sampang.
Saat ini pemerintah memandang bahwa agama merupakn bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia yang sedang membangun. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang religius akan tetap menjadikan agama menjadi pilar pembangunan dalam mencapai cita-cita nasionalnya. Di samping itu, pemerintah juga tengah merasakan semakin merebaknya persoalan kenakalan remaja (pelajar) terutama di beberapa kota besar. Setelah tujuh tahun dijalankan (1996 – 2003) terlebih lagi dengan dikembalikannya kebijakan pesantren kilat, agaknya penyelenggaraan pesantren kilat itu perlu ditinjau, dievaluasi dan diformulasikan kembali. Hal ini mengingat peran strategis yang dimiliki oleh program ini sebagai alternatif pendidikan agama Islam di masa depan.
Tulisan ini akan mencoba menelaah kritis atas pelaksanaan pesantren kilat di SMA Negeri Sampang Kabupaten Cilacap dan alternatif pengembangannya.
B. Latar Belakang Perlunya Pesantren Kilat di SMA Negeri Sampang
Dalam Undang-undang Republik Indonesia tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ditetapkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan Sistem Pendidikan Nasional yang meningkatkan keilmuan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-undang. Untuk itu seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia.
Ketentuan di atas merupakan pendidikan agama pada posisi yang amat strategis dalam upaya mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, maka perlu dikembangkan berbagai jenis kegiatan yang mengarah pada peningkatan optimalisasi penyelenggaraan pendidikan agama Islam di sekolah, terutama di SMA Negeri Sampang. Namun untuk mencapai tujuan tersebut tidaklah cukup ditempuh dua jam pelajaran dalam satu minggu. Namun perlu dikembangkan salah satunya melalui pesanteren kilat (Pesanteren Ramadhan).
Era industrialisasi dsan informasi yang melanda Indonesia saat ini telah mendorong proses perubahan, baik secara ekonomi, sosial dan budaya. Secara ekonomi, industialisasi telah mempertajam kesenjangan ekonomi dan menimbulkan konsumerisme di kalangan masyarakat. Secara sosial, industialisasi dan globalisasi informasi telah meningkatkan ketegangan dan kriminalitas. Sedangkan secara budaya telah memudarkan nilai-nilai tradisional dan religius.
Selain itu, kini bangsa Indonesia telah menghadapi berbagai persoalan akibat adanya gerakan reformasi. Berbagai krisis, mulai dari krisis moneter, ekonomi, politik, hukum, bahkan krisis global hingga sampai pada krisis kepercayaan, menjadikan bangsa Indonesia hidup dalam keterpurukan. Akibatnya di sana sini muncul berbagai kekerasan dan kerusuhan yang mengarah pada desintegrasi bangsa. Masyarakat semakin berani untuk berbuat semaunya sendiri dan bertindak melawan hukum. Semua masalah ini apabila ingin dicari penyebabnya tentu sangat kompleks. Tetapi tidaklah salah jika dikatakan bahwa pangkal permasalahannya terletak pada adanya krisis iman dan moral masyarakat.
Dengan kenyataan di atas, dunia pendidikan kita menghadapi sejumlah tantangan yang berat, khususnya menyangkut pembentukan kepribadian bangsa sebagaimana yang telah dicita-citakan dalam tujuan nasional. Tujuan pendidikan nasional yang meliputi aspek pembangunan SDM memandang perubahan yang terjadi di masyarakat akan mempengaruhi tingkat keberhasilan yang dicapai oleh duinia pendidikan. Sukesnya pendidikan bukan hanya diukur dari perolehan nilai secara kuantitas, justru harus ada keseimbangan dari segi kualitas, seperti aspek afektif, psikomotor dan lain-lain.
Ukuran keberhasilan atau sukses pendidikan selama ini selalu ditekankan pada aspek kuantitatif (angka-angka) seperti pencapaian Ujian Nasional (UN), nilai raport, perolehan kursi di Perguruan Tinggi dan sebagainya. Padahal seharusnya tolok ukur keberhasilan pendidikan tidak hanya menyangkut aspek kognitif sja, namun aspek afektif dan psikomotorik sehingga watak atau karakteristik anak, keimanan kepada Tuhan, sopan santun, akhlak, budi pekerti luhur, dimasukkan ke dalam kriteria disamping nilai akademik yang baik.
Oleh karena itu, pengaruh perubahan itulah banyak pelajar yang cenderung teralienasi dari nilai-nilai luhur yang menjadi dambaan pendidik dan orang tua, bahkan banyak juga yang terlibat dalam berbagai tindak kriminal. Dalam konteks seperti ini,pendidikan agama yang banyak bersebtuhan dengan aspek moral dan kepribadian anak didik menjadi semakin penting untuk dikedepankan dalam rangka mengantisipasi dampak negatif industrialisasi dan reformasi, khususnya di dunia pendidikan. Akan tetapi justru yang sekarang dirasakan adalah bahwa pendidikan agama di sekolah tidak efektif. Hal ini karena pendidikan agama di sekolah memiliki problem seperti perangkat metodologi dan minimnya sarana prasarana dan kelangkaan SDM yang berkualitas dan konsen terhadap upaya peningkatan kualitas pendidikan agama.
Dari kondisi tersebut maka muncul inisiatif di kalangan pesantren untuk membuat Pesanteren Kilat. Ide ini dirspon secara positif oleh pemerintah (Departemen Pendidikan), sehingga muncul kebijakan untuk melaksanakan Pesanteren Kilat di sekolah.
C. Urgensi Pesantren Kilat
Pesanteren Kilat merupakan sebuah terobosan yang cukup penting dalam menghadapi sejumlah ketimpangan pendidikan agama. Secara metodologis atau pada bulan Ramadhan, Pesanteren Kilat yang diselenggarakan sebagai selingan dalam rangka mengisi bulan suci akan membawa suasana baru bagi anak didik dalam proses belajar dan dapat mengurangi rasa jenuh yang timbul karena metode pengajaran di kelas yang konvensional. Suasana seperti itu diharapkan dapat membantu pencapaian tujuan pendidikan agama.
Dari segi didaktik, materi Pesanteren Kilat yang lebih mendalam dan spesifik sangat membantu dalam mengurangi kemiskinan pendidikan agama di sekolah yang banyak didominasi oleh metode ceramah. Selain itu, berbeda dengan pendidikan agama di sekolah yang lebih bersifat kognitif atau pengajaran semata, Pesanteren Kilat diharapkan mampu menjangkau aspek afeksi dan psikomotor anak didik.
Dari segi manfaat, selain menguntungkan pemerintah,orang tua dan masyarakat, Pesanteren Kilat juga bermanfaat bagi siswa yang sedang berproses menuju pendewasaan sebagai bagian dari proses pembelajaran individu. Beberapa manfaat antara lain :
1. Pesanteren Kilat dapat mengisi salah satu kebutuhan dasar individu, yaitu agama. Karena keterbatasan waktu dan materi pendidikan agama di sekolah maka pendidikan agama di luar sekolah menjadi alternatif untu mengatasi keterbatasan tersebut. Dengan intensif waktu dan metodologi Pesanteren Kilat, aspek pembentukan kepribadian lebih mungkin dijangkau.
2. Dengan Pesanteren Kilat siswa dapat menjangkau ruang sosial yang lebih luas. Mereka dapat mengenal banyak teman, memahami berbagai kepribadian yang heterogen.
3. Dengan Pesanteren Kilat siswa dapat belajar lebih dewasa dan mandiri. Hal ini mengingat bahwa pada umumnya peserta Pesanteren Kilat berasal dari kelompok ekonomi menengah ke atas, biasanya kurang mandiri.
4. Dengan Pesanteren Kilat dapat mempersiapkan siswa untuk menghadapi realitas perubahan di masyarakat yang begitu cepat. Dengan bekal agama yang cukup, siswa diharapkan dapat memiliki kepribadian yang kuat.
D. Keunikan Pesanteren Kilat
Sebagai wahana pendidikan dan pelatihan yang tumbuh sebagai eksperimen masyarakat muslim Indonesia memiliki keunikan atau kekhasan sendiri. Pertama, penyelenggaraan Pesantren Kilat berlangsung singkat tetapi intensif, sehingga lebih terasa hasilnya. Hal ini terjadi karena Pesantren Kilat dilaksanakan dengan pendekatan dan metode khusus yang sederhana merupakan kombinasi antara metode pesantren dengan metode-metode mutakhir yang biasanya digunakan dalam pelatihan-pelatihan modern. Kedua, Pesantren Kilat adalah sebuah komunitas muslim yang secara artificial dikembangkan sehingga para peserta dapat berinteraksi secara intensif dengan suasana dan semangat kebersamaan, peserta mencoba memahami dan menjalani esensi dan hakikat hidup Islami yang lebih kafah.
Dalam Pesanteren Kilat, santri tidak banyak belajar apa itu Islam, tetapi lebih ke arah bagaimana menjadi muslim yang lebih baik. Santri ditekankan untuk lebih menghayati Islam daripada sekedar mengetahui. Mereka diajak untuk lebih merasakan daripada sekedar memahami.
Ketiga, dalam Pesanteren Kilat diselenggarakan kegiatan ibadah seperi Qiyamullail, perenungan dan ekspresi diri, tadarrus intensif dan sebagainya. Kegiatan ini memberikan pengalaman beragama (religious experience) yang mendalam dan mengesankan bagi santri. Kegiatan dan interaksi yang dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil,disamping dapat meningkatkan interaksi antar santri, juga membina persaudaraan (ukhuwwah) antar mereka.
E. Problem di Seputar Pesanteren Kilat
Meski Pesanteren Kilat telah menjadi program nasional, beberapa agenda permasalahan masih menghadang. Secara garis besar masalah yang ada di seputar Pesanteren Kilat dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Materi
Materi apa yang perlu disampaikan di Pesanteren Kilat. Apakah sama dengan kurikulum di sekolah ? pertanyaan ini perlu diajukan karena sebagai gagasan baru, Pesanteren Kilat belum memilki materi baku yang siap pakai. Selama ini materi Pesanteren Kilat yang dilakukan oleh berbagai lembaga sangat bervariasi. Hal ini berbeda, misalnya dengan Taman Pendidikan Al Quran (TPA) yang berkembang di masyarakat sejak beberapa tahun lalu. TPA berhasil dengan cepat memasyarakat karena materinya terfokus, yaitu membaca Al Qur’an. Untuk mencapai tujuan ini telah dikembangkan berbagai metode, misalnya apa yang ditempuh oleh As’ad Humam dengan metode Iqra nya telah mengembangkan metode belajar huruf Al Qur’an disertai dengan pemakaian metode klasikal dan tutorial, buku panduan mengajar, format kegiatan, evaluasi dan sebagainya.
2. Metode Penyampaian
Sebagaimana persoalan materi, metode penyampaian juga menjadi persoalan, karena beragamnya metode yang ada, terlebih lagi dengan kemunculan metode pelatihan baru seperti outward-outbonding, dan aneka games. Persoalan menjadi rumit apabila dikaitkan dengan kondisi daerah dan tingkat usia pendidikan yang berbeda. Misalnya untuk tingkat SD, metode apa yang sebaiknya digunakan. Demikian pula untuk tingkat SLTP dan SLTA.
3. Pemandu dan Tutor
Persoalan ini berkaitan dengan terbatasnya sumberdaya manusia, yaitu terutama dengan keinginan menjadikan Pesanteren Kilat sebagai tranfer nilai. Untuk mencapai tujuan ini tentu diperlukan pemandu, pembimbing atau tentor yang tidak semata-mata bisa memahami siswa, tetapi juga mampu membantu siswa untuk menghayati dan mengamalkannya. Sementara kemampuan seperti ini tidak bisa dikembangkan di lembaga-lembaga formal pendidikan di Indonesia. Hal ini semakin berat apabila Pesanteren Kilat akan diselenggarakan oleh sekolah di desa.
4. Ekses
Dilihat dari segi ekses, Pesanteren Kilat memang positif tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa Pesanteren Kilat akan mengakibatkan pemahaman agama yang sempit dan instan di kalangan siswa. Selain itu, juga memungkinkan untuk mengakibatkan konflik antara anak dan orang tua, karena sang anak mendapatkan orang tuanya tidak seideal apa yang ia kenal Pesanteren Kilat.
5. Waktu Pelaksanaan
Untuk pelaksanaan Pesanteren Kilat bila disesuaikan dengan kebutuhan sebagai lazimnya pondok pesantren, masih jauh dari sempurna, karena yang paling ideal, sistem pesantren 24 jam dalam pengawasannya.
6. Dukungan Pemerintah
Mestinya pemerintah lebih memperhatikan terhadap pelaksanaan Pesanteren Kilat melalui kebijakan, bantuan dana operasional dan lain-lain.
F. Kesimpulan
Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa Pesanteren Kilat merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang lebih menekankan pendidikan nilai. Kekhasan Pesanteren Kilat ini merupakan potensi yang amat penting artinya bagi apabila dikaitkan dengan tujuan pembentukan manusia Indonesia yang berkualitas sebagaimana tersebut di atas. Nilai imtak (spiritual) yang berkaitan dengan keimanan, ketakwaan, ibadah, akhlak dan muamalah belum dibina secara memadai dengan kegiatan kurikuler persekolahan yang ada, khususnya pendidikan agama Islam. Hal ini terjadi, mengingat bahwa nilai tambah Imtaq tersebut lebih berkaitan dengan dimensi nilai (yang menumbuhkan kesadaran, sikap dan perilaku) daripada pengetahuan.
Persoalan yang perlu dikaji lebih lanjut adalah bagaimana penjabaran operasional pengertian pendidikan nilai Pesantren Kilat ini dalam pelaksanaannya. Materi apa yang perlu disampaikan dan bagaimana metode yang digunakan pada kegiatan Pesanteren Kilat tersebut agar proses alih nilai (transfer of value) dapat berlangsung dengan baik. Pembimbing atau pemandu yang seperti apa yang diperlukan agar interaksi kegiatan dalam Pesanteren Kilat berlangsung seperti yang diharapkan. Model penyelenggaraan yang bagaimana yang di satu sisi mendukung terlaksananya proses pendidikan nilai di atas dan di sisi lain sesuai dengan kondisi dan lingkungan sekolah yang amat bervariasi.
G. Rekomendasi Untuk Pengembangan
Berbagai pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam hal penyelenggaraan Pesantren Kilat adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan kurikulum (materi dan metodologi) Pesantren Kilat hendaknya lebih menekankan pada aspek penghayatan dan pengamalan kehidupan beragama peserta didik/santri.
2. Perlu dikembangkan penggambaran kehidupan beragama dalam keterkitannya dengan realitas kehidupan dan persoalan nyata yang dihadapi oleh peserta didik/santri sebagai penggambaran bahwa Islam adalah Rahmatan Lil ‘Alamin.
3. Perlu dikembangkan wawasan yang utuh dan terpadu bagi peserta didik/santri dalam menghayati nilai-nilai Imtaq dan Iptek, pemahaman ayat Kauliyah dan Kauniyah.
4. Pengembangan aspek mtodologi hendaknya proses alih nilai dalam Pesantren Kilat ini dapat berlangsung secara intensif, antara lain dengan mekanisme: pembiasaan, peneladanan, penghayatan dan pelembagaan.
5. Diknas dan Depag perlu mendukung, menfasilitasi, membantu sesuatu yang diperlukan untuk operasionalisasi Pesantren Kilat.
6. Kepada Instrumen sekolah, lembaga terkait, komite sekolah, masyarakat, tokoh agama untuk meningkatkan secara intens atas dukungannya.
Ada beberapa komponen lain yang perlu dikembangkan dalam Pesantren Kilat, antara lain :
1. Pendekatan Pembelajaran dan Penilaian
Pendekatan ini meliputi :
a. Keimanan
b. Pengamalan
c. Pembiasaan
d. Rasional
e. Emosional
f. Fungsional
g. Keteladanan
2. Pengorganisasian Materi
Kegiatan ini mensiasati proses pembelajaran dengan perencanaan/rekayasa terhadap unsur-unsur instrumental melaluiupaya pengorganisasian yang rasional dan menyeluruh dengan kronologis, sebagai berikut :
a. Perencanaan
b. Pelaksanaan
c. Penilaian
Dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran hendaknya diikuti langkh-langkah strategis sesuai dengan prinsip didaktik, antara lain :
a. Dari mudah ke sulit
b. Dari sederhana ke kompleks
c. Dari konkrit ke abstrak
3. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Teknologi Informasi dan Komunikasidiperlukan dalam mewujudkan kreatifitas dan keterampilan agar hasil pembelajaran siswa/santri dapat diketahui oleh siswa/santri lain dan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah untuk mendapatkan informasi-informasi terbaru dalam rangka mencari gagasan untuk perancangan dan pembuatan benda-benda keterampilan sebagai wujud dari kreatifitas siswa.
4. Membaca Al Qur’an
Membaca A; Quran di setiap awal pembelajaran selama 5 menit sampai dengan 10 menit dengan tujuan untuk mengoptimalkan ketercapaian kemampuan membaca/menghafal Al Quran secara baik dan benar.
5. Nilai-nilai
Setiap materi yang diajarkan kepada peserta didik/santri mengandung nilai-nilai yang terkait dengan perilaku kehidupan sehari-hari, misalnya mengajar materi ibadah, seperti wudhu. Selain keharusan menyampaikan air pada semua anggota wudhu, di dalamnya juga terkandung nilai-nilai bersih. Nilai-nilai yang harus ditanamkan kepada peserta didik dalam pendidikan agama (efektif)
6. Aspek Sikap
Unsur pokoknya adalah akhlak, misalnya selain dikaji masalah yang bersangkutan dengan aspek ilmu pengetahuan, aspek fungsionalnya diutamakan pada aspek sikap sehingga kelak siswa/santri mampu bersikap sebagai seorang muslim yang berakhlakuk karimah. Dan untuk mencapai tujuan tersebut, unsur akhlak juga didukung oleh cerita-cerita Rasul yang berkaitan dengan sifat-sifat keteladanannya (Uswatun Hasanah).
7. Keterpaduan
Pola pembinaan pendidikan agama Islam dikembangkan dengan menekankan keterpaduan diantara tiga lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Untuk itu, Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) perlu mendorong dan memantau kegiatan pendidikan agama Islam yang dialami oleh siswanya di lingkungan lainnya (keluarga dan masyarkat), sehingga terwujud keselarasan dan keserasian sikap perilaku dalam pembinaannya. Semoga bermanfaat ...