Jumat, 22 Juli 2011

PENDIDIKAN BERBASIS KARAKTER MENCIPTAKAN PEMIMPIN YANG BERSIH DAN AMANAH

PENDIDIKAN BERBASIS KARAKTER MENCIPTAKAN PEMIMPIN YANG
BERSIH DAN AMANAH
Drs. SULURI M.
Pendahuluan

Kepemimpinan adalah sebuah konsep yang merangkum berbagai segi dari interaksi pengaruh antara pemimpin dengan pengikut dalam mengejar tujuan bersama. Seorang pemimpin harus mampu membuktikan diri dalam mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain. Usaha mempengaruhi ini merupakan watak dasar yang menjadi modal utama dalam konsep kepemimpinan. Ia melekat dalam pribadi seorang pemimpin, yang memungkinkannya secara sadar atau tidak memotivasi orang lain untuk mengikuti kehendaknya.

Membangun sikap sebagai pemimpin berarti juga membangun sebuah kesadaran diri bahwa segala tingkah laku dan perbuatan seorang pemimpin akan ditiru dan menjadi landasan bagi orang lain dalam bersikap dan bertingkah laku. Untuk itu, kemampuan seorang pemimpin untuk membawa diri dan membangun citra diri yang positif di mata orang lain menjadi suatu yang mutlak. Untuk mampu membangun citra diri yang positif tersebut, seorang pemimpin memerlukan sebuah “media” yang efektif untuk mengkomunikasikannya. Media tersebut adalah komunikasi itu sendiri, baik komunikasi verbal maupun non verbal.

Kemampuan “bermain” kata-kata (retorika) merupakan prasarat lain seorang pemimpin. Tentu saja, dalam berkomunikasi diperlukan sebuah metode komunikasi yang efektif agar pesan-pesan yang ingin disampaikan tidak disalahartikan oleh orang lain. Komunikasi yang efektif sangat penting bagi seorang pemimpin terutama untuk meningkatkan kemampuannya dalam memimpin. Untuk itu, penguasaan teknik-teknik komunikasi dengan baik merupakan conditio sine qua non bagi seorang pemimpin, yang akan membantunya untuk menjadi seorang pemimpin yang diidamkan setiap orang. Selain itu, kemampuan retorika mutlak harus dikuasai oleh seorang pemimpin karena ia perlu berkomunikasi dengan pengikutnya untuk membantu mereka memahami visi yang ingin dicapai, berbagi informasi mengenai pencapaian dan bagimana mereka dapat berkontribusi untuk mencapai hasil yang lebih baik.

Kepemimpinan yang Amanah

Hal yang paling mudah dikenali dari seorang pemimpin yang amanah adalah dari sikap dan perilakunya. Seorang pemimpin yang amanah paling tidak menunjukkan tiga hal berikut dalam setiap perbuatan dan tingkah lakunya. Ketiga hal tersebut adalah sebagai berikut :

I. Berwibawa

Kewibawaan seorang pemimpin tercermin pembawaannya yang dapat diandalkan karena ia memiliki kematangan secara emosi. Seorang pemimpin dapat diandalkan janji-janjinya terhadap apa yang dilaksanakannya. Ia bersedia bekerja ikhlas dengan menyebarkan sikap ”enthusiasme” kepada semua orang. Ia mengetahui apa yang akan dilakukan dan menyadari apa yang ingin dicapainya sekarang dan yang akan datang. Pemimpin yang berwibawa mampu membawa diri dengan beragam situasi dan kondisi. Ia mampu memahami secara baik karakter berbagai pribadi meski ia tidak sepenuhnya mengerti.

Pemimpin berwibawa mampu menyesuaikan diri dengan berbagai kelompok dan juga memiliki kemampuan untuk berhadapan dengan orang-orang dari berbagai kalangan serta mampu melakukan konversasi tentang berbagai subjek. Dengan sifat demikian, orang lain biasanya mengakui dan menempatkan seorang pemimpin lebih kepada kepribadiannya dan bukan apa yang dilakukannya sebagai seorang pemimpin.

Kewibawaan juga terkait dengan kepercayaan. Hal ini dapat dipahami dari dimensi karakter seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang memiliki karakter kepemimpinan yang kuat berarti juga memiliki ”daya” kepercayaan yang tinggi dalam dirinya. Kepercayaan tersebut lahir dari karakter dan kepribadiannya, bukan semata karena ia sebagai pemimpin.

Dimensi karakter biasanya menentukan seberapa jauh seorang pemimpin memperoleh kepercayaan dari dari orang lain atau pengikutnya. Kepercayaan tidak muncul begitu saja, melainkan terbentuk dari suatu proses dan muncul setelah orang lain mengujinya. Keberhasilan seorang pemimpin meraih kepercayaan tersebut sangat ditentukan oleh karakter seorang pemimpin. Karakter yang dimiliki sangat dekat dengan kekuatan seorang pemimpin dalam memiliki etos kerja. Semakin tinggi mutu klarakter dan etika kerja seorang pemimpin, semakin cepat dan tinggi pula kepercayaan yang dicurahkan orang lain kepadanya.

II. Memimpin dengan efektif

Tidak semua pemimpin dapat mencapai tujuan organisasi. Sebagai pemimpin malah membawa kemunduran untuk organisasi yang dipimpinnya. Pemimpin struktural dan pemimpinan relasional yang efektif memiliki sejumlah karakteristik. Berikut ini adalah sejumlah karakteristik yang perlu dimiliki orang yang ingin jadi pemimpin efektif.

Pertama, memiliki visi ke depan

Kepemimpinan yang efektif dimulai dari visi yang jelas. Visi yang jelas dapat secara dahsyat mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Seseorang pemimpin adalah seorang inspirator perubahan dan visioner, yaitu memilki visi yang jelas ke mana organisasinya akan menuju. Tanpa visi, kepemimpinan tidak akan ada artinya sama sekali. Selain memiliki visi, seorang pemimpin juga harus memilki kemampuan untuk mengimplementasikan visi tersebut ke dalam suatu rangkaian tindakan atau kegiatan yang diperlukan untuk mencapai visi itu.

Kedua, cakap secara teknis

Seorang pemimpin tidak harus menguasai tugas pengikutnya secara rinci. Akan tetapi, pemimpin yang baik harus memiliki kecakapan teknis yang berkaitan untuk mencapai tujuan. Misalnya, untuk membangun sebuah gedung tinggi, tentunya dibutuhkan pemimpin proyek yang memilki kecakapan dan pengalaman teknis di bidang tersebut. Tidak mungkin proyek tersebut dipimpin lulusan Sarjana Politik yang belum pernah terlibat sama sekali dalam proyek konstruksi bangunan.

Ketiga, membuat keputusan tepat

Seorang pemimpin harus dapat menyelesaikan masalah dengan membuat keputusan yang tepat. Untuk memutuskan sesuatu, dibutuhkan informasi yang akurat serta perencanaan yang jelas mengenai aktivitas organisasi.

Empat, berkomunikasi dengan baik

Pemimpin harus memastikan setiap deskripsi tugas dimengerti, dilaksanakan, dan diawasi. Setiap perkembangan yang penting perlu dikomunikasikan dengan elemen organisasi agar timbul rasa memiliki. Selain yang berkaitan dengan pekerjaan, pemimpin juga harus dapat menggunakan kemampuan komunikasinya untuk membangun hubungan interpersonal dengan bawahan maupun pihak manajemen.
Lima, memberikan keteladanan dan contoh
Kata-kata tidak akan memiliki kekuatan bila orang yang mengucapkannya melakukan hal yang berlawanan. Pemimpin yang baik tidak saja memberikan arahan, tetapi juga memberikan keteladanan dan contoh yang baik. Seorang pemimpin juga perlu bersikap rendah hati, realistis, dan ramah. Pemimpin yang dianggap menyebalkan tentunya akan sulit untuk mendapatkan penghargaan dari anggotanya.
Enam, mampu mempercayai orang
Tak peduli seberapa hebatnya seorang pemimpin, tetap saja ia tidak akan mampu mengerjakan suatu tugas yang besar dan kompleks sendirian. Seorang pemimpin yang baik, harus dapat menilai kemampuan orang dan mendelegasikan tugas berdasarkan hasil penilaian itu. Ia tidak akan dapat mendelegasikan tugas bila tidak mempercayai orang lain. Oleh karena itu, pemimpin harus dapat mempercayai orang lain tanpa kehilangan kewaspadaan.
Tujuah, mampu menahan emosi

Pemimpin yang baik perlu memiliki kemampuan menahan emosi. Bukan sekedar hanya menghindari marah-marah yang tidak beralasan, tetapi juga harus mampu menyembunyikan kepanikan dan kekhawatiran dalam menghadapi masalah. Secara psikologis, bila pemimpin terlihat panik, anak buahnya pun cenderung untuk ikut panik.

Delapan, tahan menghadapi tekanan

Pemimpin yang baik harus tahan menghadapi tekanan. Banyak orang berpikir bahwa menjadi pimpinan itu menyenangkan karena tinggal menyuruh saja. Padahal, tekanan terbesar untuk berhasil, berada di pundak pemimpin. Bila pemimpin tidak tahan menghadapi tekanan, ia akan membuat kesalahan-kesalahan fatal yang menggiring pada kegagalan.

Sembilan, bertanggung jawab

Ketika keputusan sudah diambil, semua pihak dalam organisasi harus mendukungnya. Bila ternyata keputusan yang diambil berdampak buruk, maka pemimpin tersebut harus berani bertanggung jawab dan tidak sekedar melemparkan masalah pada orang lain. Tanggung jawab bukan hanya berarti mengakui kesalahan, tetapi juga memberikan solusi dari permasalahan tersebut.

Sepuluh, mengenali anggota

Seorang pemimpin perlu mengenali lebih dari sekedar nama para anggotanya. Pemimpin juga perlu mengetahui kemampuan dan karakter dari anggotanya sehingga tiap orang ditempatkan pada posisi yang tepat dan saling bersinergi.

Sebelas, cekatan dan penuh inovasi

Dalam menghadapi peluang dan ancaman, seorang pemimpin yang baik perlu memilki sifat cekatan serta berani berinovasi. Maksudnya, pemimpin harus sigap terhadap perubahan situasi dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada dengan sumber daya yang tersedia.


III. Bijak mengambil keputusan

Kemampuan dalam mengambil keputusan secara cepat dan tepat bagi seorang pemimpin merupakan wujud aktualisasi adil dalam bertindak. Mengambil keputusan merupakan hal terpenting dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari seorang pemimpin. Bahkan terkadang, keputusan-keputusan yang ia ambil tersebut mampu membangun kewibawaannya sebagai pemimpin. Untuk itu, seorang pemimpin perlu menguasai tiga varian dalam mengambil keputusan.

Pertama, direktif

Pengambilan keputusan berdasarkan sangat sedikit (bahkan tidak sama sekali), masukan dari orang lain. Kelebihan dari model ini, proses pengambilan keputusan dapat dilakukan relatif cepat. Model ini sesuai bila pemimpin adalah orang yang benar-benar telah berpengalaman dan pernah menghadapi situasi serupa. Di sisi lain, patut dipertimbangkan bahwa kondisi nyata berubah sangat cepat. Solusi yang persis sama belum tentu sesuai untuk keadaaan yang berbeda.

Dua, partisipatif

Semua pengikut memberikan masukan dalam diskusi dan proses pembuatan keputusan. Model ini mengakomodasi sumbangan pikiran dari semua yang terlibat dalam pekerjaan besar tertentu. Akan tetapi, untuk menggunakan cara ini dibutuhkan kepemimpinan yang sangat kuat karena ada kemungkinan berbagai pihak akan bersilang pendapat sehingga proses pengambilan keputusan berlarut-larut dan tidak efektif.

Tiga, konsultif

Merupakan kombinasi dari dua model dua model sebelumnya di mana pemimpin hanya meminta masukan mengenai hal-hal yang diduskusikan. Keputusan yang bersifat strategis (berpengaruh sangat besar dan menyangkut pencapaian visi) dilakukan oleh pemimpin. Model ini sesuai bila ingin mengefektifkan waktu pengambilan keputusan.

Pemimpin yang Amanah sebagai Teladan

Pemimpin adalah teladan. Untuk menjadi teladan, seorang pemimpin yang amanah perlu jujur dalam berucap, sederhana dalam bertindak, tegas dalam bersikap, adil dalam memutuskan perkara, dekat dengan semua orang (kawan maupun lawan), bersih dari image negatif, cepat dan tepat dalam mengambil keputusan, mampu merealisasikan apa yang diucapkan/dijanjikan, jauh dari sifat egosentris dan yang tak kalah penting adalah berjiwa besar terutama dalam hal mengakui kekurangan dan kelemahan diri. Terkait dengan point terakhir, dengan berjiwa besar, mengakui kekurangan dan kelemahan dirinya, seorang pemimpin akan lebih membuka diri terhadap masukan dan kritik dari orang lain, tanpa kehilangan jati diri dan pendiriannya.

Pemimpin yang amanah juga merupakan pemimpin yang bersih. Ia tidak mudah dan tidak akan pernah perpengaruh oleh berbagai godaan, terutama godaan yang bersifat materi dan kemilauan. Materi dan kemilaun adalah dua hal yang selalu melekat dalam diri seorang pemimpin. Di satu sisi ia adalah racun, namun di sisi lain ia menjadi madu. Amanah tidaknya seorang pemimpin terletak pada bagaimana ia memahami materi dan kemilauan itu, apakah materi dan kemilauan itu akan “meracuni’-nya atau justru menjadi penyelamatnya (madu).


Tugas kepemimpinan yang diembankan seorang pemimpin adalah sifat dasar yang amanah. Dengan memiliki sifat yang amanah, seorang pemimpin dapat menjalankan tugas`dan tanggung jawabnya dengan baik, secara lebih mudah, efektif dan efisien dengan mengutamakan kepentingan bersama dibanding kepentingan pribadi atau golongan. Kegagalan menjaga sifat amanah adalah awal kehancuran diri dan para pengikutnya. Ini adalah indikasi kehancuran sebuah organisasi yang dipimpinnya, atau bahkan kehancuran sebuah negara jika ia adalah pemimpin sebuah negeri.

Ciri khas yang membedakan seorang pemimpin dari orang awam adalah ia lebih mengutamakan kepentingan dan keselamatan sebanyak mungkin orang daripada kepentingan dan keselamatan dirinya, tanpa diskriminasi. Bahkan ia dapat berkorban secara sadar untuk kepentingan orang banyak. Ia lebih menempatkan dirinya sebagai makhluk sosial yang dalam dirinya juga melekat kewajiban-kewajiban sosial terhadap sesama. Karenanya, aktualisasi diri dan ketenangan dirinya hanya dapat tercapai jika memenuhi kewajiban-kewajiban sosial tersebut secara baik. Untuk itu, “warna” yang mencolok dari seorang pemimpin yang amanah dalam bersikap adalah ia lebih tenang dalam bersikap, meski nyawanya merasa terancam.

Pemimpin yang amanah selain memiliki jiwa sosial yang tinggi, ia juga lebih tenang dalam bersikap. Ia tidak pernah takut terhadap apapun dalam menjalankan tugas yang diembannya. Hal ini memberikan pemahaman bahwa pemimpin yang amanah sangat berkaitan erat dengan sikap ketenangannya. Seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya berusaha menghindar untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan yang ada, atau nilai-nilai moral serta adat dan kebiasaan yang ada dalam masyarakat.

Dalam memimpin sebuah negeri misalnya, seorang pemimpin yang amanah harus benar-benar mampu menjalankan semua visi dan misi yang telah diproklamirkan sebelum terpilih menjadi pemimpin, karena umumnya kita terpanggil hati nuraninya untuk menentukan pilihan kepada seorang pemimpin tertentu karena diyakininya mampu menjalankan semua janji-janjiinya.
Pendidikan karakter kini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, pendidikan karakter ini pun diharapkan mampu menjadi pondasi utama dalam mensukseskan Indonesia Emas 2025. Di lingkungan Kemdiknas sendiri, pendidikan karakter menjadi fokus pendidikan di seluruh jenjang pendidikan yang dibinannya. Tidak kecuali di pendidikan tinggi, pendidikan karakter pun mendapatkan perhatian yang cukup besar, kemarin (1/06) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengadakan Rembuk Nasioanal dengan tema “ Membangun Karakter Bangsa dengan Berwawasan Kebangsaan”. Acara yang digelar di Balai Pertemuan UPI ini, dibidani oleh Pusat Kajian Nasional Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan UPI.
Selain Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Prof.dr.Fasli Jalal, Ph.D, hadir pula menjadi pembicara seperti Prof.Dr.Mahfud,MD,SH, SU. Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie, SH. Prof.Dr.Djohermansyah Djohan, M.A. Prof.Dr.H.Sunaryo Kartadinata,M.Pd. Prof.Dr.H.Dadan Wildan, M.Hum dan Drs. Yadi Ruyadi, M.si.
Wamendiknas dalam acara ini mengungkapkan arti penting pendidikan karakter bagi bangsa dan negara, beliau pun menjelaskan bahwa pendidikan karakter sangat erat dan dilatar belakangi oleh keinginan mewujudkan konsensus nasional yang berparadigma Pancasila dan UUD 1945. Konsensus tersebut selanjutnya diperjelas melalui UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.”
Dari bunyi pasal tersebut, Wamendiknas mengungkapkan bahwa telah terdapat 5 dari 8 potensi peserta didik yang implementasinya sangat lekat dengan tujuan pembentukan pendidikan karakter. Kelekatan inilah yang menjadi dasar hukum begitu pentingnya pelaksanaan pendidikan karakter.
Wamendiknas pun mengatakan bahwa, pada dasarnya pembentukan karakter itu dimulai dari fitrah yang diberikan Ilahi, yang kemudian membentuk jati diri dan prilaku. Dalam prosesnya sendiri fitrah Ilahi ini dangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, sehingga lingkungan memilki peranan yang cukup besar dalam membentuk jati diri dan prilaku.
Oleh karena itu Wamendiknas mengatakan bahwasanya sekolah sebagai bagian dari lingkungan memiliki peranan yang sangat penting. Wamendiknas menganjurkan agar setiap sekolah dan seluruh lembaga pendidikan memiliki school culture , dimana setiap sekolah memilih pendisiplinan dan kebiasaan mengenai karakter yang akan dibentuk. Lebih lanjut Wamendiknas pun berpesan, agar para pemimpin dan pendidik lembaga pendidikan tersebut dapat mampu memberikan suri teladan mengenai karakter tersebut.
Wamendiknas juga mengatakan bahwa hendaknya pendidikan karakter ini tidak dijadikan kurikulum yang baku, melainkan dibiasakan melalui proses pembelajaran. Selain itu mengenai sarana-prasaran, pendidikan karakter ini tidak memiliki sarana-prasarana yang istimewa, karena yang diperlukan adalah proses penyadaran dan pembiasaan.
Prihal pengembangannya sendiri, Wamendiknas melihat bahwa kearifan lokal dan pendidikan di pesantern dapat dijadikan bahan rujukan mengenai pengembangan pendidikan karakter, mengingat ruang lingkup pendidikan karakter sendiri ssangatlah luas.
Sehari sebelum acara yang digelar di UPI ini ( 31/05), di Ruang Rapat Komisi X, DPR-RI, diadakan Rapat Kerja yang membahas pendidikan karakter. Hadir dirapat tersebut selain 25 anggota fraksi, adalah Menkokesra, Mendiknas, Menag, Menbudpar, Menpora, Wamendiknas, Perwakilan Kementerian Dalam Negeri, serta para pejabat eselon 1 kementerian terkait.
Dalam Rapat Kerja tersebut dibahas mengenai kesiapan masing-masing kementerian mengenai pendidikan karakter tersebut. Menkokesra sebagai koordinator perumus pendidikan karakter ini menyebutkan bahwa setiap kementerian yang terikat memiliki program-program berencana mengenai pendidikan karakter yang nantinya diajukan sebagai bahan untuk mengagas lahirnya Keppres mengenai pendidikan karakter. Menkokesra pun menyebutkan bahwa nantinya pendidikan karakter ini akan dijadikan aksi bersama dalam pelaksanaannya.
Para anggota fraksi pun melihat pendidikan karakter ini sangat penting dalam membentuk akhlak dan paradigma masyarakat Indonesia. Semoga pendidikan karakter ini tidak hanya menjadi proses pencarian watak bangsa saja, melainkan sebagai corong utama titik balik kesuksesan peradaban bangsa.



MASYARAKAT MADANI
Masyarakat madani yang akan dibangun berada di atas keanekaragaman dalam berbagai hal. Dengan luaswilayah 2.027.07 km² yang terisah-pisah oleh lautan, dimana terdapat lebihkurang 3.000 pulau besar dan kecil, maka masyarakat Indonesia terbagi-bagimenjadi kelompok-kelompok suku yang terpisah satu sama lain dan masing-masing tumbuh sesuai dengan alam lingkungannya. Ini berlangsung selamaribuan tahun, sehingga menyebabkan kebhinekaan dalam masyarakat Indonesia(Abu Ahmadi, 1985).Tiap-tiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda. Di Sumatera adalingkungan budaya daerah Aceh, budaya daerah Minang, dan budaya daerahMelayu. Di Kalimantan ada budaya daerah Dayak dan budaya daerah Banjar. DiSulawesi ada budaya daerah Minahasa, budaya daerah Bugis, budaya daerahToraja. Di Jawa ada budaya daerah Sunda, budaya daerah Jawa, dan budayadaerah Madura. Semua keanekaragaman budaya itu harus disadari sebagai suaturealitas yang ada di negara Indonesia.Keanekaragaman lain adalah beranekaragaman agama penduduk Indonesia. Ada yang menganut agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Khatolik,Hindu, Budha. Disamping itu terdapat juga keanekaragaman di bidang sumber daya alam. Ada daerah yang subur, tetapi ada juga daerah yang tandus. Adadaerah yang memiliki kekayaan alam, seperti tambang emas, intan, minyak, batu bara, dan gas alam. Ada juga yang memiliki kkekayaan hutan yang lebat, tetapiada juga daerah yang sedikit memiliki sumber daya alam. Di atas keragamanitulah, negara Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.Jauh sebelum Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia telah membentuk berbagai organisasi sosial seperti Jami’at Khair pada tahun 1905, Muhammadiyah pada tahun 1912, Al-Irsyad pada tahun 1913, Persatuan Islam pada tahun 1923, NU pada tahun 1926, dan Persatuan Tarbiyah Islam pada tahun 1930. Organisasisosial tersebut bergerak diberbagai bidang seerti bidang pendidikan, kesehatan,ekonoi dan pelayanan-pelayanan sosial lainnya. Mereka melakukan aktivitasdengan tingkat kemandirian yang sangat tinggi bahkan hampir tidak ada samasekali campur tangan penguasa.
Kemudian pada awal-awal kemerdekaan, pergumulan ideologi masyarakatdalam penetuan dasar negara mulai terjadi. Ada emapt ideologi masyarakat yangsaling berebut pengaruh daam menentukan dasar penyelenggaraan negara.Ideologi tersebut adalah Islam, Kristen, Nasionalisme, dan marxisme/komunisme.Perbedaan ideologi ini sering mewarnai perdebatan dalam setiap penentuankebijakan penyelenggaraan negara Indonesia khususnya dalam pembuatankonstitusi negara (Djaelani, 1996). Kecuali marxismekomunisme, ketiga ideologiyang jam masih eksis dan selalu memberi warna bahakn terkadang terjadiketegangan-ketegangan dalam lembaga legislatif. Walaupun demikian, perbedaanideologi tersebut masih dapat diikat oleh ideologi negara yakni Pancasila yangdianggap menaungi perbedaan ideologi-ideologi yang ada.Oleh karena itu, masyarakat madani haruslah masyarakat yang demokratisyang terbangun dengan menegakkan musyawarah. Musyawarah pada hakikatnyamenginterpretasi berbagai individu dalam masyarakat yang saling memberi hak untuk menyatkan pendapat, dan mengakui adanya kewajiban utuk mendengarkan pendapat orang lain.Demokrasi di berbagai bidang sudah dijamin pada UUD 1945. Dengandemikian prinsip dasar masyarakat madani sudah terpenuhi oleh negara Indonesia.Akan tetapi rumusan itu merupakan rumusan yang masih bersifat umum danmemerlukan perincian lagi, baik dalam undang-undang maupun dalam bentuk pelaksanaan teknis lainnya. Untuk menciptakan demokratisasi di berbagai bidang,maka semua aturan yang dibuat harus memenuhi prinsip-prinsip demokrasi.Dalam bidang politik, prinsip-prinsip demokratisasi tersebut di antaranyaadalah :
1.Akuntabilitas, yang berarti bahwa setiap pemegang jabatan yangdipilih oleh rakyat, baik jabatan legislatif, eksekutif atau yudikatif harus dapat mempertanggung jawabkan kebijakan apa yang dipilihnyauntuk dilaksanakandalam kehidupan sehari-hari yang menyangkutkepentingan masyarakat banyak.
2.Rotasi kekuasaan, yang berarti terjadinya pergantian pemerintahansecara teratur dengna cara yang damai dari satu pemerintahan ke pemerintahan yang lain, dari seorang penguasa kepenguasa yang lain.
3.Rekrutmen politik yang terbuka, yang berarti setiap orang yangmemenuhi syarat untuk memegang sebuah jabatan politik mempunyaikesempatan dan peluang yang sama untuk berkompetisi guna mengisi jabatan tersebut.
4.Pemilihan umum, maksudnya bahwa warga negara yag memenuhisyarat mempunyai hak memilih dan dipilih untuk menduduki jabataneksekutif dan legislatif yang dilaksanakn secara teratur dengantenggang waktu jelas.5.Menikmati hak-hak dasar manusia, yakni dalam hidup bernegara dan bermasyarakat setiap individu mempunyai peluang untuk menikmatihak-hak dasar, yaitu hak menyatakan pendapat, hak untuk berserikatdan berkumpul dan hak menikamti pers yang bebas.Dalam bidang ekonomi prinsip demokrasi mempersyaratkan bahwamasyarakat mendapat kesempatan untuk melakukan aktivitas ekonomi tanpa adahambatan dari negara. Masing-masing warga negara mendapat hak untuk berusaha sesuai dengan kemampuan dan minat yang dimiliki, serta berhak untuk melakukan kegiatan ekonomi dimana pun dalam wilayah Indonesia. Negara hanyamemberikan batas-batas yang ditujukan untuk menjamin agar hak warga negaradapat terlindungi, misalnya melarang monopoli, melarang melakukan kecurangandan lain-lain.Dalam bidang sosial, masyarakat madani menghendaki agar hak-hak individu dan kelompok dijamin dan terlindungi dari pengaruh intervensi negara.Masing-masing organisasi masyarakat memiliki hak otonom untuk mengatur dirinya, walaupun tidak memungkiri peran negara dalam melindungi dan menjagadari berbagai kepentingan-kepentingan besar, yang dapat mendominasi dalamtatanan masyarakat (madjid, 1994).
Dengan adanya keanekaragaman di Indonesia, mungkin saja akan terjadi benturan-benturan kepentingan, baik karena perbedaan budaya, agama dan suku.Di sinilah peran negara (pemerintah) untuk menjembatani agar tidak adakelompok masyarakat tertentu yang merasa dirugikan. Islam telah memberikangarisan solusi, bahwa umat Islam harus menyadari dan menghargai adanyakeanekaragaman itu. Hal-hal yang berkaitan dengan sosial kemasyarakatanhendaknya dibicarakan secara musyawarah, sehingga akan muncul hubungansosial yang luhur yang dilandasi oleh toleransi dalam keanekaragaman.
KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI
Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan
Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang
berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila;
keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya
nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilainilai
budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa (Buku
Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025). Untuk mendukung
perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan
Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah
menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan
nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, di mana pendidikan karakter ditempatkan
sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan
masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah
Pancasila.”
Terkait dengan upaya mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana yang
diamanatkan dalam RPJPN, sesungguhnya hal yang dimaksud itu sudah tertuang dalam fungsi
dan tujuan pendidikan nasional, yaitu “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab” (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional --UUSPN).
Dengan demikian, RPJPN dan UUSPN merupakan landasan yang kokoh untuk
melaksanakan secara operasional pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai prioritas
program Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014, yang dituangkan dalam Rencana Aksi
Nasional Pendidikan Karakter (2010): pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan
nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk,
memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan
sepenuh hati.
Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan
mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation)
tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana
yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya
(psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja
aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau
loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter
menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan.
Berdasarkan alur pikir pembangunan karakter bangsa, pendidikan merupakan salah
satu strategi dasar dari pembangunan karakter bangsa yang dalam pelaksanaannya harus
dilakukan secara koheren dengan beberapa strategi lain. Strategi tersebut mencakup, yaitu
sosialisasi/penyadaran, pemberdayaan, pembudayaan dan kerjasama seluruh komponen
bangsa. Pembangunan karakter dilakukan dengan pendekatan sistematik dan integratif dengan
melibatkan keluarga, satuan pendidikan, pemerintah, masyarakat sipil, anggota legislatif, media
massa, dunia usaha, dan dunia industri (Buku Induk Pembangunan Karakter, 2010). Sehingga
satuan pendidikan adalah komponen penting dalam pembangunan karakter yang berjalan
secara sistemik dan integratif bersama dengan komponen lainnya.
B. Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan karakter
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh,
kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik,
berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai
oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,
berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang
multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga,
satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media
massa.
C. Nilai-nilai Pembentuk Karakter
Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan
nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan masing-masing.
Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter pada satuan pendidikan yang untuk
selanjutnya pada saat ini diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai
prakondisi (the existing values) yang dimaksud antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan
santun.
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi
18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu:
(1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8)
Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12)
Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca,
(16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung Jawab (Pusat Kurikulum.
Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. 2009:9-10). Nilai dan
deskripsinya terdapat dalam Lampiran 1.
Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan
pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya dengan cara melanjutkan nilai
prakondisi yang diperkuat dengan beberapa nilai yang diprioritaskan dari 18 nilai di atas.
Dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda
antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain. Hal itu tergantung pada
kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Di antara berbagai nilai yang
dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan
mudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih,
rapih, nyaman, disiplin, sopan dan santun.
D. Proses Pendidikan Karakter
Proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup
seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas
sosiokultural dalam konteks interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat.
Totalitas psikologis dan sosiokultural dapat dikelompokkan sebagaimana yang digambarkan
dalam bagan berikut:
bahwa pada hakekatnya perilaku seseorang yang berkarakter merupakan
perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia
(kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial-kultural dalam konteks interaksi
(dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyrakat) dan berlangsung sepanjang hayat.
Konfigurasi karakter dalam kontek totalitas proses psikologis dan sosial-kultural dapat
dikelompokkan dalam: (1) olah hati (spiritual & emotional development); (2) olah pikir (intellectual
development); (3) olah raga dan kinestetik (physical & kinesthetic development); dan (4) olah rasa dan
karsa (affective and creativity development). Proses itu secara holistik dan koheren memiliki saling
keterkaitan dan saling melengkapi, serta masing-masingnya secara konseptual merupakan
gugus nilai luhur yang di dalamnya terkandung sejumlah nilai sebagaimana dapat di lihat pada
gambar di atas (Desain Induk Pendidikan Karakter, 2010: 8-9).
STRATEGI PENDIDIKAN KARAKTER
A. Strategi di Tingkat Kementerian Pendidikan Nasional
Pendekatan yang digunakan Kementerian Pendidikan Nasional dalam pengembangan
pendidikan karakter, yaitu:
pertama melalui stream top down;
kedua melalui stream bottom up; ketiga melalui stream revitalisasi program.
Strategi yang dimaksud secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Stream Top Down
Jalur/aliran pertama inisiatif lebih banyak diambil oleh Pemerintah/Kementerian
Pendidikan Nasional dan didukung secara sinergis oleh Pemerintah daerah dalam hal ini
Dinas pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam stream ini pemerintah menggunakan
lima strategi yang dilakukan secara koheren, yaitu:
a. Sosialisasi
Kegiatan ini bertujuan untuk membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya
pendidikan karakter pada lingkup/tingkat nasional, melakukan gerakan kolektif dan
pencanangan pendidikan karakter untuk semua.
b. Pengembangan regulasi
Untuk terus mengakselerasikan dan membumikan Gerakan Nasional Pendidikan
Karakter, Kementerian Pendidikan Nasional bergerak mengonsolidasi diri di tingkat
internal dengan melakukan upaya-upaya pengembangan regulasi untuk memberikan
payung hukum yang kuat bagi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pendidikan
karakter.
c. Pengembangan kapasitas
Kementerian Pendidikan Nasional secara komprehensif dan massif akan melakukan
upaya-upaya pengembangan kapasitas sumber daya pendidikan karakter. Perlu disiapkan
satu sistem pelatihan bagi para pemangku kepentingan pendidikan karakter yang akan
menjadi aktor terdepan dalam mengembangkan dan mensosialisikan nilai-nilai karakter.
d. Implementasi dan kerjasama
Kementerian Pendidikan Nasional mensinergikan berbagai hal yang terkait dengan
pelaksanaan pendidikan karakter di lingkup tugas pokok, fungsi, dan sasaran unit utama.
e. Monitoring dan evaluasi
Secara komprehensif Kementerian Pendidikan Nasional akan melakukan monitoring dan
evaluasi terfokus pada tugas, pokok, dan fungsi serta sasaran masing-masing unit kerja
baik di Unit Utama maupun Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, serta Stakeholder
pendidikan lainnya. Monitoring dan evaluasi sangat berperan dalam mengontrol dan
mengendalikan pelaksanaan pendidikan karakter di setiap unit kerja.
2. Stream Bottom up
Pembangunan pada jalur/tingkat (stream) ini diharapkan dari inisiatif yang datang dari
satuan pendidikan. Pemerintah memberikan bantuan teknis kepada sekolah-sekolah yang
telah mengembangkan dan melaksanakan pendidikan karakter sesuai dengan ciri khas di
lingkungan sekolah tersebut.
3. Stream Revitalisasi Program
Pada jalur/tingkat ketiga, merevitalisasi kembali program-program kegiatan
pendidikan karakter di mana pada umumnya banyak terdapat pada kegiatan ekstrakurikuler
yang sudah ada dan sarat dengan nilai-nilai karakter.
Integrasi Tiga Pendekatan (top down-bottom up-revitalisasi)
Ketiga jalur/tingkat top down yang lebih bersifat intervensi, bottom up yang lebih bersifat
penggalian bestpractice dan habituasi, serta revitalisasi program kegiatan yang sudah ada yang
lebih bersifat pemberdayaan.
Ketiga pendekatan tersebut, hendaknya dilaksanakan secara terintegrasi dalam
keempat pilar penting pendidikan karakter di sekolah sebagaimana yang dituangkan dalam
Desain Induk Pendidikan Karakter, (2010:28), yaitu: kegiatan pembelajaran di kelas,
pengembangan budaya satuan pendidikan, kegiatan ko-kurikuler, dan ekstrakurikuler.
B. Strategi di Tingkat Daerah
Ada beberapa langkah yang digunakan pemerintah daerah dalam pengembangan
pendidikan karakter, dimana semuanya dilakukan secara koheren.
1. Penyusunan perangkat kebijakan di tingkat kabupaten/kota.
Pendidikan adalah tugas sekolah, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Untuk
mendukung terlaksananya pendidkan karakter di tingkat satuan pendidikan sangat
dipengaruhi dan tergantung pada kebijakan pimpinan daerah yang memiliki wewenang
untuk mensinerjikan semua potensi yang ada didaerah tersebut termasuk melibatkan
instansi-instansi lain yang terkait dan dapat menunjang pendidikan karakter ini. Untuk itu
diperlukan dukungan yang kuat dalam bentuk payung hukum bagi pelaksanaan kebijakan,
program dan kegiatan karakter.
2. Penyiapan dan penyebaran bahan pendidikan karakter yang diprioritaskan
Bahan pendidikan karakter yang dibuat dari pusat, sebagian masih bersifat umum dan
belum mencirikan kekhasan daerah tertentu. Oleh karena itu diperlukan penyesuaian dan
penambahan baik indikator maupun nilai itu sendiri berdasarkan kekhasan daerah. Selain
itu juga perlu disusun strategi dan bentuk-bentuk dukungan untuk menggandakan dan
menyebarkan (bukan hanya dikalangan persekolahan tapi juga di lingkungan masyarakat
luas).
3. Memberikan dukungan kepada Tim Pengembang Kurikulum (TPK) tingkat
kabupaten/kota melalui Dinas Pendidikan
Pembinaan persekolahan untuk pendidikan karakter yang bersumber nilai-nilai yang
diprioritaskan sebaiknya dilakukan terencana dan terprogram dalam sebuah program di
dinas pendidikan. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan oleh tim professional tingkat daerah
seperti tim TPK Kabupaten/kota.
4. Dukungan sarana, Prasarana, dan Pembiayaan
Dukungan sarana, prasarana, dan pembiayaan ditunjang bukan hanya oleh dinas
pendidikan tapi juga oleh dinas-dinas lain yang terkait seperti dinas
pertamanan/pertanian dalam mengadakan tanaman hias atau tanaman produktif
C. Strategi di Tingkat Satuan Pendidikan
Strategi pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan merupakan suatu kesatuan dari
program manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang terimplementasi dalam
pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum oleh setiap satuan pendidikan. Strategitersebut diwujudkan melalui pembelajaran aktif dengan penilaian berbasis kelas disertaidengan program remidiasi dan pengayaan.
1. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dalam kerangka pengembangan karakter peserta didik dapat
menggunakan pendekatan kontekstual sebagai konsep belajar dan mengajar yang membantu
guru dan peserta didik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata,
sehingga peserta didik mampu untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Dengan begitu, melalui
pembelajaran kontekstual peserta didik lebih memiliki hasil yang komprehensif tidak hanya
pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi pada tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta
psikomotor (olah raga).
Pembelajaran kontekstual mencakup beberapa strategi, yaitu: (a) pembelajaran
berbasis masalah, (b) pembelajaran kooperatif, (c) pembelajaran berbasis proyek, (d)
pembelajaran pelayanan, dan (e) pembelajaran berbasis kerja. Kelima strategi tersebut dapat
memberikan nurturant effect pengembangan karakter peserta didik, seperti: karakter cerdas,
berpikir terbuka, tanggung jawab, rasa ingin tahu.
2. Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar
Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan
pengembangan diri, yaitu:
a. Kegiatan rutin
Kegiatan rutin yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan
konsisten setiap saat. Misalnya kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan,
pemeriksanaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk
kelas, berdo’a sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila
bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman.
b. Kegiatan spontan
Kegiatan yang dilakukan peserta didik secara spontan pada saat itu juga, misalnya,
mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan
untuk masyarakat ketika terjadi bencana.
c. Keteladanan
Merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan peserta didik dalam
memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi
panutan bagi peserta didik lain. Misalnya nilai disiplin, kebersihan dan kerapihan, kasih
sayang, kesopanan, perhatian, jujur, dan kerjakeras.
d. Pengkondisian
Pengkondisian yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan
karakter, misalnya kondisi toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan
pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang di lorong sekolah dan di dalam kelas.
3. Kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler
Demi terlaksananya kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler yang mendukung
pendidikan karakter, perlu didukung dengan dengan perangkat pedoman pelaksanaan,
pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam rangka mendukung pelaksanaan
pendidikan karakter, dan revitalisasi kegiatan ko dan ekstrakurikuler yang sudah ada ke arah
pengembangan karakter.
4. Kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat
Dalam kegiatan ini sekolah dapat mengupayakan terciptanya keselarasan antara
karakter yang dikembangkan di sekolah dengan pembiasaan di rumah dan masyarakat. Agar
pendidikan karakter dapat dilaksanakan secara optimal, pendidikan karakter dapat
diimplementasikan
D. Penambahan Alokasi Waktu Pembelajaran
Apabila pendidikan karakter diintegrasikan dalam ko-kurikuler dan ekstrakurikuler
akan memerlukan waktu sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Untuk itu,
penambahan alokasi waktu pembelajaran dapat dilakukan, misalnya:
1. Sebelum pembelajaran di mulai atau setiap hari seluruh siswa diminta membaca surat-surat
pendek dari kitab suci, melakukan refleksi (masa hening) selama 15 s.d 20 menit.
2. Di hari-hari tertentu sebelum pembelajaran dimulai dilakukan kegiatan muhadarah
(berkumpul dihalaman sekolah) selama 35 menit. Kegiatan itu berupa baca Al-Quran dan
terjemahan, maupun siswa berceramah dengan tema keagamaan sesuai dengan kepercayaan
masing-masing dalam beberapa bahasa (bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa
Daerah, serta bahasa asing lainnya), kegiatan ajang kreatifitas seperti: menari, bermain
musik dan baca puisi. Selain itu juga dilakukan kegiatan bersih lingkungan dihari Jum’at
atau Sabtu (Jum’at/Sabtu bersih).
3. Pelaksanaan ibadah bersama-sama di siang hari selama antara 30 s.d 60 menit.
4. Kegiatan-kegiatan lain diluar pengembangan diri, yang dilakukan setelah jam pelajaran
selesai.
5. Kegiatan untuk membersihkan lingkungan sekolah sesudah jam pelajaran berakhir
berlangsung selama antara 10 s.d 15 menit.
E. Penilaian Keberhasilan
Untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter di satuan
pendidikan dilakukan melalui berbagai program penilaian dengan membandingkan kondisi
awal dengan pencapaian dalam waktu tertentu. Penilaian keberhasilan tersebut dilakukan
melalui langkah-langkah berikut:
1. Menetapkan indikator dari nilai-nilai yang ditetapkan atau disepakati
2. Menyusun berbagai instrumen penilaian
3. Melakukan pencatatan terhadap pencapaian indikator
4. Melakukan analisis dan evaluasi
5. Melakukan tindak lanjut
Penulis menilai sistem pengelolaan kekayaan bangsa Indonesia masih mengadopsi kolonial yang sealalu mengandalkan kesempatan menjauhkan dari sifat fitrah manusia yang bersih dan amanah, sehingga mendesak lahirnya generasi harapan kedepan bukan saja atas nama bangsa yang membangun dan perubahan bukan saja pada sikap namun mulai tatanan produk hukum yang serasi dengan pembangunan alam nusantara.
PENJAJAHAN ZAMAN BELANDA
Pada zaman penjajahan Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakaiistilah To-Indo (Hindia Timur).Sebelum revolusi industri, profesi akuntan belum dikenal secara resmi di Amerikaataupun di Inggris. Namun terdapat beberapa fungsi dalam manajemen perusahaan yangdapat disamakan dengan fungsi pemeriksaan. Selama masa penjajahan kolonial Belandayang menjadi anggota profesi akuntan adalah akuntan-akuntan Belanda dan beberapaakuntan Indonesia. Pada waktu itu pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalahpendidikan tata buku diberikan secara formal pada sekolah.Kepulauan Seribu yang terletak di teluk Jakarta pada zaman penjajahan Belandaadalah perairan yang sibuk. Tahun 1619, ketika VOC mencengkeram tanah Jawa, PulauOnrust, dan sekitarnya, termasuk Pulau Bidadari, dibuatlah benteng pertahanan. Pasalnya,pulau ini tak pernah sepi dari aktivitas bongkar muat kapal di masa itu. Sayangnya,benteng-benteng di Kepulauan Seribu ini berhasil dikalahkan Inggris di tahun 1800.Setelah dibangun lagi di tahun 1840 sebagai pangkalan .Pada tahun 1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia masih dijajahInggris. Malaysia, Brunei, dan Singapura masih dijajah Inggris. Pada saat itu, denganmenggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara- negarakawasan seperti ... Hal ini sudah dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang. MulanyaBahasa Indonesia ditulis dengan tulisan Latin-Romawi mengikuti ejaan Belanda, hinggatahun 1972 ketika Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dicanangkan. Kecuali Indonesiadan Papua Barat sama-sama merupakan bagian penjajahan Belanda, kedua bangsa inisungguh tidak memiliki garis paralel maupun hubungan politik sepanjang perkembangansejarah. Masa depan: Tidak diikut-sertakannya rakyat Papua Barat sebagai subjek masalah di dalam Konferensi Meja Bundar, New York Agreement yang mendasari Act of Free Choice, Roma Agreement dan lain-lainnya merupakan pelecehan hak penentuannasib sendiri yang dilakukan oleh pemerintah.Menurut sejarah, kerajaan yang pernah menguasai Bangka Belitung adalahSriwijaya, Majapahit, Malaka, Johor, Mataram, Banten dan Kesultanan Palembang.Selain itu, Bangka Belitung juga pernah dikuasasi oleh penjajah Belanda dan Inggris.Eropa Barat, terutama Inggris menjadi pusat perdagangan pada masa revolusi industri.Pada waktu itu pula akuntansi mulai berkembang dengan pesat. Pada akhir abad ke-19,sistem pembukuan berpasangan berkembang di Amerika Serikat yang disebut ... PadaZaman penjajahan Belanda, perusahaan- perusahaan di Indonesia menggunakan tatabuku. Akuntansi tidak sama dengan tata buku walaupun asalnya sama-sama daripembukuan berpasangan. Akuntansi sangat luas ruang lingkupnya. Pada masa penjajahanBelanda, terdapat lembaga semacam parlemen bentukan Penjajah Belanda yangdinamakan Volksraad. Pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda mengakhiri masa penjajahanselama 350 tahun di Indonesia
Kolonisasi VOC
Mulai tahun1602 Belandasecara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaankecil yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalahTimor Portugis, yang tetap dikuasaiPortugalhingga1975 ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernamaTimor Timur . Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun, kecuali untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari IndonesiadikuasaiBritaniasetelahPerang Jawa Britania-Belandadan masa penjajahanJepang pada masaPerang Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkanHindia- Belanda menjadi salah satu kekuasaan kolonial terkaya di dunia. 350 tahun penjajahanBelanda bagi sebagian orang adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukkankemudian setelah Belanda mendekati kebangkrutannya.Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung olehpemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernamaPerusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda:
Verenigde Oostindische Compagnie
atau VOC). VOC telahdiberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebutoleh Parlemen Belanda pada tahun1602.Markasnya berada diBatavia, yang kini bernamaJakarta.Tujuan utama VOC adalah mempertahankanmonopolinyaterhadapperdagangan rempah-rempahdi Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancamankekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasilrempah-rempah, danterhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Bandaterus menjualbiji palakepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruhpopulasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala.VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpinMataramdanBanten. Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 dan setelah kekuasaan Britaniayang pendek di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah Belanda mengambil alihkepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil ditumpasdalam Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksayang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mulai diterapkan. Dalamsistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadipermintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll. Hasil tanaman itu kemudiandiekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada parapelaksananya – baik yang Belanda maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa iniadalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870
Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Kebijakan Beretika(bahasa Belanda: Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalampendidikan bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonialsecara langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi baginegara Indonesia saat ini.
Kolonisasi pemerintah Belanda
Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18dan setelah kekuasaan Britaniayang pendek di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas dalam Perang Diponegoropada tahun1825-1830. Setelah tahun1830 sistemtanam paksa yang dikenal sebagai
cultuurstelsel
dalambahasa Belandamulai diterapkan. Dalamsistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadipermintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopidll. Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada parapelaksananya - baik yang Belanda maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa iniadalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870. Pada 1901pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebutPolitik Etis (bahasa Belanda:
Ethische Politiek
), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikanbagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendralJ.B. van Heutszpemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secaralangsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negaraIndonesia saat ini.
PENJAJAHAN ZAMAN INGGRIS
Pemerintah Inggris mulai menguasai Indonesia sejak tahun 1811 pemerintah Inggrismengangkat Thomas Stamford Raffles (TSR) sebagai Gubernur Jenderal di Indonesia.Ketika TSR berkuasa sejak 17 September 1811, ia telah menempuh beberapa langkahyang dipertimbangkan, baik di bidang ekonomi, social, dan budaya. Penyerahan kembaliwilayah Indonesia yang dikuasai Inggris dilaksanakan pada tahun 1816 dalam suatupenandatanganan perjanjian. Pemerintah Inggris diwakili oleh John Fendall, sedangkanpihak dari Belanda diwakili oleh Van Der Cappelen. Sejak tahun 1816, berakhirlahkekuasaan Inggris di Indonesia
Syair-syair indah para pujangga hanya terlelap untuk kita lantunkan momen formal, pantun-pantun petua filosfi kerakyatan tinggal pada tatanan adab yang mungkin harus melekat pada sendi-sndi kehidupan kita. Mereka semua mengambila makna hakiki dari Ilahi Rabi, Sang Pencipta Alam Semesta bumi Indonesia.
Nilai-nilai budaya barat yang ; Modernisme ( Ilmu pengetahuan dan Tehnologi ) dan Globalisasi ( fitrah manusia ) yang kita kutip sebagai akulturasi atas kemajuan peradaban manusia, dan itu riskan kita mulai saat ini karena hasil olah tangan Pahlawan tanpa Jasa ( guru ) terlanjur kisruh dengan segala belenggu, mulai dari atasan sampai bawahan yang berfilsafah Pragmatisme bukan untuk dipungkiri kehebatannya namun diragukan hasil guna pembangunan yang ibarat makan buah simala kama,
Kehendak rakyat bukan fitrah manusia yang didalamnya hanya ada panji-panji dan simbul terselubung dalam pemerataan pembangunan, beda sekali dengan kehendak Sang Pencipta Fitrah. Dan masih perlu dipertanyakan lagi pola pemikiran Indonesia kedepan bukan jaminan wujud realita keberhasian kurikulum, tapi pembuat dan kebijakan dunia pendidikan memang murni membangun bumi kemerdekaan oleh orang yang merdeka dari belenggu penjajahan, ibarat luka makin dalam maka makin lama pula penyembuhannya, terapipun talkakan sembuh total.
Sebuah analisa perlu menjadi sorotan sang pembaca untuk berlapang dada, bagai burung garuda semakin lebar kepak atau dadanya yang membuat sayap kukuh membawa terbang tinggi, seirama dengan lagu Indoseia Raya ; “ bangunlah jiwanya bangunlah badannya untuk Indonesia raya “.

Bahan Acuan
Badan Diklat Depdagri dalam Modul Kepemimpinan Pemerintahan Daerah, Mata Diklat Konsepsi Kepemimpinan Pemerintah Daerah, 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar