Soal – Jawab Ilmu Al-Qur’an
S1: Apa yang dimaksud dengan Ilmu-ilmu Alquran?
J1: | Yaitu ilmu yang mencakup pembahasan yang menyeluruh dan penting yang berkaitan dengan Alquran dari berbagai segi. Seperti posisinya sebagai Alquran, petunjuk dan mukjizatnya. Kedua bidang tersebut dapat menjadi cabang ilmu tersendiri. |
S2: Kapan munculnya karya-karya tentang ilmu-ilmu Alquran sehingga menjadi cabang ilmu tersendiri dan sebutkan beberapa ulama yang menulis dalam bidang itu sejak kemunculannya hingga kini?
J2: | Penulisan buku ilmu Alquran dimulai pada abad ketiga Hijriah, oleh Haris bin Asad Al Muhasibi (wafat tahun 243 H.) yaitu kitab Fahmu Al Qur'an (Pemahaman Alquran), lalu disusul dengan kitab At Tanbih 'Ala Fadhli Ulumi Al Qur'an (Peringatan Akan Keutamaan Ilmu Alquran) yang dikarang oleh Ibnu Habib An Naisaburi (wafat tahun 406 H.) pada abad kelima Hijriah. Kemudian Abu Faraj Al Jauzi (wafat pada tahun 597 H.) dengan kitabnya Funun Al Afnan fi Ulumi Al Qur'an (Seni-seni Ilmu Alquran). Pada abad ketujuh Hijriah Syekh Ilmu Ad Din Ali bin Muhammad As Sakhawi (wafat tahun 643 H.) mengarang sebuah kitab yang berjudul Jamalu Al Qurra' (Keindahan Para Qari'). Begitu juga Abdurrahman bin Ismail bin Ibrahim yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Samah (wafat tahun 665 H.) mengarang sebuah buku yang dinamai Al Mursyid Al Wajiz Ila Ulumin Tata'allaqu bil Kitabi Al 'Aziz. Pada awal abad kedelapan banyak pengarang menulis tentang tema-tema ini, seperti Imam Badruddin Muhammad bin Abdullah Zarkasyi (wafat tahun 794 H.) mengarang kitab yang sangat berharga dengan judul Al Burhan Fi Ulumil Qur'an, yang menyebutkan di dalamnya empat puluh tujuh macam ilmu Alquran. Juga Syaikhul Islam Taqiyudin Ahmad bin Taimiah (wafat 728 H.) mengarang buku kecil tentang dasar-dasar tafsir, buku ini sangat berharga sekali yang mencakup sebagian ilmu Alquran. Pada abad kesembilan ilmu ini semakin berkembang. Muhammad bin Sulaiman Al Kafiji (wafat tahun 879 H.) mengarang sebuah kitab, seperti yang diakuinya tidak ada yang mendahuluinya. Pada abad ini juga Jalaludin Al Balqini (wafat 824 H.) mengarang kitab yang diberi judul Mawaqi'ul Ulum Min Mawaqi'i An Nujum yang menyebutkan di dalamnya lebih dari lima puluh macam ilmu Alquran. Lalu datanglah Imam Suyuthi, mengarang sebuah kitab yang berjudul At Tahbir fi Ulumi At Tafsir. Tidak hanya berhenti sampai di situ, ia mengarang kitab yang diberi judul Al Itqan fi Ulumi Al Qur'an, di dalam kitabnya ini Suyuthi menyebutkan delapan puluh macam ilmu Alquran. Kitab ini merupakan rujukan terlengkap dalam bidang ilmu Alquran dan para generasi setelahnya menjadikannya sebagai rujukan utama hingga kini. Selanjutnya, setelah Imam Suyuthi wafat aktifitas mengarang kitab tentang tema-tema ini mengalami kefakuman bahkan nyaris terhenti, kecuali ada beberapa karangan saja sampai tiba abad terakhir. Pada masa ini (abad terakhir) ilmu-ilmu Al Quran pun berkembang tidak hanya terbatas pada pembahasan-pembahasan ulama dahulu akan tetapi ditambah dengan kajian dan pembahasan lain. Seperti terjemah Alquran ke dalam bahasa-bahasa asing, kajian ini menimbulkan pro dan kontra antara yang membolehkan dan yang tidak membolehkan. Pada masa ini pula muncullah berbagai syubuhat yang dilontarkan kaum orientalis dan penulis-penulis modern, para pengikut mereka. Syubhat-syubhat ini mendapat bantahan keras dari para penulis yang ikhlas baik dalam bentuk buku maupun kumpulan tulisan. Hal ini tentunya turut memperkaya khazanah dan memperluas pembahasan dalam kajian Alquran dengan pembahasan yang baru. Syekh Muhammad Khidhir Husain, salah seorang Syekh Azhar menulis sebuah buku sebagai bantahan terhadap karya Thaha Husain, As Syi'r al Jahili (Syair Jahiliah) yang menyebutkan tentang syubhat-syubhat dalam Alquran. Karangan serupa ditulis juga oleh Syekh Muhammad Arafah yang berisikan tentang bantahan atas pikiran-pikiran Thaha Husain yang tertuang dalam materi-materi kuliah yang disampaikan pada ceramah-ceramah yang berkisar pada kritikan terhadap Alquran. Kitab itu diberi judul Naqdu Matha'ini Al Qur'an Al Karim (Kritik Terhadap Kritikan Alquran). Di antara karya-karya tentang Ilmu Alquran pada masa ini adalah kitab At Tibyan Li Ba'dhi Al Mabahis Al Muta'alliqah bil Qur'an (Penjelasan Terhadap Beberapa Kajian Tentang Alquran) karangan Syekh Thahir Al Jazairi, Kitab Manhajul Furqan fi Ulumi Al Qur'an (Metode Furqan Tentang Ilmu Alquran) karangan Syekh Muhammad Ali Salamah, Kitab Manahilu Al Irfan Fi Ulumi Al Qur'an (Sumber-sumber Pengetahuan Dalam Ilmu Alquran) karangan Syekh Muhammad Abdul Azhim Zarqani, Kitab Al Madkhal Li Dirasati Al Qur'an Al karim (Pengantar Studi Alquran) karangan Dr. Muhammad Muhammad Abu Syuhbah. Mahmud Abu Daqiqah salah seorang ulama Al Azhar juga menulis buku tentang ilmu-ilmu Al Quran dengan sajian yang sederhana. Selain itu masih banyak lagi buku-buku dan kajian-kajian lain tentang Ilmu Al Quran. |
S3: Bagaimana Alquran diturunkan kepada Nabi saw.?
J3: | Jibril mendengar Alquran langsung dari Allah lalu diturunkan kepada Muhammad saw. Lafal saat diturunkannya ada tiga macam:
|
S3: Berapa lama Alquran diturunkan kepada Nabi saw.?
J3: | Alquran diturunkan kepada Nabi secara berkala selama dua puluh tiga tahun. |
S4: Apa hikmah diturunkannya Alquran secara berkala?
J4: | Hikmahnya banyak, di antaranya:
|
S5: Bagaimana cara mengetahui ayat Al Quran yang pertamakali dan terakhirkali diturunkan?
J5: | Permasalahan ini harus berdasarkan pada nukilan dari para sahabat atau tabi'in. Di sini akal tidak dapat berperan kecuali dengan melakukan tarjih atau dengan menggabungkan antara beberapa dalil yang secara lahirnya bertentangan. |
S6: Apa manfaat mengetahui awal dan akhir ayat Alquran yang diturunkan?
J6: | Pengetahuan itu akan mendatangkan manfaat, di antaranya adalah:
|
S7: Ayat apakah yang pertama kali diturunkan?
J8: | Para ulama berselisih pendapat tentang ayat Alquran pertama yang diturunkan secara mutlak. Secara umum ada empat pendapat:
Sedangkan awal surat Al 'Alaq jelas merupakan ayat pertama yang diturunkan.
Pendapat ini merujuk kepada riwayat Baihaqi dalam kitab Fi Dala'ili An Nubuwah (Bukti-bukti Kenabian), dan Al Wahidi, dari Abu Muyasarah Amru bin Syurahbil bahwa Rasul saw. berkata kepada Khadijah: Ketika aku sedang menyendiri, aku mendengar seruan, demi Allah aku khawatir bahwa yang demikian ini akan mendatangkan suatu perkara. Khadijah berkata: Aku berlindung kepada Allah, sekali-kali Allah tidak akan menimpakan keburukan kepadamu. Demi Allah, sungguh engkau telah mengemban amanat dengan baik, menyambung silaturahmi, dan berkata jujur. Ketika Abu Bakar datang, ia menuturkan kisah Muhammad itu kepadanya, lalu berkata: Pergilah dengan Muhammad kepada Waraqah (Waraqah bin Naufal). Keduanya berangkat menuju Waraqah dan menceritakan semua yang dialami. Muhammad berkata: “Ketika aku menyendiri, aku mendengar seruan dari belakangku: Wahai Muhammad, wahai Muhammad..”, aku lari meninggalkan seruan itu. Waraqah berkata: “Janganlah engkau bertindak seperti itu, jika nanti datang kepadamu, tegarlah sampai kamu mendengar kemudian datanglah kemari dan ceritakan kepadaku”. Ketika sedang menyendiri terdengarlah suara panggilan: Wahai Muhammad, katakanlah بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ(1)الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ(2)الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ(3)مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ(4)إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ(5)اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ(6)صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ Artinya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Yang menguasai hari pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan, Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (Al Fatihah: 1-7). Pendapat ini dapat dibantah dengan mengatakan bahwa hadis tersebut adalah hadis mursal, sekalipun para perawinya tsiqat (terpercaya) dan ia tidak dapat menandingi hadis marfu' yang diriwayatkan Aisyah radhiallahu anha. Pendapat pertama adalah yang paling kuat.
Pendapat ini diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan oleh Al Wahidi dengan sanadnya disandarkan kepada Ikrimah dan Hasan, mereka berkata: Wahyu pertama yang diturunkan adalah بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ dan awal surat اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan lainnya, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Wahyu pertama yang diturunkan oleh Jibril kepada Nabi saw. adalah ucapan Jibril: Wahai Muhammad bacalah Auzu Billah, aku berlindung kepada Allah. Lalu Jibril berkata: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ Pendapat ini dibantah oleh Suyuti, ia berkata: Menurutku hal itu tidak dapat dianggap sebagai alasan, oleh karena turunnya surat memang selalu disertai dengan basmalah yang merupakan awal surat setiap wahyu turun. Dr. Muhammad Abu Syuhbah, dalam bukunya Al Madkhal menanggapi alasan pendapat di atas, ia berkata: Alasan di atas tidak dapat diterima karena hadis-hadis shahih tentang turunnya wahyu pertama, yaitu hadis Aisyah dan hadis lainnya tidak pernah dijumpai turunnya basmalah pada permulaannya. Hadis tentang turunnya basmalah ini adalah hadis mursal. |
S9: Ayat apakah yang terakhir kali diturunkan?
J9: | Tidak ada hadis-hadis tentang hal itu yang sanadnya sampai ke Nabi saw. akan tetapi yang ada adalah riwayat dari beberapa sahabat dan tabiin, yang mereka simpulkan dari apa-apa yang mereka lihat berkenaan dengan turunnya wahyu, dan isyarat dari beberapa peristiwa yang terjadi, di mana sebagian mereka tidak mendengar sebagaimana yang telah didengar sebagian yang lain. Sebagian melihat dan yang lain tidak. Oleh karena itu terjadilah perselisihan pendapat di antara ulama salaf (terdahulu) mengenai wahyu terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Maka muncullah pendapat-pendapat yang semakin meluas:
Pendapat ini diperkuat dengan sebuah riwayat dari Bukhari, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Ayat terakhir yang turun kepada Nabi adalah ayat riba. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi, dari Umar hadis seperti itu. Yang dimaksud dengan ayat riba adalah ayat yang telah disebutkan di atas. Bantahan pendapat ini adalah, bahwa ayat tersebut merupakan ayat terakhir mengenai riba.
Alasan dari pendapat ini adalah riwayat Bukhari dan Muslim, dari Barra' bin Azib, ia berkata: Surat terakhir yang diturunkan adalah Baraah, dan ayat terakhir yang diturunkan adalah, يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ. Bantahan untuk pendapat ini adalah bahwa surat Baraah adalah wahyu terakhir mengenai perang dan jihad.
Pendapat ini diperkuat oleh hadis riwayat Bukhari dan lainnya, dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Ayat ini وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا adalah ayat terakhir yang diturunkan, dan tidak dihapus sedikit pun”. Pendapat ini dapat dibantah bahwa ayat ini adalah ayat terakhir tentang hukum membunuh orang mukmin dengan sengaja. Selain itu masih banyak pendapat-pendapat lain tentang wahyu terakhir yang diturunkan. |
S10: Apa yang dimaksud dengan Asbabun nuzul?
J10: | Asbabun nuzuladalah sesuatu yang terjadi pada saat turun ayat atau beberapa ayat, lalu ayat atau beberapa ayat itu berbicara atau menerangkan tentang hukumnya. |
S11: Bagaimana cara mengetahuinya?
J11: | Tidak ada jalan lain untuk mengetahui sebab-sebab turun, kecuali dengan mengambil dengan benar dari mereka yang langsung menyaksikan penurunan wahyu dan tahu sebab-sebabnya, seperti sahabat-sahabat Nabi saw., atau dari orang yang mengkaji ilmu-ilmunya, seperti para ahli tafsir yang mengambil dari para sahabat itu. |
S12: Apa manfaat mengetahuinya?
J12: | Banyak manfaat yang dapat diambil, di antaranya adalah:
|
S13: Apa definisi Makiah dan Madaniah?
J13: | Para ulama mempunyai tiga definisi:
|
S14: Bagaimanakah awal mula ide pengumpulan Alquran pada zaman Abu Bakar ra.?
J14: | Ketika banyak para sahabat gugur khususnya mereka yang hafal Alquran dalam peperangan melawan orang-orang murtad dan peperangan lainnya, kaum muslimin merasa khawatir, maka Umar bin Khathab mengadukannya kepada Abu Bakar, dan mengusulkan agar mengumpulkan dan menyatukan lembaran-lembaran Al Quran yang telah tertulis seluruhnya pada masa Rasulullah yang sebelumnya masih terpencar-pencar karena dikhawatirkan akan hilang bersama hafalan para hufaz. Semula Abu Bakar merasa ragu untuk melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah itu. Akan tetapi Umar terus meyakinkan bahwa tindakan seperti ini adalah benar, bahkan merupakan salah satu sarana yang bermanfaat untuk menjaga kitab Alquran dan untuk menjaganya dari kemusnahan dan penyelewengan, dan bukanlah tindakan bidah yang dilarang. |
S15: Bagaimana cara Abu Bakar mengumpulkan Alquran?
J15: | Untuk melaksanakan tugas ini Abu Bakar memilih salah seorang sahabat pilihan, yaitu Zaid bin Tsabit ra. seorang penghafal dan pencatat wahyu Rasulullah, ia menyaksikan simakan Alquran yang terakhir, di akhir hayat Rasul saw. Ia dikenal sebagai orang yang konsekwen dalam agamanya, memegang amanah, sangat wara', dan cerdas. Sebagaimana Abu Bakar, pada mulanya Zaid pun ragu dengan proyek ini akan tetapi lama kelamaan ia pun menjadi yakin. Maka mulailah Zaid mengumpulkan lembaran-lembaran Al Quran di bawah arahan Abu Bakar, Umar dan pemuka-pemuka sahabat yang lain sampai selesai dan sesuai dengan apa yang diharapkan. |
S16: Apa dasar-dasar yang ditetapkan oleh Abu Bakar dalam penulisan Mushaf?
J16: | Dalam pengumpulan Alquran Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit agar menjadikan apa yang ditulis langsung dari Rasulullah sebagai rujukan utama dan diperkuat dengan hafalan para hufaz. Disebutkan dalam kitab Fathul Bari Alquran telah tertulis seluruhnya pada masa Nabi saw. hanya saja belum terkumpul dan tersusun dalam satu tempat. Dalam hal ini Zaid berkata — sebagaimana yang diriwayatkan dalam shahih Bukhari di sebuah hadis yang panjang — : Aku meneliti Al Quran secara seksama dengan mengumpulkannya dari apa yang tertulis pada lembaran pelepah-pelepah kurma dan lempengan batu-batu tulis serta dari hafalan para hufaz. Dengan dasar-dasar inilah Alquran dapat terkumpul di bawah bimbingan Abu Bakar, Umar dan para pemuka sahabat serta ijma' (konsensus) umat pada saat itu tanpa ada seorang pun yang membantahnya. Mushaf ini disimpan oleh Abu Bakar, setelahnya disimpan oleh Umar bin Khathab dan selanjutnya disimpan oleh Umu Al Mukminin, Hafshah binti Umar sepeninggalan ayahnya. Mushaf inilah yang dijadikan standar oleh Usman bin Affan dalam menyalin mushaf dan dikirimkan ke wilayah-wilayah. |
S17: Apa yang mendorong Usman ra. menyalin Mushaf dan mengirimkannya ke beberapa wilayah?
J17: | Pada masa Usman bin Affan ketika wilayah penaklukan semakin luas dan umat Islam tersebar di wilayah-wilayah, sementara itu umat Islam di setiap wilayah mengikuti qiraat sahabat yang terkenal yang tinggal dengan mereka. Di antara mereka telah terjadi perbedaan huruf bacaan dan qiraat. Melihat kenyataan itu Hudzaifah bin Yaman melaporkan kepada khalifah Usman bin Affan. Ia berkata: “Wahai Amirul Mukminin bertindaklah terhadap umat ini sebelum mereka berselisih tentang kitabnya sebagaimana halnya perselisihan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Berkat kecerdasannya Usman segera mengambil tindakan dengan mengumpulkan pemuka-pemuka sahabat untuk mencari jalan keluar dari masalah ini, maka mereka dengan suara bulat memutuskan untuk menyalin mushaf dan mengirimkannya ke beberapa wilayah, dan memerintahkan agar membakar mushaf selainnya dan agar tidak berpegang kepada mushaf lainnya. |
S18: Bagaimana cara Usman melaksanakan keputusan itu?
J18: | Keputusan yang bijaksana ini dilaksanakan Usman pada akhir tahun 24 dan awal tahun 25 H. Proyek ini dipercayakan kepada beberapa sahabat yang mumpuni dan hafiz, mereka itu adalah, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash dan Abdurrahman bin Haris. Tiga sahabat yang terakhir ini berasal dari suku Quraisy. Maka Utsman mengirim seorang utusan kepada Ummul Mukminin Hafshah binti Umar untuk mengambil kumpulan Al Quran yang telah dikumpulkan pada masa Abu Bakar. Lalu tim ini menyalin mushaf itu dengan dasar aturan yang telah ditetapkan oleh para sahabat. |
S19: Apa keistimewaan Mushaf Usman?
J19: | Kelebihannya adalah:
|
S20: Apa yang dimaksud dengan tafsir bil ma'tsur, disertai dengan contoh-contohnya?
J20: | Yaitu keterangan maksud dari kitab Allah yang merujuk kepada Alquran, sunah dan ucapan sahabat.
Contoh penafsiran dengan Alquran: وَمَا أَدْرَاكَ مَا الطَّارِقُ .النَّجْمُ الثَّاقِبُ (tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?, tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?, (yaitu) bintang yang cahayanya menembus,). Kalimat النَّجْمُ الثَّاقِبُ (bintang yang cahayanya menembus) adalah penafsiran dari الطَّارِقُ (malam hari) yang telah disebutkan sebelumnya. Penafsiran dengan hadis seperti penafsiran Rasul saw. atas firman Allah وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ Artinya: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi”. (Al Anfal: 60) Rasul menafsirkan Quwah dalam ayat di atas dengan memanah dan lontar lembing. Begitu juga penafsiran kalimat الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ (mereka yang dimurkai) dengan orang-orang Yahudi, dan الضَّالِّينَ (mereka yang sesat) dengan penafsiran orang-orang Nasrani. Contoh penafsiran dari riwayat sahabat, antara lain penjelasan Aisyah tentang firman Allah مَا طَابَ لَكُمْ (yang kamu senangi), beliau mengatakan: yaitu yang Aku (Allah) halalkan bagimu. Begitu juga riwayat dari Abdullah bin Umar menafsirkan kalimat الرفث pada surat Al Baqarah: 197, dengan melakukan jima' atau menyinggung masalah ini dengan perkataan. |
S21: Siapa ahli tafsir yang masyhur di kalangan sahabat?
J21: | Di antara sahabat terdapat sepuluh sahabat yang ahli dalam bidang tafsir: empat khalifah rasyidin, Ibnu Abbas, Ibnu Masud, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al Asy'ari dan Abdullah bin Zubair. |
S22: Siapa ahli tafsir yang masyhur di kalangan Tabi'in?
J22: | Penafsir terkenal di kalangan tabiin adalah: Mekah: Mujahid, Atha‘ bin Abi Rabah, Ikrimah budak Ibnu Abbas, Said bin Jubair dan Thawus. Medinah: Zaid bin Aslam, Abu Aliah, Muhammad bin Kaab Al Qurdhi. Irak: Masruq bin Ajda', Qatadah bin Di'amah, Hasan Basri, Atha' bin Abi Muslim Al Khurasani dan Murrah Al Hamdani Al Kufi. |
S23: Apa yang dimaksud dengan mukjizat Alquran?
J23: | Maksudnya adalah bahwa manusia dan jin tidak dapat meniru persis seperti Alquran atau sepuluh surat seperti Alquran, atau satu surat seperti surat Alquran setelah mereka ditantang oleh Nabi saw. hal ini tentunya membuktikan bahwa Alquran datang dari Allah. |
S24: Apa bentuk-bentuk mukjizat Alquran?
J24: | Di antara sisi mukjizat Alquran adalah:
Bahasa Alquran tidak terlepas dari apa yang telah diketahui oleh bangsa Arab, kosa katanya, struktur, dan kaidah-kaidah umumnya, kesemuanya sesuai dengan yang telah diketahui oleh bangsa Arab. Di sinilah letak kemukjizatannya, meskipun semuanya telah diketahui oleh mereka sedangkan mereka telah mencapai puncak kematangan bahasanya, akan tetapi tetap saja tidak mampu menyamainya. Jika saja Alquran tidak mempergunakan apa yang telah diketahui oleh mereka maka tentu saja mereka mendapatkan alasan untuk tidak dapat meniru dan menyamainya, maka akan membuka peluang untuk kritikan dan ejekan. Allah berfirman: “Dan jikalau Kami jadikan Alquran itu suatu bacaan dalam selain bahasa Arab tentulah mereka mengatakan: “Mengapa tidak dayat-ayatnya?”. Apakah (patut Alquran) dalam bahasa asing, sedang (rasul adalah orang) Arab?”. (Fushilat: 44)
Mukjizat Alquran dalam hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa Rasul saw. adalah buta huruf dan ini diakui (disepakati) oleh orang-orang yang mencintainya dan orang-orang yang membencinya. Beliau tidak pernah membaca kitab pendahulunya, tidak pernah berguru mendengarkan kisah-kisahnya, Allah berfirman: “Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Alquran) sesuatu Kitab pun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu). Sebenarnya, Alquran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim. (Al Ankabut: 48-49). Disebutkan pula dalam firman Allah pada penutup kisah Yusuf as.: “Demikian itu (adalah) di antara berita-berita yang gaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); padahal kamu tidak berada pada sisi mereka, ketika mereka memutuskan rencananya (untuk memasukkan Yusuf ke dalam sumur) dan mereka sedang mengatur tipu daya”. (Yusuf: 102) Dalam kisah Maryam Allah berfirman: “Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita gaib yang Kami wahyukan kepada kamu (ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa”. (Al Imran: 44). Firman Allah: “Sesungguhnya Alquran ini menjelaskan kepada Bani Israel sebahagian besar dari (perkara-perkara) yang mereka berselisih tentangnya. (An Naml: 76). Di dalam ayat lain Allah berfirman: “Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus”. (Al Maidah: 15-16).
Banyak sekali ayat-ayat dalam Alquran yang memberitakan perkara-perkara yang belum terjadi dan semuanya terbukti sesuai dengan apa yang telah diberitakan Al Quran, tidak ada satu pun yang meleset. Di antaranya adalah: 3. Firman Allah: “ Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: “Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka Jahanam. Dan itulah tempat yang seburuk-buruknya”. (Al Imran: 12). Apa yang telah dikabarkan Alquran benar-benar terjadi, orang-orang Yahudi yang takabur dapat terkalahkan dengan kemenangan umat Islam pada perang Badar, mereka pun terhinakan. 4. Firman Allah: “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al Maidah: 67). Allah telah menenangkan hati Rasul saw. dari gangguan manusia, menggagalkan orang-orang yang berusaha membunuhnya. Orang-orang Yahudi dan munafik selalu berusaha untuk membunuhnya dan telah mencobanya lebih dari sekali, akan tetapi Allah menjaga nabi-Nya dari mereka. 5. Firman Allah: “Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang”. (Al Qamar:45). Ayat ini diturunkan di Mekah dan merupakan ancaman bagi penduduk Mekah akan nasib mereka pada perang Badar. Diriwayatkan oleh Umar bin Khathab, ia berkata: “Aku tidak mengetahui maksud al jam'u (golongan) sebagaimana yang disebutkan dalam ayat melainkan ketika perang Badar”. 6. Firman Allah: “Alif Laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi)”. (Ar Rum: 1-4). Allah telah mengembalikan kemenangan kepada bangsa Romawi dalam waktu yang relatif singkat, antara tiga sampai sembilan tahun. Berita dari Allah ini menjadi kenyataan selang beberapa waktu saja. |
S25: Apa definisi nasakh secara terminologi?
J25: | Nasakh adalah menghapuskan suatu hukum syar'i dengan dalil syar'i yang lain. |
S26: Apa syarat-syarat nasakh yang telah disepakati?
J26: | Syaratnya ada empat:
|
S27: Adakah contoh nasakh Alquran dengan Alquran?
J27: | Ada, yaitu firman Allah: “Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain)”. (Al Ahzab: 52). dinasakh dengan firman Allah: “Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin”. (Al Ahzab: 50). Nasakh ini diberlakukan karena terdapat hikmah dan maslahat. Ilmu Allah menjangkau apa yang telah, akan dan sedang terjadi, tidak ada sesuatu apapun yang tersembunyi dari ilmu Allah. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar