Jumat, 08 Juli 2011

ASY’ARIYAH

Pendahuluan

Asy’ariyah merupakan salah satu nama dari beberapa nama corak pemikirandalam ilmu kalam, disebut Asy’ariyah sebagai nisbat kepada seorang yang pertamakali memunculkan dan mengembangkan paham tersebut. Dialah Abu Hasan Ali binIsmail Al-Asy’ari yang lahir dari keturunan seorang yang dijadikan utusan perdamaian dalam peperangan antara Ali dengan Muawiyah pada peristiwa tahkim

1

.Aliran Asy’ariyah ini juga yang disebut-sebut sebagai bagian dari aliran

Ahlussuinnah Wa al-Jama’ah

yang menjadi aliran yang diikuti oleh mayoritas umatIslam.Aliran ini muncul selain untuk membela kaum “Mustadl’afin” yang menjadikorban kaum Mutazilah karena berbeda pendapat tentang al-qur’an sebagai makhluk, juga muncul sebagai aliran yang menentang aliran mutazilah (yang ditinggalkannya).Di Indonesia, aliran ini diklaim oleh para kiai tradisional sebagai kelompok yang selamat

(al-firqt al-najiyah)

, meskipun banyak para cendikiawan muslim lebihcenderung untuk menyalahgunakannya dengan alasan bahwa aliran ini menyempitkanumat karena hanya banyak membahas tentang sepiritual dan akhirat belaka,sementara umat yang ada di indonesia sampai sekarang ini mempunyai etos kerjayang sangat lemah

1

Hamka,

Sejarah Baru Islam; Muhamad Mahzum, Studi Kritis Poeristiwa Tahkim

, Pustaka Setia Hal.43, 1999; A. Hanafi,

Teologi Islam,

Bulan Bintang, Jakart5a, 1974.

1

http://htmlimg3.scribdassets.com/399hmlb7r4yt4ud/images/1-210354492b.jpg

Makalah ini dibuat untuk membahas tentang aliran Asy’ariyah yang meliputisejarah dan latar belakanag lahirnya, doktrin-doktrinnya, mengenal para tokohnya,dan implikasinya pada kehiduapan sosial umat Islam.

Sejarah danLatar Belakang Lahirnya Asy’ariyah

Namanya Abu Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari, dilahirakan di kota bashrah(irak) pada tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324 H/935 M. Sejak kecilnyasampai usia 40 tahun, dia belajar kepada seorang ulama yang mashur yaitu Abu Alial-Jubai (yang menjadi tokoh mutazilah). Karena kemahirannya, ia sering diutus olehgurunya itu untuk mewakilinya dalam ceramah-ceramah dan diskusi-diskusi.Meskipun begitu, pada perkembangan berikutnya tepat pada usia ke 40 tahun, iamenjauhkan diri dari pemikiran mutazilah itu dan berkiblat kepada pemikiran- pemikiran

fuqaha

dan

ahli hadits

yang dipelopori oleh Imam Ahmad bin Hanbal, padahal ia sama sekali tidak pernah mengikuti majelis mereka dan tidak pernah pulamempelajari aqidah berdasarkan metode mereka

2

.Menurut sutau riwayat, ketika ia mencapai usia 40 tahun ia mengasingkan diridari orang banyak di rumahnya selama lima belas hari, kemudian ia pergi ke mesjid besar di Bashrah untuk menyatakan di hadapan orang banyak, bahwa ia mula-mulamemeluk aliran mutazilah yang mempunyai paham bahwa al-qur’an itu makhluk danTuhan tidak bisa dilihat dengan mata kepala kelak di hari kiamat dan lain sebagainya,

2

Prof. Dr. Imam Muhammad Abu zahrah,

Aliran Politik dan Aqidah dalam islam,

hal. 190.Logos.,1996

2

http://htmlimg4.scribdassets.com/399hmlb7r4yt4ud/images/2-9ad931bcd0.jpg

kemudian ia mengatakan sebagai berikut: “Saya tidak lagi mengikuti paham tersebutdan saya akan meninggalkan dan harus menunjukan keburukan-keburukan dankelemahan-kelemahan aliran Mutazilah itu”

3

.Beberapa faktor yang menyebabkan keluarnya Abu Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari ini dari aliran mutazilah:

Pertama

, Setelah mengadakan perdebatan denganahli hadits, dan Asy’ari sendiri merasa khawatir jika al-qur’an dan hadits akanmenjadi korban kaum mutazilah,

Kedua,

Kekhawatiran terhadap sikap ahli haditsyang hanya memegang nash-nash dan meninggalkan jiwanya, ia khawatir Islammenjadi beku dan lemah karenanya, maka ia lebih baik mengambil jalan tengahantara faham rasionalis (mutazilah) dan tekstualis (

Ahl al-Hadits

),

Ketiga

, Asy’ari pernah bermimpi melihat Rasulullah dan beliau mengatakan kepadanya untuk kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah,

Keempat,

setelah melakukan perdebatandengan gurunya yang juga pendiri mutazilah (Al-Jubai) tentang

al-Ashalah

wa al-ashlah

yang memperjelas setatus tiga orang manusia yaakni orang mukmin, orangkafir dan anak kecil (bayi). Berikut kutipan perdebatan tersebut:Wahai Syekh ! bagaimana pendapatmu mengenai tiga orang ini ? Orangmukmin, orang kecil dan anak kecil. Al-Jubai menjawab: Orang mukmin termasuk orang yang mempunyai derajat tinnggi dan orang kafir termasuk orang yang akan binasa sedangkan anak kecil dia akan beruntung atau selamat. Abu Hasan Bertanyalagi mungkinkah anak kecil naik menjadi ahli derajat ? tidak mungkin (kata Al-Jubai)karena akan dikatakan kepadanya bahwa orang mukmin selamat karena ketaatannya,sedangkan kamu tidak memiliki ketaatan serupa itu. Asy’ari berkata lagi: bagaimana jika anak kecil itu berkata: “kesalahan bukan berada pada diriku, karena kalau akudiberi kesempatan untuk hidup lama pasti aku akan mengisinya dengan ketaatanseperti orang mukmin”. Al-Jubai berakata: Allah akan berkata kepada anak kecil itu:“Aku mengetahui jika dipanjangakan usimu, niscaya engkau akan durhaka dan akan

3

op cit, 104,1980

3

http://htmlimg2.scribdassets.com/399hmlb7r4yt4ud/images/3-39d86c1db1.jpg

kemudian ia mengatakan sebagai berikut: “Saya tidak lagi mengikuti paham tersebutdan saya akan meninggalkan dan harus menunjukan keburukan-keburukan dankelemahan-kelemahan aliran Mutazilah itu”

3

.Beberapa faktor yang menyebabkan keluarnya Abu Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari ini dari aliran mutazilah:

Pertama

, Setelah mengadakan perdebatan denganahli hadits, dan Asy’ari sendiri merasa khawatir jika al-qur’an dan hadits akanmenjadi korban kaum mutazilah,

Kedua,

Kekhawatiran terhadap sikap ahli haditsyang hanya memegang nash-nash dan meninggalkan jiwanya, ia khawatir Islammenjadi beku dan lemah karenanya, maka ia lebih baik mengambil jalan tengahantara faham rasionalis (mutazilah) dan tekstualis (

Ahl al-Hadits

),

Ketiga

, Asy’ari pernah bermimpi melihat Rasulullah dan beliau mengatakan kepadanya untuk kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah,

Keempat,

setelah melakukan perdebatandengan gurunya yang juga pendiri mutazilah (Al-Jubai) tentang

al-Ashalah

wa al-ashlah

yang memperjelas setatus tiga orang manusia yaakni orang mukmin, orangkafir dan anak kecil (bayi). Berikut kutipan perdebatan tersebut:Wahai Syekh ! bagaimana pendapatmu mengenai tiga orang ini ? Orangmukmin, orang kecil dan anak kecil. Al-Jubai menjawab: Orang mukmin termasuk orang yang mempunyai derajat tinnggi dan orang kafir termasuk orang yang akan binasa sedangkan anak kecil dia akan beruntung atau selamat. Abu Hasan Bertanyalagi mungkinkah anak kecil naik menjadi ahli derajat ? tidak mungkin (kata Al-Jubai)karena akan dikatakan kepadanya bahwa orang mukmin selamat karena ketaatannya,sedangkan kamu tidak memiliki ketaatan serupa itu. Asy’ari berkata lagi: bagaimana jika anak kecil itu berkata: “kesalahan bukan berada pada diriku, karena kalau akudiberi kesempatan untuk hidup lama pasti aku akan mengisinya dengan ketaatanseperti orang mukmin”. Al-Jubai berakata: Allah akan berkata kepada anak kecil itu:“Aku mengetahui jika dipanjangakan usimu, niscaya engkau akan durhaka dan akan

3

op cit, 104,1980

3

http://htmlimg2.scribdassets.com/399hmlb7r4yt4ud/images/3-39d86c1db1.jpg

disiksa, maka Aku menjaga keselamatanmu dan ibumu sebelum engkau mencapaiusia baligh, Asy’ari berkata lagi jika orang kafir itu berkata “Ya Robbi engkaumengetahui keadaan si kecil seperti mengetahui keadaanku, mengapa engkau tidak menjaga kemaslahatannku seperti engkau menjaga anak kecil itu. Setelah itu,tunduklah al-Jubai (diam tidak bisa menjawab)

4

.

Tokoh-tokoh Asy’ariyah

Dalam perkembangannya, Aliran Asy’ariyah semakin lama semakinmeningkat dan pesat, terutama setelah banyak yang jadi pengikutnya berdatangan darikalangan orang-orang terkemuka dan sekaligus menjadi tokoh dalam aliran tersebut.Di Irak dan di wilayah-wilayah Islam bagian barat, madzhab ini dikenal sebagaimadzhab

Ahlussunnah wal Jama’ah

. Banyak tokoh-tokoh terkemuka yangmenguatkan pandangan atau pola pikir Asy’ari, bahkan sebagian mereka berpegangteguh pada pendapatnya secara panatik, bukan hanya mengenai kesimpulan yanghdicapainya, melainkan dalam premis-premis yang digunakan untuk sampai kepadakesimpulan itu. Mereka mengharuskan kepada pengikutnya untuk mengikuti premisdan kesimpulannya

5

Al-Baqilani ( 403 H)

Namanya Abu Bakar Muhammad bin Tayyib, diduga dia seorang yangdilahirkan di kota Bashrah tempat kelahiran Asy’ari. Ia terkenal sebagai seorangmurid yang mempunyai kecerdasan otak yang luar biasa, simpatik dan mempunyai banyak jasa dalam pengembangan keagamaan, bukunya yang terkenal ialah

At-Tamhid

yang berarti pengantar atau pendahuluan, dalam buku tersebut banyak

4

Ali Musthafa Al-Ghurabi,

Tarikh al-firaq al-Islamiyyah

, hal. 222, mengutip dari

Thabaqat al-Syafi’iyyah al-kubra

, karya as-Subuki,II:250

5

op cit, hal 203

4

mengulas tentang hal-hal yang perlu dipelajari sebelum memasuki Teologi Islam,diantaranya tentang

jauhar

(atom). Menurut dia alam ini tidak lain hanyalahkumpulan benda-benda tunggal -- atom yaitu bagian yang tidak dapat dibagi-bagilagi. Akan tetapi atom tersebut baru ada sesudah dibubuhi dengan

aradh

.

Jisim

yaitu benda tersusun yang terjadi dari gabungan

jauhar.

Jauhar adalah suatu hal yang mungkin, artinya bisa wujud dan bisa tidak wujud, seperti halnya dengan

‘aradh

yang menempel padanya, dan demikian pula

jisim

yang terdiri dari jauhar-jauhar itu. Kesemuanya ini diciptakan oleh Tuhan dan penciptaaan ini terus menerus ada, artinya kalau Tuhan berhenti dan tidak menciptakan lagi maka semua yang ada ini akan musnah.Menurut Al-Baqillani, tiap-tiap aradh mempunyai lawan, misalnya hiduplawannya mati, baik lawannya buruk, siang lawannya malam dan seterusnya. Duaaradh yang berlawanan tidak mungkin kumpul pada sesuatu benda

6

.

Al-Juwaini

Nama aslinya ialah Abdul Ma’ali bin Abdillah, di lahir di kota Naisabur (iran), setelah besar dia pergi ke kota mu’askar dan akhirnya tinggal di kotaBaghdad, Ilmu yang digeluti olehnya meliputi ilmu

Ushul fiqh

dan Teologi Islam.Dia mengikuti jejak Al-Baqillani dan Asy’ari dalam menjungjung tinggi alamkekuasaan pikiran.

6

op cit, hal. 111

5

http://htmlimg2.scribdassets.com/399hmlb7r4yt4ud/images/5-6c4fc7f606.jpg

Dalam satu karyanga

Al-Irsyad

, dia berpendapat bahwa sifat-sifat Tuhan ituterbagi kepada dua bagian yaitu sifat

Nafsiyah

dan

Ma’nawiyah

. Sifat

Nafsiyah

ialahsifat

Itsbat

(positif), yang termasuk kepada sifat N

afsiyah

ini ialah sifat

qidam

,

Qiyamuhu Binafsishi

(berdiri sendiri),

Mukahalafat lilhawaditsi

(berbeda denganmakhluknya,

wahdaniyat

(Keesaan Allah). Sifat

Ma’nawiyah

ialah yang timbulkarena suatu ilat yang ada pada dzat, seperti sifat berkuasa

(Qadirun)

7

Al-Ghazali (w. 505 H)

Al-Ghazali merupakan tokoh yang terkenal dalam mengikuti aliranAsy’ariyah, terutama dalam bidang pemikiran Islam,

Fiqh, Ushl fiqih, Ilmu Kalamdan Tashawwuf

yang disertai dengan buku-bukunya yang sangat terkenal. Dalam halIlmu kalam, ia masih tetap setia kipada pokok-pokok persoalan yang dibahas olehgurunya yaitu Asy’ari, disamping memperluas wawasannya, metode yang dipakaioleh Al-Ghazali ini ialah logika aristotels. Hal itu tergambar dalam karya-karyanyayang monumental seperti

Tahafut al-falasifah

(Kehancuran Filsafat),

al-Iqtishad fi Ilmi al-I’tiqad

(Jalan tengah dalam Ilmu kepercayaan) dan

ar-Risalah al-Qudsiyyah

yang ditulis ketika ia berada kuds.Pada mulanya ajaran atau aliran Asy’ariyah ini tidak diakui sebagai aliran

Ahlussunnah

, sebab dianggap telah menyimpang dan sesat

(bid’ah)

, sehingga banyak sekali aktifitas-aktifitasnya mengalami kemunduran. Namun setelah munculnya salahseorang menteri bernama Nidzamul Mulk (w. 485 H) yang mendirikan dua sekolah

7

op cit, hal. 113

6

terkenal di Naisabur dan Baghdad, dia menetapakan bahwa teologi dan ajaran yang boleh diajarkan hanyalah aliran Asy’ariyah, dan sejak itulah aliran Asy’ariyah bangkit kembali (selain menjadi teologi resmi negara, aliran ini menjadi masuk kepada aliran Ahlussunnah).Pada perkembangannya, Asy’ariyyah ini dimulai sejak Abu Hasan Ali Al-Asy’ari meninggalkan dan mengeluarkan diri seakaligus menentang aliran mutazilah,kemudian membentuk aliran teologi yang dikembangkan di daerah Bukhara

8

. Selainaliran Asy’ariyah ini, di daerah Samarkand muncul suatu aliran teologi yangmempunyai tujuan dan maksud yang sama dengan Asy’ariyyah untuk menentangaliran mutazilah. Aliran ini dipinpin oleh Abu Mansur Muhammad al-Maturidi (w.944 M)

9

Ketika menyerang aliran mutazilah, kedua aliran tersebut (asy’ariyah danMaturidiyah) berada di tempat yang berbeda. Asy’ariyah berada di dekat “musuh”, ia berdomisili di Bashrah, tempat domisili pertumbuhan Mutazilah. Sementara AbuMansur Al-Maturidi berada di tempat yang jauh dari pusat perselisihan. Kendatidemikian, gaung perselisihan bergema juga sampai ketempat dimana ia berada.

10

Sampai sekaarang ini, kedua aliran tersebut bergabung menjadi satu yangterhimpun dalam satu wadah yang disebut dengan

Ahlussunnah wa al-Jama’ah.

Kendati aliran Adsy’ariyaah dianut oleh umat Islam Sunni, sementara Maturidiyahdianut oleh umat Islam yang bermadzhab dalam fiqihnya kepada Imam Hanafi.

8

Prof. Dr. Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah dan Perbandingan, Hal. 9, 1972.

9

Ibid, hal. 8.

10

Op Cit, Hal. 210.

7

http://htmlimg2.scribdassets.com/399hmlb7r4yt4ud/images/7-d7de245761.jpg

Metode Kalam dan Doktrin Ajaran Asy’ariyyah

Meskipun Asy’ari telah keluar dan menentang dari aliran mutazilah, tetapitetap saja masih mempunyai bekas pemikiran mutazilah yang mendampinginya dalamgerak dan coarak pemikirannya. Dengan demikian pemakaian akal pikiran danargumentasi rasional tetap dijadikan landasan oleh Asy’ariyah, bahkan sdampai-sampai ia menentang keras terhadap mereka yang tidak mau mengguanakan akal pikirannya dalam soal agama dan ketika membicarakan masalah yang tidak peranahdisinggung oleh Rasul.Sebagai contoh bahwa Asy’ari masih mempunyai bekas kemutazilahannya,Al-Asy’ari mengemukakan bahwa sifat-sifat Tuhan sama abadinaya dengan dia, dan bahwa sifat-sifat Tuhan ini sama sekali tidak termasuk di dalam dzat-Nya, pun tidak berada di luar dzat-Nya, begitu pula terhadap kebebasan berkehendak

(Free will)

diambilnya jalan tengah. Para pengikut sifatisme, seperti golongan jabariyah, berpendapat bahwa semua perbuatan diatur oleh Tuhan dan manusia tidak mempunyai kebebasan berbuat, manusia hanyalah alat kekuasaan Tuhan yangmemaksanya untuk melakukan apa saja yang telah diatur-Nya untuk dilakukan olehmanusia. Sementara kaum Mutazilah berpendapat bahwa perbuatan-perbuatanmanusia itu tidak terikat, dan secara keseluruhan manusia bertangguingjawabterhadap perbuatannya.Asy’ari sebagai penengah di antara kedua paham tersebut, mengajarkan bahwa perbuatan-perbuatan manusia tidak sak lagi, telah diatur oleh yang mahakuasa, namun manusia pun mempunyai sedikit kuasa yang memungkinkannya dapat8

menyelesaikan perbuatan-perbuatan sesuai dengan aturan yang telah digariskanTuhan. Setiap perbuatan, sebelumnya telah diatur oleh Tuhan agar dapat dilaksanakanoleh manusia sesuai dengan kemampuan atau kemahirannya, sehingga pekerjaan ituselesai. Oleh karena itu, diketahui bahwa sumber perbuatan bukan dari manusia,tetapi penyempurnaannyalah yang datang dari manusia karena diberi sedikitkemampuan.

11

Dalam hal ini Asy’ari membangun suatu metode pemikirannya denganmemadukan antara aliran rasionalisme (Mutazilah) dan sifatisme, atau antara“heterodoksi” dan “ortodoksi”. Pada awalnya, dia dan para pengikutnya ditentangoleh kedua aliran itu, baik oleh orang-orang mutazilah maupun oleh Muslimortodoks. Para pengikut dari keempat madzhab pertamanya menaruh curiga terhadap pola pikir ini, bahkan seorang pengikut Abu Hanifah yang menjadi pendiri DinastiSaljuk yaitu Sultan Tughril mengusir semua pengikut Asy’ari dari kerajaanya. Danmenterinya yang menjadi seorang pengikut Mutazilah yaitu Abu Nashr Manshur pernah menyiksa banyak ulama dari golongan Asy’ari, meskipun penyiksaan initidak berlangsung lama.

12

Penalaran Asy’ari yang disebut dengan paham ortodoks, dikarenakan Asy’arilebih setia terhadap sumber-sumber Islam sendiri seperti Kitab Allah dan Sunah Nabidaripada penalaran kaum Mutazilah dan para Failasuf. Meskipun mereka inisemuanya, dalam analisa terakhir harus dipandang secara sebenarnya tetap dalam

11

Dr. Muzaffaruddin Nadvu

Pemikiran Muslim dan Sumbernya

, hal. 56, 1984

12

Ibid, hal. 57.

9

lingkaran Islam, namun yang mereka bangun, mereka sangat banyak menggunakan bahan-bahan dan falsafah Yunani.Kemampuan Abu Hasan Ali Al-Asy’ari dalam mengemukakan argumen-argumen yang logis dan dialektis ia peroleh dari latihan dan pendidikannya sendirisebagai orang Mutazili, meskipun pada usia ke empat puluh ia meninggalkanMutazilah tersebut dan bergabung sekaligus mendukung

Ahli Hadits

yang dipeloporioleh Ahmad bin Hanbal, yang bertindak sebagai pemegang bendera ortodoksi,sehingga sering diisyaratkan sebagai kaum suni

parexcellence

. Namun kendatipundemikian, Al-Asy’ari tidak mungkin melepaskan diri sepenuhnya dari metode logisdan dialektis, yang kali ini ia gunakan justru untuk mendukung dan membela paham

Ahl al-Hadits.

Disebabkan oleh metodologinya itu, mula-mula Asy’ari tetap mencurigakan bagi kaum Al-Hadits pada umumnya, sehingga ia merasa perlu membela diri melaluirisalahnya yang sangat penting,

Istihsan al-Khaudl fi ‘Ilm al-Kalam

(Anjuran untuk mendalami Ilmu Kalam) yakni Ilmu Logika, sehingga Ilmu Logika yang formal inidipelajari oleh orang-orang muslim dari Arstoteles, yang selanjutnya disebut dengan

al-Manthiqu aristhi

(logika Aristoteles).

13

Untuk mendapatkan yang cukup lengkap mengenai beberapa persoalan yangdiungkapkan oleh Asy’ari, berikut dikutip beberapa persoalan mendasar danketerangan Asy’ari. Menurutnya, bahwa keseluruhan yang dianut para pendukung

13

Dr. Nurchollish Madjid,

Islam Doktrin dan Paeradaban (Sebuah Telaah Kritis tentang Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan),

Hal. 272, 1995

10

http://htmlimg1.scribdassets.com/399hmlb7r4yt4ud/images/10-44ae1e0c96.jpg

hadits dan sunnah ialah mereka mengakui adanya Allah, para malaikat, kitab-kitabdan rasul-rasul dan semuanya yang datang dari sisi Allah dan yang dituturkan olehtokoh-tokoh yang terpercaya berasal dari Rasulullah, tanpa menolak sedikitpun jugadari itu semua.Bahwa Allah berada di atas

Arsy

(singgasana) sebagaimana difirmankandalam Al-Qur’an surat 20 ayat 5, Dia yang maha kuasa bertahta di atas singasana ,dan bahwa dia mempunyai dua tangan tanpa bagaimana

(bila kaifa)

sebagaimanadifirmankan (Q.S. 37:75)”Aku menciptakan dengan kedua tanganku”. Dan Diamempunyai kedua mata, tanpa bagaimana

(bila kaifa)

dan dia itu mempunyai wajahsebagaimana difirmankan dalam (Q.S. 55:27) “Dan tetap kekalah wajah Tuhanmuayang maha agung dan maha mulia.Para

Ahlussunnah

memberikan pendapat, bahwa tidak ada kebaikan ataukeburukan di bumi ini kecuali dengan kehendak Allah, dan segala sesuatu terjadikarena kehendak Allah, sebagaimana dalam firman-Nya (Q. S. 81:29) bahwa manusiatidak mampu menghendaki sesuatu jika Allah tidak menghendakinya, dansebagaimana diucapkan oleh orang-orang muslim “ Apapun yang dikehendaki Allah, pasti akan terjadi dan apapuna tidak dikehendaki Allah maka tidak akan terbukti”Allah berkuasa untuk membuat orang-orang kafir itu menjadi shaleh,mengasihi mereka sehingga membuat mereka menjadi beriman; tetapi Dia tidak brkehendak untuk membuat dia menjadi shaleh, tidak mengasihi mereka sehingga diamenjadi orang yang beriman, melainkan Dia berkehendak bahwa mereka itu kafir adanya seperti Dia ketahui, menghinakan dan menyesatkan mereka.11

keagungan Allah, bukan sebagai khalifah yang dapat dengan leluasa untuk menikmatifasilitas hidup yang disediakan oleh Tuhan.Mengenai ajaran-ajarannya dia atas, terutama mengenai sifat Allah yangterbagi kepada dua bagian

(Maknawiyah

dan

Nafsiyah)

yang dipelopori oleh Al-Juwaini dengan argumentasi yang logis dan dialektis, seolah-olah tidak mungkinuntuk dibantah. Sehingga membatasi umat manusia untuk berkembang dalam dayakritisnya dan akan terlena dalam istilah

“tawakkal

”, karena apa yang mereka perbuatseolah-olah sudah merupakan garis kehidupan yang harus mereka terima.Keadaan seperti inilah yang melahirkan sikap realisme dalam politik Suni,sehingga mereka tidak berani keritis terhadap tokohnya atau pigurnya, bahkanmendorong untuk mempunyai sifat apatis dan mendorong untuk tumbuh suburnyakultus. Tetapi dalam hal ini, kesalahan tidak terletak pada paham (aliran), melainkankesalahan berada pada bagaimana cara memahami aliran atau paham tersebut, karenaAliran ini pada awalnya dimunculkan dengan sifat kekritisan seorang murid terhadapgurunya sehingga kaluar dan menentang terhadap gurunya itu.Disamping itu pula, pembebanan

(Taklif)

bagi manusia, seperti wajib berimankepada Allah, melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya, diajarkan dandikait-kaitkan dengan serba kemahaan Allah, sehingga posisi manusia dihadapan- Nya sama sekali tidak berdaya, lebih lanjutnya dikaitkan dengan pahala dan ancamanAllah, dan pada akhirnya melahirkan umat yang terlena dalam bayangan hidup yangkehadirannya di bumi ini seolah-olah tidak punya makna.13

Maka pantaslah dan tidak terlalu salah, jika para ilmuwan atau cendikiawanmuslim di negara kita banyak mengkeritik ajaran-ajaran Asy’ariyyah ini, dengantujuan ingin membangkitkan kembali bangsa indonesia dari sikap patalisme danapatisme, dengan menawarkan kembali pola pikir atau metodologi mutazilah sepertiyang dikenalkan oleh Harun nasution, Nurcholish Madjid, Imaduddin Abdurahim,Amin Rais dabanyak lagi yang lainnya.

Kesimpulan dan Penutup

Dari pembahasan tentang aliran Asy’ariyah ini, bisa diambil sutu kesimpulan bahwa Asy’ariyah mempunyai pola pikir yang diwarnai oleh pola pikir kaumMutazilah, karena mau tidak mau dia sendiri pada mulanya sebagai seorang Mutazili. Namun dalam pembatasan ajkaran akidahnya yang selanjutnya pada lapisanmasyarakat awam terjadi distorsi, yang pada akhirnya menimbulkan suatu kesan bahwa aliran Asy’ari ini membuat sempit pandangan.Aliran Asy’ariyah ini telah memberikan warna pada aqidah sebagian besar umat Islam. Secara politis, ajaran Asy’ariyah ini mempunyai implikasi terhadaplahirnya corak pemikiran realisme. Teapi ketika dihadapkan kepada masyarakat yangawam ajaran ini mengaalami distorsi dan menimbulkan sifat fatalistis dalam mnjalanikehidupan dan apatis terhadap perilaku pigur atau pemimpin mereka, lebih jauh lagiakan melahirkan pengkultusan.14

Dalam ajarannya, aliran Asy’ariyah ini mempunyai ajaran pokok yaitu tentangakidah, dimana Tuhan diposisikan sebagai yang serba maha secara mutlak, artinyakurang memberi posisi terhadap kehendak dan kemampuan manusiaDemikian makalah ini, semoga memberikan banyak manfaat khusus kepada penulis, umumnya kepada siapa saja yang membaca dan mencermatinya.

Wallahu A’lam Bishshawab

Daftar Pustaka

Al-Asy’ari, Abu Hasan Ali Bin Ismail,

Maqalat al-Islamiyyin aw al-Ikhtilaf al-Mushallin

, Maktabat al_nadhat al-Mishriyyah, 1954Al-Ghurubi, Ali Mushtafa,

Tarikh al-Firaq al-Islamiyyah wa Nasy’at alm al-Kalam

Ianda al-Muslimin

, Maktabat wa Mathba’at Muhammad Ali Shbih waAuladuhu, Mesir, t.t.A.Hanafi MA

, Pengantar Teologi Islam,

Pustaka Al-Husna, Jakrta 1980Harun Nasution,

Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah dan Perbandingan

, UI, 197Muzaffaruddin Nadvi,

Pemikiran Muslim dan Sumbernya

, Pustaka ITB, 1984Muhammad Mahzum, Tahqiq Mawaqif al-Shahabat fi al-Fitnah (Terj. RosihanAnwar), Pustaka Setia Bandung, 1999M. Abu zahrah,

Aliran Politik dan Aqidah Dalam Islam,

Logos 1996 Nurcholish Madjid,

Islam Doktrin dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis TerhadapMasalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan,

Paramadina, 199515

Tidak ada komentar:

Posting Komentar