Jumat, 28 Januari 2011

Tokoh Islam di Indonesia Abad XIX - XX

Di Indonesia terdapat banyak tokoh muslim yang mempunyai keahlian di berbagai bidang seperti agama, pendidikan, politik, dan sosial. Mereka memberi andil yang besar bagi perkembangan Islam dan bangsa Indonesia. Berikut ini adalah nama, masa hidup, dan ketokohan para tokoh Islam Indonesia abad XIX-XX.
NAMA MASA_HIDUP KETOKOHAN
Abbas Abdullah 1883-1957 Ulama dan tokoh pendidikan di Minangkabau (Sumatera Barat
Abdul Halim 1887-1962 Ulama, tokoh pembaru di bidang kemasyarakatan dan pendidikan dari Jawa Barat
Abdul Hamid Hakim 1893-1959 Ulama dan tokoh pendidikan Islam Sumatera Barat
Abdul Karim Amrullah 1879-1945 Ulama dari Minangkabau, Sumatera Barat, dan salah seorang perintis majalah
Abdul Malik Fadjar 1939 Menteri Agama Kabinet Reformasi Pembangunan (1998-1999 dan menteri
Abdullah Ahmad 1878-1933 Ulama, tokoh pembaru pendidikan Islam Sumatera Barat
Abdullah bin Nuh 1905-1987 Ulama, sastrawan, penulis, pendidik, dan pejuang dari Cianjur, Jawa Barat
Abdullah Syafi'i 1910-1985 Ulama Betawi, pendiri lembaga asy-Syafi'iah
Abdurrahman Siddiq al-Banjari 1857-1939 Ulama, pendidik, mufti Kerajaan Indragiri, penulis, dan guru di Masjidilharam, Mekah
Abdurrahman Wahid 1940 Cendekiawan, ketua umum Tanfidziyah PBNU (1994-1999), dan Presiden ke-4 RI, Pendiri PKB (Partai Kebangkitan Bangsa)
Abu Bakar Atjeh 1909-1979 Ulama, penulis buku islam, filsafat, tasawuf, sejarah, dan kebudayaan Aceh
Achmad Siddiq 1926-1991 Ulama, Rais Am Syuriah NU (1985-1991), dan pemimpin Ponpes as-Siddiqiyah
Achmad Tirtosudiro 1922 Ketua Umum ICMI (1997-2000), cendekiawan, dan ketua DPA (1999-2003)
Agus Salim 1884-1954 Intelektual, pemimpin politik, diplomat, pejuang Islam asal Sumatera Barat
Ahmad Dahlan 1868-1923 Pendiri Muhammadiyah, anggota Budi Utomo, Jam'iat Khair, dan Sarekat Islam
Ahmad Hassan 1883-1958 Ulama dan politikus Persatuan Islam (Persis) dan Masyumi
Ahmad Khatib al-Minangkabawi w. 1916 Ahli fikih, ahli hukum Islam, dan ulama Minangkabau (Sumatera Barat)
Ahmad Sanusi 1888-1950 Tokoh partai Sarekat Islam (SI) dan pendiri al-Ittihadiat al-Islamiyah, Jawa Barat
Ahmad Soorkati 1874-1943 Ulama, pendidik, dan pendiri al-Irsyad
Ahmad Syaikhu 1921-1995 Tokoh politik NU dan pendiri Ponpes al-Hamidiyah, Depok (Jawa Barat)
Alamsjah Ratu Perwiranegara 1925-1998 Menteri Agama RI Kabinet Pembangunan III (1978-1983)
Ali Akbar 1915-1994 Ilmuwan dan dokter Muslim
Ali Hasjmy 1914-1998 Ulama, tokoh Pujangga Baru, dan mantan Gubernur DI Aceh
Ali Maksum 1915-1989 Ulama, pengasuh Ponpes al-Munawwir Krapyak (DIY), dan Rais AM
Ali Yafie 1926 Ulama, cendekiawan, dan pengurus MUI serta ICMI Pusat
Amien Rais, Mohammad 1944 Ketua Umum PP Muhammadiyah (1995-2000), Pendiri Partai Amanat Nasional (PAN), Ketua MPR (1999-2004)
Arsyad Thalib Lubis 1908-1972 Ulama, mubalig, dan pejuang dari Sumatera Utara
As'ad Syamsul Arifin 1897-1990 Ulama, tokoh NU, dan pemimpin Ponpes Salafiyah Syafi'iayh, Situbondo (Jawa Timur)
Azhar Basyir, Ahmad 1928-1994 Ulama, cendekiawan, ahli fikih, dosen filsafat Islam UGM, dan ketua umum
Bustami Abdul Gani 1912 Ulama dan cendekiawan muslim, dan guru besar IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
Deliar Noer 1926 Pemimpin Parta Umat Islam, rektor IKIP Jakarta (167-1974), dan ahli ilmu politik
Diponegoro, Pangeran 1785-1855 Ulama, pangeran Kesultanan Yogyakarta, dan mujahid (pejuang) melawan
Fakhruddin, Abdur Rozzaq 1916-1995 Ulama dan ketua PP Muhammadiyah (1968-1990)
Faqih Usman, M. 1904-1968 Tokoh Muhammadiyah, Menteri Agama pada Kabinet RI XI dan Kabinet XV
Habibie, B.J. 1936 Cendekiawan, ketua umum ICMI (1992-2000), menteri Riset dan teknologi
Hadikusumo, Ki Bagus 1890-1954 Ulama, peimpinan Muhammadiyah, anggota BPUPKI, PPKI, dan KNIP
HAMKA 1908-1981 Ulama, sastrawan, mubalig, dan penulis Tafsir al-Azhar
Hamzah Haz 1940 Ketua Umum PPP, dan wakil presiden RI (2001-2004)
Harun Nasution 1919-1998 Guru besar filsafat Islam IAIN Jakarta dan pembaru pemikiran rasional umat Islam
Hasan Basri 1920-1998 Ulama, mubalig, dan ketua umum MUI (1985-1995)
Hasan Mustafa 1852-1930 Ulama, pujangga, dan penulis guritan agama dan tasawuf dari Jawa Barat
Hasbi ash-Shiddieqy 1904-0975 Ulama, ahli fikih, hadis, tafsir, dan ilmu kalam dari Aceh
Hasyim Asy'ari 1871-1947 Ulama, perintis NU, dan pendiri Ponpes Tebuireng
Hasyim Muzadi 1944 Ketua umum PBNU mulai 1999
Hatta, Mohammad 1902-1980 Cendekiawan muslim, ahli ekonomi, proklamator, dan wakil presiden RI pertama
Hazairin Gelar Pangeran Alamsyah 1906-1975 Intelektual muslim, ahli hukum Islam, dan hukum adat istiadat Indonesia
Hidayat Nur Wahid 1960 Intelektual muslim, ketua MPR RI periode 1999-2004
Ibrahim Hosen 1917-2001 Ulama fikih, pemrakarsa dan rektor (1971-1977) PTIQ dan IIQ di Jakarta
Idham Chalid 1921-2004 Tokoh NU, ketua PPP (1973), ketua DPR/MPR RI (1971-1977), ketua DPA
Ilyas Ruchiyat 1934 Ulama dan Rais Am Syuriah PBNU (1992-1999)
Imam Bonjol, Tuanku 1772-1864 Ulama dan pemimpin Perang Paderi melawan Belanja
Imam Zarkasyi 1910-1986 Ulama dan salah seorng pendiri Pondok Modern Gontor
Isa An Anshari, Muhammad 1916-1969 Ulama dan politikus Indonesia dari Maninjau, Sumatera Barat
Ismail al-Khalidi an-Naqsyabandi 1811-1926 Ulama, penyebar Tarekat Naqsyabandiyah di Sumatera dan Semenanjung Malaka
Ismail Hasan Metareum 1929-2005 Ketua umum PPP (1984-1994 dan 1994-1999) dan ketua umum HMI (1957-1960)
Jambek, Muhammad Jamil 1860-1947 Pelopor pembaru Islam di Minangkabau dan ahli ilmu falak
Jambek, Sa'adoedin 1911-1977 Guru, ahli ilmu hisab dan rukyat Indonesia
Jassin, Hans Bague 1917-2000 Kritikus, sastra dan sastrawan Indonesia
Kahar Muzakkir, Abdul 1908-1973 Intelektual, tokoh Muhammadiyah dan Masyumi, anggota BPUPKI dan Konstituante
Lukman Harun 1934-1999 Tokoh Muhammadiyah dan cendekiawan muslim dari Payakumbuh, Sumatera Barat
Mahmud Yunus 1899-1982 Tokoh pendidikan dan pemrakarsa PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri)
Mas Mansur 1896-1946 Ulama dan ketua umum PB Muhammadiyah (1936-1942)
Masykur 1902-1992 Toko NU dan menteri Agama RI selama empat periode
Mohamad Roem 1908-1983 Tokoh agama dan politikus
Mukti Ali, A. 1923-2004 Menteri Agama RI Kabinet Pembangunan I dan Kabinet Pembangunan II
Munawir Sjadzali 1925-2004 Menteri Agama RI Kabinet Pembangunan IV dan Kabinet Pembangunan V
Natsir, Mohammad 1908-1993 Ulama, negarawan, dan politikus muslim
Nurcholish Madjid 1939-2005 Cendekiawan muslim, tokoh pembaruan Islam, dan pendiri Ponpes al-Furqan
Pabbaja, Muhammad Abduh 1928 Ulama, pembina Dar ad-Dakwah wa al-Irsyad (DDI), dan pendiri Ponpes al-Furqon
Palimokayo, Mansoer Daoed Datuk 1905-1985 Ulama, toko adat Minangkabau,dan diplomat Indonesia
Prawoto Mangkusasmito 1910-1970 Tokoh politik dan pendidikan dari Magelang, Jawa Tengah
Quraish Shihab, Muhammad 1944 Ulama, cendekiawan, ahli tafsir Al-Qur'an, rektor dan guru besar IAIN/UIN
Rahmah el-Yunusiyyah 1900-1969 Tokoh pendidikan, pendiri Madrasah Diniyah Puteri di Sumatera Barat, dan
Raja Ali Haji 1809-1870 Ulama dan sastrawan Melayu dari Riau
Rasjidi, Mohammad 1915-2002 Filsuf, ulama, guru besar, dan menteri Agama RI ke-1
Rasuna Said, H.R. 1910-1965 Pendidik, pejuang, dan pahlawan nasional
Rohana Kudus 1884-1972 Perintis pergerakan wanita Islam dan wartawati
Sahal Mahfudz 1937 Rais Am Syuriah PBNU (1999), ketua umum Dewan Pimpinan MUI (2000-)
Saifuddin Zuhri 1919-1986 Kiai, pendidik, ulama, aktivis sosial-politik NU, dan menteri Agama RI selama lima
Saleh Darat Semarang, Muhammad 1820-1903 Ulama dari Jawa Tengah dan pelopor penerjemahan Al-Qur'an bahasa Jawa
Samanhudi 1868-1956 Pendiri Sarekat Dagang Islam (SDI) di Solo, Jawa Tengah
Singodimedjo, Kasman 1904-1982 Pejuang dan politikus Islam dari Purworejo, Jawa Tengah
Subchan Z.E. 1931-1973 Tokoh pembaru politik NU dari Malang, Jawa Timur
Sulaiman ar-Rasuli 1871-1970 Ulama ahlusunah wal jamaah dan mazhab syafi'I dan pemimpin tarekat
Sutan Mansur, Ahmad Rasyid 1895-1985 Ulama dan tokoh Muhammadiyah dari Sumatera Barat
Syafi'I Ma'arif, A. 1935 Sejarawan, ketua PP Muhammadiyah (sejak 2000)
Syarifuddin Prawiranegara 1911-1989 Politikus muslim, negarawan, dan pemimpin Pemerintah Darurat Republik
Tajul Arifin, Sahibul Wafa' 1915 Pemimpin Pesantren Suralaya, Tasikmalaya, Jawa Barat
Tarmizi Taher 1936 Dai, menteri Agama Kabinet pembanguan VI (1998-1998), perwira TNI-AL
Taufik Abdullah 1936 Sejarawan, peneliti, dan ketua LIPI (2000-2003)
Thaib Umar, Muhammad 1874-1920 Ulama pembaru dan tokoh pembaruan pendidikan Islam dari Sumatera Barat
Tjokroaminoto, Oemar Said 1882-1934 Tokoh pergerakan Indonesia dan pemimpin sarekat Islam
Wahab Hasbullah, Abdul 1888-1971 Ulama Jawa Timur, pendiri NU, dan pengasuh Ponpes Tambakberas, Jombang
Wahid Hasyim, Abdul 1914-1953 Ulama, tokoh NU, dan menteri Agama pada tiga kabinet (1949-19520
Zaenal Mustofa 1907-1944 Pemimpin pesantren di Singaparna, Jawa Barat, dan pejuan pada masa
Zainal Muttaqien, Engkin 1925-1985 Ulama, mubaliq, pendidik, dan cendekiawan Islam
Zainuddin M.Z. 1951 Ulama, dai "sejuta umat", dan ketua Partai Bintang Reformasi
Zakiah Daradjat 1929 Ahli pendidikan Islam, guru besar psikoterapi IAIN Jakarta, dan intelektual muslim


Referensi
• Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Prof. Dr. Abdul Aziz Dahlan, Prof. Dr. Nurcholish Madjid, etc. Ensiklopedi Islam, Penerbit PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2005.
• Prof. Dr. Nurcholish Madjid, Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Dr. Ahmad Qodri Abdillah Azizy, MA, Dr. A. Chaeruddin, SH., etc. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Penerbit PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2008, Editor : Prof. Dr. Taufik Abdullah, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Prof. Dr. H. Ahmad Sukardja, MA.
• Sami bin Abdullah bin Ahmad al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, Mendalami Nilai-nilai Kehidupan yang Dijalani Para Utusan Allah, Obeikan Riyadh, Almahira Jakarta, 2008.
• Dr. Syauqi Abu Khalil, Atlas Al-Quran, Membuktikan Kebenaran Fakta Sejarah yang Disampaikan Al-Qur'an secara Akurat disertai Peta dan Foto, Dar al-Fikr Damaskus, Almahira Jakarta, 2008.
• Tim DISBINTALAD (Drs. A. Nazri Adlany, Drs. Hanafi Tamam, Drs. A. Faruq Nasution), Al-Quran Terjemah Indonesia, Penerbit PT. Sari Agung, Jakarta, 2004
• Departemen Agama RI, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran Terjemah Per-Kata, Syaamil International, 2007.
• alquran.bahagia.us, keislaman.com, dunia-islam.com, Al-Quran web, PT. Gilland Ganesha, 2008.
• Muhammad Fu'ad Abdul Baqi, Mutiara Hadist Shahih Bukhari Muslim, PT. Bina Ilmu, 1979.
• Al-Hafizh Zaki Al-Din 'Abd Al-'Azhum Al Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, Al-Maktab Al-Islami, Beirut, dan PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2008.
• M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 2008.
• Al-Bayan, Shahih Bukhari Muslim, Jabal, Bandung, 2008.
• Muhammad Nasib Ar-Rifa'i, Kemudahan dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 1999.
ORGANISASI DAN TOKOH TERKEMUKA PENYELENGGARA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Oleh Rian Hidayat El-Padary
A. Jami’at Khair: Konsep Pendidikan Konfergensi
Konsep pendidikan konvergensi yaitu sistem pendidikan konvergensi (gabungan) antara sistem pendidikan madrasah (islam) dengan pendidikan barat (sekolah) di Indonesia. Jamiat Khair melakukan beberapa langkah pembaharuan dalam bidang pendidikan Islam yaitu: pertama, pembaharuan dalam bidang organisasi dan kelembagaan, dan kedua, pembaharuan dalam aspek kurikulum dan metode mengajar.
B. Taman Siswa: Konsep Pendidikan Nasional.
Didirikan oleh Ki Hajar Dewantara tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Konsep pendidikan Taman Siswa berasal dari berbagai sumber ide yang di nilai bermanfaat dan layak untuk di masukkan sebagai acuan sistem pendidikan yang dicita-citakan. Dalam makna lain Taman Siswa terbuka dari pengaruh luar, yang bersifat tidak merugikan dan tidak pula mengorbankan prinsip dasar dan tujuan yang hendak di capai.
Taman Siswa sudah mempersiapkan suatu konsep tentang pendidikan, sebagai suatu sistem yang digali dari kekayaan kebudayaan nasional. Asas-asas pokok yang berdasarkan kemanusiaan, kodrat alam, Kebangsaan, kebudayaan, dan kemerdekaan. Ki Hajar Dewantara menyusun sistem pendidikannya, yang disebut dengan “kembali kepada yang nasional.”
1. Sistem Among.
Among berarti asuhan dan pemeliharaan dengan suka cita, dengan memberi kebebasan anak asuh itu untuk bergerak menurut kemauannya, berkembang menurut bakat kemampuannya.
1. Teori Trisentra.
Trisentra (tiga pusat) merupakan bagian dari sistem pendidikan taman siswa. Teori ini mengacu kepada dasar pemikiran bahwa peguron (perguruan) merupakan pembentukan lingkungan pendidikan yang terpadu antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.
1. Kebudayaan Nasional.
Gagasannya adalah untuk membangun sistem pendidikan yang berwatak budaya Indonesia.
C. Indonesia Nederland School : Konsep Sekolah Kerja.
Didirikan oleh M. Syafei, pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayutanan, Sumatra Barat. Pendidikan yang diberikan atas pendidikan teori dan pendidikan praktek. Materi yang diberikan bervariasi sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Untuk tingkat ruang rendah teori 75% dan praktek 25% sedangkan untuk tingkat ruang dewasa masing-masing teori 50% dan praktek 50% sehingga para pengamat cenderung untuk menggolongkan INS sebagai sekolah kerja (does school). Tujuan utamanya adalah pendidikan pengajaran berdasarkan prinsip aktif, dengan mengutamakan peranan pekerjaan tangan,
M. Syafei berkeyakinan, bukan pelajaran saja yang pokok, tetapi cara pengajarannya tidak boleh diabaikan. Adanya kaitan antara materi pelajaran dengan metode yang digunakan guru,akan menopang tiga unsur pokok pendidikan yang akan di kembangkan. Ketiga unsur pokok itu adalah pembentukan watak,kebiasaan kerja sistematis, intensitas dan rasa setia kawan antara para murid.
D. Perguruan Muhammadiyah : Konsep Sekolah Agama
Didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta. Muhammadiyah mendirikan sekolah umum model pemerintah seperti Kweek School (sekolah guru) tetapi tidak netral agama. Dengan predikatnya sebagai pembaharu Muhammadiyah menyusun kurikulum pengajaran di sekolah-sekolahnya mendekati rencana pelajaran sekolah-sekolah pemerintah. Pada pusat-pusat pendidikan Muhammadiyah disiplin-disiplin sekuler (ilmu umum) di ajarkan, walaupun ia mendasarkan sekolahnya pada masalah-masalah agama. Tampaknya dalam kurikulum, pemisahan antara dua macam disiplin ilmu itu dinyatakan dengan tegas.
Berdasarkan susunan mata pelajaran yang termuat dalam rencana pelajaran (seluruh) mata pelajaran agama hanya 20%(lima mata pelajaran) di madrasah Mu’allimin (sekolah guru Muhammadiyah). Kedua, sebagai institusi pendidikan islam yang menginginkan pembaharuan dalam pendidikan islam agaknya kecenderungan sistem pendidikan yang dipilih oleh Muhammadiyah adalah pendidikan integratif menggabungkan kurikulum sekolah pemerintah dengan kurikulum madrasah.
Madrasah sebagai gerakan sosial keagamaan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:[1]
1. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam
2. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah
3. Muhammadiyah sebagai gerakan
Dari beberapa ciri di atas terdapat pula tujuan-tujuan di antaranya adalah di bidang pendidikan. Yang menjadi dasar pendidikan Muhammadiyah adalah:
1. Tajdid, ialah kesediaan jiwa berdasarkan pemikiran baru untuk mengubah cara berpikir dan cara berbuat yang sudah terbiasa demi mencapai tujuan pendidikan
2. Kemasyarakatan
3. Aktivitas
4. Kreativitas
5. Optimisme
Tujuan pendidikan adalah terwujudnya manusia muslim, berakhlak, cakap, percaya kepada diri sendiri, berguna bagi masyarakat dan negara. Muhammadiyah mendirikan berbagai jenis dan tingkat sekolah serta tidak memisah-misahkan antara pelajaran agama dengan pelajaran umum.
Dengan demikian, bangsa Indonesia dapat dididik menjadi bangsa yang utuh berkepribadian, yaitu pribadi yang berilmu pengetahuan umum luas dan agama yang mendalam.
Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, sekolah-sekolah yang dilaksanakan Muhammadiyah adalah:
1. Sekolah Umum
Taman Kanak-Kanak (Bustanul Athfal), Vervolg School 2 tahun, Schakel School 4 tahun, HIS 7 tahun, Mulo 3 tahun, AMS 3 tahun, dan HIK 3 tahun.
1. Sekolah Agama
Madrasah Ibtidaiyah 3 tahun, Tsanawiyah 3 tahun, Muallimin/Muallimat 5 tahun, Kulliatul Muballigin (SPG Islam) 5 tahun dan Madrasah Diniyah.[2]
Selanjutnya pada zaman kemerdekaan, sekolah Muhammadiyah perkembangannya semakin pesat. Pada dasarnya ada 4 macam jenis lembaga pendidikan yang dikembangkannya, yaitu:
1. Sekolah-sekolah umum yang bernaung di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu: SD, SMTP, SMTA, SPG, SMEA, SMKK, dan sebagainya. Pada sekolah-sekolah ini diberikan pelajaran agama sebanyak 6 jam seminggu.
2. Madrasah-madrasah yang bernaung di bawah Departemen Agama, yaitu: Madrasah Ibtidaiyyah (MI), MTs, dan MA.
3. Jenis sekolah atau madrasah khusus Muhammadiyah, yaitu: Muallimin, Muallimat, Sekolah Tablig, dan Pondok Pesantren Muhammadiyah.
4. Perguruan Tinggi Muhammadiyah, sampai sekarang cukup banyak mengelola lembaga pendidikan tinggi, baik umum ataupun agama.
Untuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah Umum di bawah pembinaan Kopertis (Depdikbud), dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Agama di bawah pimpinan Kopertais (Departemen Agama).
E. Santri Asromo : Konsep Pesantren Kerja.
Didirikan oleh KH. Abdul Halim Iskandar, tahun 1932 terletak di desa Pasir Ayu kabupaten Majalengka. Karel A Steen brink menilai bahwa pendidikan santri Asromo bertujuan membentuk kepribadian murid-muridnya dengan memberikan kesempatan untuk meraih suatu jabatan dengan bekal keterampilan yang terlatih. Tujuan pendidikan santri Asromo yang digariskan Abdul Halim itu memang tampaknya merangkum dua tujuan pokok, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum sebagai tujuan akhir yang akan di capai adalah membentuk anak-anak agar menjadi manusia yang akan dapat membekali dirinya untuk hidup di dunia (dengan pengetahuan) dan akhirat (dengan pengetahuan agama). Adapun tujuan khusus yang akan di capai anak-anak berkaitan dengan bakat, lingkungan, kondisi sosial, kemampuan pendidik, dan tugas kelembagaan adalah untuk membentuk anak menjadi manusia mandiri,keperluan sendiri harus di buat sendiri.
Dari beberapa tulisan yang dijumpai baik Abdul Halim sendiri maupun yang dikemukakan penulis seperti Lothrop Stoddard, di duga Santri Asromo banyak dipengaruhi oleh pemikiran Thantowi Jauhari dan Amir Syakib-Arsalan. Pemikiran kedua tokoh itu diserap beliau dan kemudian dipadukan dengan kondisi di tanah air dan cita-citanya untuk mendirikan suatu sistem pendidikan islam yang dapat menghasilkan santri-santri yang dapat hidup mandiri. Tampaknya Santri Asromo merupakan realisasi dari pemikiran Abdul Halim tentang pembaharuan pendidikan Islam untuk menghadapi tantangan pengangguran, kemiskinan, dan kebodohan mayoritas umat Islam dari zamannya.
F. Persis (Persatuan Islam): Konsep Pendidikan Dakwah dan Publikasi
Didirikan secara resmi pada tanggal 12 September1923 di Bandung oleh sekelompok orang Islam yang berminat dalam studi dan aktivitas keagamaan yang dipimpin oleh Zamzam dan Muhammad Yunus.
Pada awal berdirinya, pesantren persis dikenal sebagai pesantren yang sangat modern apalagi dibandingkan dengan pesantren-pesantren lain pada umumnya karena keberaniannya memasukkan beberapa sistem administrasi pendidikan dan model kurikulum seperti yang diajarkan sekolah Belanda. Walaupun demikian, pada dasarnya kurikulum yang dikembangkan pesantren Persis ini adalah perimbangan pendidikan agama sebagai prioritas, jika dibandingkan dengan pendidikan umum, dan yang menarik,kurikulum yang dipakai sampai saat ini adalah hasil rakitan sendiri. Namun begitu dalam pengakuan berbagai pendidik di kalangan pesantren, “kurikulum rakitan” itu masih didasarkan kepada kaidah-kaidah baku gerakan persis, seperti yang disebut Ahkam al-Syar’i dan qaidah ushul. Dari racikan kurikulum seperti ini, diharapkan para santri memiliki bekal pengetahuan akidah yang cukup, dan ta’abudi(berbudi pekerti) yang berdasarkan al-sAkhlak al-kKarimah(akhlak budi pekerti luhur).
Di samping menyelenggarakan pendidikan Islam berupa madrasah atau sekolah lain, Persis juga mendirikan sebuah pesantren. Pesantren Persis didirikan di Bandung tanggal 1 Dzulhijjah 1354 H bertepatan dengan Maret 1936. Pesantren ini dipimpin oleh A. Hasan sebagai kepala dan Muhammad Nasir sebagai Penasehat dan Guru.
Tujuan pendidikan pesantren ini untuk mengeluarkan mubalig-mubalig yang sanggup menyiarkan, mengajar, membela dan mengajarkan agama Islam. Dengan demikian, diharapkan terbentuknya kader-kader yang punya kemauan keras untuk melakukan dakwah Islamiyah.
Namun demikian, pada tahun 1988 terjadi perubahan yang cukup mendasar dalam sistem pendidikan Persis, yakni ketika pimpinan pesantren Persis secara kelembagaan mengizinkan para santri untuk mengikuti ujian negara dalam bentuk evaluasi belajar tahap akhir persamaan. Hal ini belaku bagi siswa yang merampungkan studinya di tingkat Tsanawiyah maupun tingkat muallimin. Hal ini merupakan langkah besar bagi Persis karena pada masa kepemimpinan sebelumnya di bawah pimpinan KH. Abdurrahman, para santri dan siswa di lingkungan persis tidak diperbolehkan mengikuti ujian negara yang salah satu tujuan utamanya mendapatkan ijazah negeri. Dalam perspektif Kyai, hal ini akan mempengaruhi visi dan orientasi para siswa di didik di lingkungan Persis untuk menjadi ulama menjadi cenderung pragmatis seperti pegawai negeri.[3]
G. Nahdhatul Ulama’ (NU)
Nahdhatul Ulama pada waktu berdirinya ditulis dengan ejaan lama “Nahdlatoel Oelama (NO)” didirikan di Surabaya tanggal 31 Januari 1926 M bertepatan dengan tanggal 16 Rajab 1444 H oleh kalangan ulama penganut mazhab yang sering kali menyebut dirinya sebagai golongan Ahlussunah Waljama’ah yang dipelopori oleh KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Hasbullah.
Berdirinya gerakan NU tersebut adalah sebagai reaksi terhadap gerakan reformasi dalam kalangan umat Islam Indonesia dan berusaha mempertahankan salah satu dari empat mazhab dalam masalah yang berhubungan dengan fiqh, Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Hambali. Sedangkan dalam hal i’tiqad NU berpegang pada aliran Ahlussunah Waljama’ah. Dalam konteks ini NU memahami hakikat Ahlussunah Waljama’ah sebagai ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah bersama para sahabatnya.[4]
Sebelum menjadi partai Politik , NU bertujuan memegang teguh salah satu mazhab dari mazhab imam yang empat Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Hambali dan mengajarkan apa-apa yang menjadi kemaslahatan untuk agama Islam (ADNU tahun 1926).
Setelah menjadi partai politik Mei 1952 yang dituangkan dalam anggaran Dasarnya yang baru, di mana NU bertujuan:
1. Menegakkan syari’at Islam dengan berhaluan salah satu dari empat mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Hambali
2. melaksanakan berlakunya hukum-hukum Islam dalam masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukanlah usaha-usaha, antara lain:
1. Menyiarkan agama Islam melalui tablig-tablig, kursus-kursus dan penerbitan-penerbitan.
2. Mempertinggi mutu pendidikan dan pengajaran Islam
3. Penyelenggaraan Pendidikan
Selanjutnya, pada akhir tahun 1938 (1356 H) komisi perguruan NU berhasil melahirkan reglemen tentang susunan madrasah-madrasah NU yang harus dijalankan mulai tanggal 2 Muharram 1357 H. Adapun susunan madrasah-madrasah tersebut adalah:[5]
1. Madrasah Awaliyah dengan lama belajar 2 tahun
2. Madrasah Ibtidaiyyah dengan lama belajar 3 tahun
3. Madrasah Tsanawiyah dengan lama belajar 3 tahun
4. Madrasah Mu’allimin Wustha 2 tahun
5. Madrasah Mu’allimin “Ulya” 3 tahun
Kurikulum yang menjadi acuan pengajaran di Madrasah-madrasah tersebut tampaknya harus menurut ketentuan PBNU bagian pendidikan dan pengajaran atau yang dikenal dengan Ma’rif.
Dalam bidang pendidikan dan pengajaran formal ini NU membentuk satu bagian khusus yang menanganinya, yaitu yang disebut Ma’arif di mana tugasnya adalah untuk membuat perundangan dan program pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan atau sekolah yang berada di bawah naungan NU.
H. Al-Irsyad
Al-Irsyad merupakan madrasah yang tertua dan termasyhur di Jakarta yang didirikan pada tahun 1913 oleh Perhimpunan Al-Irsyad Jakarta dengan tokoh pelopornya Ahmad Syurkati Al-Anshari.
Tujuan perkumpulan Al-Irsyad ini adalah memajukan pelajaran agama Islam yang murni di kalangan bangsa Arab di Indonesia. Al-Irsyad di samping bergerak di bidang pendidikan, juga bergerak di bidang sosial dan dakwah Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah Rasul secara murni dan konsekuen.
Dalam bidang pendidikan, Al-Irsyad mendirikan madrasah:
1. Awaliyah, lama belajar 3 tahun (3 kelas)
2. Ibtidaiyah, lama belajar 4 tahun (4 kelas)
3. Tajhiziah, lama belajar 2 tahun (2 kelas)
4. Mu’allimin, lama belajar 4 tahun (4 kelas)
5. Takhassus, lama belajar 2 tahun (2 kelas)
Pada tahun 1924 dimulailah usaha perbaikan organisasi sekolah, ketika dikeluarkannya sebuah peraturan di mana hanya anak-anak di bawah umur 10 tahun yang dapat diterima pada kelas satu Sekolah Dasar yang lama belajarnya 5 tahun. Begitu juga pelajar-pelajar dari sekolah guru mempunyai kesempatan untuk praktek atau latihan mengajar. Anak yang lebih dari 10 tahun dapat masuk ke kelas-kelas yang lebih tinggi tergantung pada kemampuan yang diperlihatkannya pada ujian masuk yang dilaksanakan semacam placement test untuk sekarang.
Dewasa ini organisasi Al-Irsyad terus berkembang dan bidang yang menjadi garapannya pun semakin luas, baik bidang pendidikan, kesehatan, dakwah dan sebagainya.
I. Perserikatan Ulama
Organisasi Islam yang bernama Perserikatan Ulama ini merupakan perwujudan dari lahirnya gerakan-gerakan pembaharuan di Indonesia, hal ini khususnya terjadi di daerah Majalengka, Jawa Barat. Kehadiran Perserikatan Ulama ini adalah inisiatif K. Abdul Halim pada tahun 1911.
Lembaga pendidikan tersebut sudah menerapkan sistem pendidikan yang cukup maju dengan meninggalkan sistem lama yang memakai halaqah. Inilah yang mengilhaminya untuk mengadakan perubahan sistem pendidikan tradisional di daerah asalnya sekembalinya ke tanah air. Di samping itu juga motivasinya adalah untuk membuktikan kepala pihak familinya yang kebanyakan golongan priyayi (politik pendidikan pemerintah kolonial) bahwa dia meskipun dari golongan rakyat biasa mampu melayani masyarakat dengan baik.
Setelah enam bulan sekembalinya dari Tanah Suci Makkah pada tahun 1911 Abdul Halim mendirikan sebuah organisasi yang bernama Hayatul Qulub yang bergerak dalam bidang ekonomi dan pendidikan. Orang-orang yang bergabung di dalamnya kebanyakan dari petani dan pedagang. Di bidang ekonomi pada mulanya organisasi ini bermaksud untuk membantu anggota-anggotanya yang bergerak di bidang perdagangan dalam persaingannya dengan pedagang-pedagang Cina. Sedang di bidang pendidikan, KH. Abdul Halim mulanya menyelenggarakan pelajaran agama skali seminggu untuk orang-orang dewasa. Umumnya materi yang diberikan adalah pelajaran fiqh dan hadits.
Dalam rangka perbaikan mutu lembaga pendidikannya Abdul Halim berhubungan dengan Jami’at Khair dan Al-Irsyad di Jakarta. Ia juga mewajibkan murid-muridnya pada tingkat yang lebih tinggi untuk memahami bahasa Arab yang kemudian menjadi bahasa pengantar pada kelas-kelas lanjutan.
Organisasi tersebut kemudian diganti namanya menjadi Perserikatan Ulama, yang disahkan secara hukum oleh pemerintah pada tahun 1917 dengan bantuan HOS Cokroaminoto (pimpinan Serikat Islam). Ia disebut juga Perikatan Umat Islam yang pada tahun 1952 difusikan dengan organisasi lainnya Al-Ittahadiyatul Islamiyah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI).
Perserikatan Ulama secara resmi meluaskan daerah operasinya ke seluruh Jawa dan Madura mulai tahun 1924 dan pada tahun 1937 lebih jauh lagi ke seluruh Indonesia. Kemudian pada tahun 1932 dalam suatu Kongres Perserikatan Ulama di Majalengka Abdul Halim mengusulkan agar didirikan sebuah lembaga pendidikan yang akan melengkapi pelajar-pelajarnya bukan saja dengan berbagai cabang ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum, tetapi juga kelengkaspsan-kselengkaspsan berupa pengembangan prosesi dan keterampilan seperti pekerjaan tangan, perdagangan dan pertanian, tergantung pada bakat maing-masing yang bersansgksutsan.
J. Al-Washliyah
Al-Jami’atul Washiliyah didirikan di Medan pada tanggal 30 November 1930 bertepatan dengan tanggal 9 Rajab 1249 H oleh para pelajar-pelajar dan guru-guru Maktab Islamiyah Tapanuli. Maktab Islamiyah Tapanuli. ini adalah sebuah madrasah yang didirikan di Medan pada tanggal 19 Mei 1913 oleh masyarakat Tapanuli dan merupakan madrasah yang tertua di Medan.
Sebagai pengurus yang pertama pada organisasi ini adalah Isma’il Banda sebagai ketua I, A Rahman Syihab ketua II dan sebagai penasihatnya adalah Syeikh H.M. Yunus.
Al-Washiliyah adalah sebuah organisasi yang berasaskan Islam, yang dalam fiqh memakai mazhab Syafi’i serta dalam hal i’tiqad adalah Ahulussunah Waljama’ah al-Washiliyah bergerak dalam bidang pendidikan, sosial dan keagamaan.
Al-Washiliyah menyelenggarakan pendidikannya dengan susunan sebagai bersikut:
1. Madrasah Ibtidaiyyah 6 tahun
2. Madrasah Tsanawiyah 3 tahun
3. Madrasah Qimul Ali 3 tahun
4. Madrasah Mualimun 3 tahun
5. PGA
6. Madrasah Al-Washiliyah 6 tahun
7. SMP Al-Washiliyah 6 tahun
8. MA Al-Washiliyah 6 tahun
Untuk lembaga pendidikan sekolah dasar sampai SMA materi pelajarannya adalah 70 s% umum 30 s% agama. Pada tahun 1958 Al-Washiliyah telah mampu mendirikan Perguruan Tinggi Agam Islam (PTAI) di Medan dan Jakarta. Di Medan kemudian menjadi Universitas dan mempunyai cabang, seperti Sibolga, Kebun Jahe, Rantau Prapat, Lansa (Aceh) bahkan sampai ke Kalimantan tepatnya di Barabai Kalimantan Selatan yang sekarang bernama Al-Washiliyah Barabai.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hasan, M.Ali, Mukti Ali. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003, cet.1
1. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1999, Cet. 3
2. Saleh, Abdul Rahman Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa Visi, Misi, dan Aksi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006
1. Mansur. Rekonstruksi SPI Di Indonesia. Jakarta: Depag, 2005
________________________________________
[1] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1999, Cet. 3, h. 96
[2] Abdul Rahman Saleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa Visi, Misi, dan Aksi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006, Cet, 2s, h.19
[3] M.Ali Hasan, Mukti Ali. Kapita Sketsa Pendidikan Islam…. Hal 9-27.
[4] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, h. 106
[5] Abdul Rahman Saleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa Visi, Misi, dan Aksi,h. 20

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PENDIDIKAN ISLAM DAN BARAT

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PENDIDIKAN ISLAM DAN BARAT

Salah satu unsur pembangun peradaban bangsa adalah melalui pendidikan. Sedangkan hasil akhir sebuah pendidikan tergantung pada tujuan awal pendidikan itu sendiri. Islam dan Barat memiliki pandangan berbeda mengenai hal tersebut. Paham rasionalisme yang berkembang di Barat dijadikan dasar pijakan bagi konsep-konsep pendidikan Barat. Ini jauh berbeda dengan Islam yang memiliki al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad para ulama sebagai konsep pendidikannya. Hal inilah yang membedakan ciri pendidikan yang ada di Barat dengan pendidikan Islam. Masing-masing peradaban ini memiliki karakter yang berbeda sehingga produk yang ‘dihasilkan’ pun saling memiliki ciri.

Pendahuluan
Pendidikan memiliki ragam dalam definisinya. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1989), pendidikan adalah proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (proses, perbuatan, dan cara mendidik). Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat (1), pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Seorang tokoh pendidikan Barat, John Dewey mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental, secara intelektual dan emosional, ke arah alam sesama manusia. Dari pendidikanlah seseorang mengalami proses pengembangan kemampuan, sikap, dan tingkah laku lainnya dalam masyarakat tempat mereka hidup. Proses sosial yang terjadi ini dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah) sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individual yang optimal. Pendidikan juga dipengaruhi oleh lingkungan individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang sifatnya permanen dalam tingkah laku, pikiran dan sikapnya.
Pendidikan dapat ditinjau dari dua segi; pertama, dari sudut pandangan masyarakat, dan kedua, dari segi pandangan individu. Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda agar hidup masyarakat tetap berlanjutan. Atau dengan kata lain, masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari generasi ke generasi agar identitas masyarakat tersebut tetap terpelihara. Sedangkan dari sudut pandang individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Hal ini selaras dengan pendapat Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, yang sudah sejak lama menyatakan bahwa pendidikan umumnya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin, pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Definisi-definisi yang dikemukakan oleh para tokoh di atas memiliki kesamaan pandangan dan mengarah pada satu tujuan tertentu, yaitu pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa merupakan suatu proses dalam mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efesien. Maka, berdasarkan pemahaman tersebut, ciri-ciri pendidikan adalah pendidikan mengandung tujuan, yaitu kemampuan untuk berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidup. Kemudian,untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan melakukan usaha yang terencana dalam memilih isi (materi), strategi, dan teknik penilaian yang sesuai. Sedangkan kegiatan pendidikan dapat dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat (formal dan non formal).
Oleh karena itu, pendidikan mengandung pokok-pokok penting, sebagai berikut :
1. Pendidikan adalah proses pembelajaran
2. Pendidikan adalah proses sosial
3. Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia
4. Pendidikan berusaha mengubah atau mengembangkan kemampuan, sikap dan perilaku positif
5. Pendidikan merupakan perbuatan atau kegiatan sadar
6. Pendidikan memiliki dampak pada lingkungan
7. Pendidikan berkaitan dengan cara mendidik
8. Pendidikan tidak berfokus pada pendidikan formal.
Jadi, Pendidikan merupakan sebuah proses, bukan hanya sekedar mengembangkan aspek intelektual semata atau hanya sebagai transfer pengetahuan dari satu orang ke orang lain saja, tapi juga sebagai proses transformasi nilai dan pembentukan karakter dalam segala aspeknya. Dengan kata lain, pendidikan juga ikut berperan dalam membangun peradaban dan membangun masa depan bangsa.

Pengertian Pendidikan Islam
Para tokoh pendidikan muslim memiliki pengertian masing-masing tentang pendidikan Islam. Salah satunya adalah pandangan modern seorang ilmuwan muslim Bangladesh, DR. Muhammad S.A Ibrahimy, mengungkapkan pengertian pendidikan Islam yang berjangkauan luas, sebagai berikut :
Islamic education in true sense of the term, is a system of education which enables a man to lead his life according to the Islamic ideology, so that he maay easly mould his life in accordancewith tenets of Islam. And thus peace and prosperety may prevail in his own life as well as in the whole world. This Islamic scheme of education is, of necessity an all embracing system, for Islam encompasses the entire gamut of a muslems life. It can justly be said that all brances of learnng which are not Islamic are included in the Islamic education. The scope of Islamic education has been changing at different times. In aview of the demands of the age and the development of science and technologi, its scope has also wideded
Menurutnya, napas keislaman dalam pribadi seorang muslim merupakan elan vitale yang menggerakan perilaku yang diperkokoh dengan ilmu pengetahuan yang luas. Sehingga ia mampu memberikan jawaban yang tepat guna terhadap tantangan perkembangan ilmu dan teknologi.
Sedangkan DR. Yusuf Qaradhawi memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya. Menurut DR. Mohammad Natsir, maksud ‘didikan’ di sini ialah satu pimpinan jasmani dan ruhani yang menuju kepada kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan sesungguhnya.
Selain itu, Prof. DR. Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat. Oleh karenanya, proses tersebut berupa bimbingan (pimpinan, tuntunan, usulan) oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi dan lain sebagainya) dan raga objek didik dengan bahan-bahan materi tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.
Islam yang diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad mengandung implikasi kependidikan yang bertujuan untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin. Di dalamnya terkandung suatu potensi yang mengacu kepada dua fenomena perkembangan , yaitu:
1. Potensi psikologis dan pedagogis yang mempengaruhi manusia untuk menjadi sosok pribadi yang berkualitas bijak dan menyandang derajat mulia melebihi makhluk-makhluk lainnya.
2. Potensi perkembangan kehidupan manusia sebagai ‘khalifah’ di muka bumi yang dinamis dan kreatif serta responsif terhadap lingkungan sekitarnya, baik yang alamiah maupun yang ijtima'iyah dimana Tuhan menjadi potensi sentral perkembangannya.
Dari pendapat-pendapat para tokoh Islam di atas terlihat perbedaan yang mendasar antara pendidikan pada umumnya dengan pendidikan Islam. Perbedaan yang menonjol adalah bahwa pendidikan Islam, bukan hanya mementingakan pembentukan pribadi untuk kebahagiaan dunia, tetapi juga untuk kebahagiaan di akhirat. Lebih dari itu, pendidikan Islam berusaha membentuk pribadi yang bernafaskan ajaran-ajaran Islam, sehingga pribadi-pribadi yang terbentuk itu tidak terlepas dari nilai-nilai agama. Hal ini mendorong perlunya mengetahui tujuan-tujuan pendidikan Islam secara jelas.
Adapun tujuan-tujuan pendidikan yang dimaksud adalah perubahan-perubahan pada tiga bidang asasi, yaitu :
a. Tujuan-tujuan individual yang berkaitan dengan individu-individu, pelajaran (learning) dengan kepribadian-kepribadian mereka dan apa yang berkaitan dengan individu-individu tersebut, seperti perubahan yang diinginkan pada tingkah laku, aktivitas dan pencapainnya, dan pada pertumbuhan yang diinginkan pada pribadi mereka, serta pada persiapan yang dimestikan kepada mereka pada kehidupan dunia dan akhirat.
b. Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan keseluruhan tingkah laku masyarakat umumnya, serta tentang perubahan yang diinginkan terkait dengan kehidupan dan pertumbuhan memperkaya pengalaman dan kemajuan yang diinginkan.
c. Tujuan-tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai suatu aktifitas di antara aktifitas-aktifitas masyarakat.
Meski demikian tujuan akhir pendidikan Islam tidak lepas dari tujuan hidup seseorang Muslim. Pendidikan Islam itu sendiri hanyalah suatu sarana untuk mencapai tujuan hidup Muslim, bukan tujuan akhir (QS. Al-Dzariat: 56). Tujuan hidup Muslim ini pula yang menjadi tujuan pendidikan di dunia Islam sepanjang sejarahnya, semenjak jaman Nabi Muhammad saw hingga sekarang. Dan di dalam World Conference on Muslim Education yang pertama di Mekkah, 31 Maret-8 April 1977 lebih dipertegas lagi dan diberi definisi sebagai berikut:
Education should aim at balanced growth of the total personality of man through the training of man's spirit, intellect, the rational self, feeling and bodily senses. Education should therefore cater for the growth of man in all its aspects, spiritual, intelectual, imaginative, physical, scinentific, linguistic, both individually and collectively and motivate all these aspects toward goodness and attainment of perfection. The ultimate aim of Muslim education lies in the realization of complete submission to Allah on the level of idividual, the community and humanity at large
Tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai tentunya harus berangkat dari dasar-dasar pokok pendidikan dalam ajaran Islam, yaitu keutuhan (syumuliah), keterpaduan, kesinambungan, keaslian, bersifat praktikal, kesetiakawanan dan keterbukaan. Dan yang paling penting adalah tujuan pendidikan tersebut dapat diterjemahkan secara operasional ke dalam silabus dan mata pelajaran yang diajarkan di berbagai tingkat pendidikan, rendah, menengah dan perguruan tinggi, malah juga pada lembaga-lembag pendidikan non formal.

Karakteristik Pendidikan Islam
Menurut Prof. Dr. Azyumardi Azra, ada beberapa karakteristik pendidikan Islam, yaitu pertama, Penguasaan Ilmu Pengetahuan. Ajaran dasar Islam mewajibkan mencari ilmu pengetahuan bagi setiap Muslim dan muslimat. Setiap Rasul yang diutus Allah lebih dahulu dibekali ilmu pengetahuan, dan mereka diperintahkan untuk mengembangkan llmu pengetahuan itu. Hal ini sesuai hadits Rasulullah saw ,
??? ????? ????? ??? ?? ???? ??????
Kedua, Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Ilmu yang telah dikuasai harus diberikan dan dikembangkan kepada orang lain. Nabi Muhammad saw sangat membenci orang yang memiliki ilmu pengethauan, tetapi tidak mau memberi dan mengembangkan kepada orang lain (HR. Ibn al-Jauzy) .
???? ????? ????? ?? ??? ??? ????? ?? ????? ?????? ?? ??????
Ketiga, penekanan pada nilai-nilai akhlak dalam penguasaan dan pengembangan ilmu penetahuan. Ilmu pengetahuan yang didapat dari pendidikan Islam terikat oleh nilai-nilai akhlak .
???? ???? ????? ????? ???????
Keempat, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, hanyalah untuk pengabdian kepada Allah dan kemaslahatan umum, seperti pada hadits riwayat Abu al-Hasan Bin Khazem bin Anas ,
?????? ?? ????? ?? ???? ?? ?????? ????? ????? ??? ??????
Kelima, penyesuaian terhadap perkembangan anak. Sejak awal perkembangan Islam, pendidikan Islam diberikan kepada anak sesuai umur, kemampuan, perkembangan jiwa, dan bakat anak. Setiap usaha dan proses pendidikan haruslah memperhatikan faktor pertumbuhan anak. Ali bin Abi Thalib sebagaimana dikutif Fazhur Rahman berkata :
Heart of people have desires and aptitudes; sometimes they are ready to listen and others time are not. Enter to people's hearts through their aptitudes. Talk to them when they ready to listen. For the condition of heart is such that you force to do something, then it becomes blind (and refuses to accept it).
Keenam, pengembangan kepribadian. Bakat alami dan keampuan pribadi tiap-tiap anak didik diberikan kesempatan berkembang sehingga bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat. Setiap murid dipandang sebagai amanah Tuhan, dan seluruh kemampuan fisik & mental adalah anugerah Tuhan. Perkembangan kepribadian itu berkaitan dengan seluruh nilai sistem Islam, sehingga setiap anak dapat diarahan untuk mencapai tujuan Islam.
Ketujuh, penekaanan pada amal saleh dan tanggung jawab. Setiap anak didik diberi semangat dan dorongan untuk mengamalkan ilmu pengetahuan sehingga benar-benar bermanfaat bagi diri, keluarga dan masyarakat secara keseluruhan. Amal shaleh dan tanggung jawab itulah yang menghantarkannya kelak kepada kebahagiaan di hari kemudian kelak (HR. Muslim).
??? ??? ??????? ????? ???? ??? ?? ???? : ???? ????? ?? ??? ????? ?? ???? ???? ??????
Dengan karakteristik-karakteristik pendidikan tersebut tampak jelas keunggulan pendidikan Islam dibanding dengan pendidikan lainnya. Karena, pendidikan dalam Islam mempunyai ikatan langsung dengan nilai-nilai dan ajaran Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupannya.

Pengertian Pendidikan Barat
Seperti yang ditulis sebelumnya bahwa tujuan pendidikan itu tidak bisa lepas dari tujuan hidup manusia. Sebab pendidikan hanyalah suatu alat yang digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya (survival), baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Dengan begitu tujuan pendidikan harus berpangkal pada tujuan hidup.
Di Barat, pendidikan menjadi ajang pertarungan ideologis dimana apa yang menjadi tujuan pendidikan – secara tidak langsung merupakan tujuan hidup – berbenturan dengan kepentingan-kepentingan lain . Di sinilah perbedaan pendapat para filosof Barat dalam menetapkan tujuan hidup. Orang-orang Sparta salah satu kerajaan Yunani lama dahulu berpendapat bahwa tujuan hidup adalah untuk berbakti kepada negara, untuk memperkuat negara. Dan pengertian kuat menurut orang-orang Sparta adalah kekuatan fisik. Oleh sebab itu tujuan pendidikan Sparta adalah sejajar dengan tujuan hidup mereka, yaitu memperkuat, memperindah dan mempertegus jasmani. Oleh sebab itu orang-orang yang kuat jasmaninya, bisa berkelahi dengan harimau dan singa disanjung-sanjung, dianggap pahlawan di masyarakat Sparta.
Sebaliknya orang Athena, juga salah satu kerajaan Yunani lama, berpendapat bahwa tujuan hidup adalah mencari kebenaran (truth), dan kalau bisa menyirnakan diri pada kebenaran itu. Tetapi apakah kebenaran itu? Plato lebih dulu mengandaikan bahwa benda, konsep-konsep dan lainnya bukanlah benda sebenarnya. Dia sekedar bayangan dari benda hakiki yang wujud di alam utopia. Manusia terdiri dari roh dan jasad. Roh itulah hakikat manusia, maka segala usaha untuk membersihkan, memelihara, menjaga dan lain-lain roh itu disebut pendidikan.
Madzhab-madzhab pendidikan eropa Barat dan Amerika sesuah Decartes (1596-1650) mengambil dari kedua madzhab Yunani lama tersebut, dan semua madzhab beranggapan bahwa dunia inilah tujuan hidup sehingga ada yang mengingkari sama sekali wujud Tuhan dan hari akhir. Ada madzhab rasionalisme yang berpangkal pada Plato, Aristoteles, Descartes, Kant, dan lainnya; ada madzhab impirisme yang dipelopori oleh John Locke yang terkenal dengan kerta putih (tabu rasa); ada madzhab progressivisme yang dipelopori oleh John Dewey yang berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah lebih banyak pendidikan; ada madzhab yang berasal dari sosiolog, yaitu sosiologi pengetahuan yang menitik beratkan budaya; selanjutnya ada madzhab fenomenologi atau eksistensialisme yang beranggapan bahwa pendidikan seharusnya bersifat personal, oleh sebab itu sekolah tidak ada gunannya dan harus dibubarkan. Hal ini tercermin dalam firman Allah SWT yang menggambarkan orang-orang Dahriyyun (Naturalist), “Mereka berkata tidak ada hidup kecuali hidup kita di dunia ini. Kita mati kita hidup, tidak ada yang membinasakan kita kecuali masa. Sedangkan mereka dalam hal ini tidak tahu apa-apa. Mereka hanyalah menyangka-nyangka” (QS.45:23).
Tokoh pendidikan Barat, John Dewey berpendapat tentang tujuan pendidikan berdasarkan pada pandangan hidup,
"Since there is nothing to which growth is relative save more growth, there is nothing to which education is subordinate save more education. The education process has no end beyond itself – it is its own end"
Madzhab yang dibawa oleh Dewey ini terkenal dengan nama Pragmatisme dalam falsafah, sedangkan dalam pendidikan disebut Progressivisme yang terlalu menitik beratkan kepada kegunaan (utilitarian).
Hegemoni peradaban Barat boleh dikata hampir lengkap terutama sekali dalam bidang pendidikan. Volume penyelidikan dalam berbagai aspek pendidikan sangat mengagumkan. Disamping itu kemajuan yang telah dicapainya memberi pengaruh pada masyarakat dunia umumnya – hal yang membanggakan kalangan elit yang memerintah dan masyarakat Barat. Pada abad ke-21 ini, orientasi tujuan pendidikan Barat mulai beralih pada usaha mencari keuntungan dengan jalan apa pun, yang bermakna eksploitasi, kekuasaan, pertarungan, teror dan pembunuhan.
Melalui pendidikan, kaum pemodal (kapitalis) dan pedagang menyebarkan paham rasionalisme dan liberalisme untuk melawan tatanan feodal (kerajaan) yang ada dan menghalangi perkembangan kapital untuk mencari keuntungan. Dalam masyarakat kapitalistik dewasa ini, begitu mudahnya suatu kelas sosial mendapatkan apa saja yang menjadi kebutuhannya dan kehendak bebasnya (free will), dan hampir dengan cara apa pun.
Paul Johnson, seorang ahli sejarah Inggris mengakui dilema moral yang dihadapi oleh kapitalisme, namun menurutnya kapitalisme adalah sebuah kekuatan natural bukan ideologi yang dibuat-buat. Ia berasal dari naluri yang masuk ke dalam sifat manusia dan selalu merubah diri, serta akan menggantikan sesuatu yang berbeda secara fundamental. Namun, usaha Johnson untuk mencari solusi terhadap dilema moral dari kapitalisme tidak pernah jauh dari akar warisan peradaban Barat. Menurutnya, “kita berada pada sistem etika Yahudi-Kristen yang mengharuskan kita memiliki idea-ide yang subur dalam pertempuran pemikiran di masa datang.
Di tengah-tengah pesta pora kemenangan kapitalisme dan semua subsistemnya, muncul kesadaran yang mendalam dan jujur tentang kegagalan yang dihadapi Barat, terutama dalam bidang fisafat pendidikan dan lembaga pendidikan. Dalam buku The Cultural Contradisional of Capitalism, Daniel Bell (1976) menulis sebagai berikut,
Dalam budaya, sebagaimana juga dalam politik, liberalisme sekarang ini menghadapi rintangan berat ... Tatanan sosial yang tidak memiliki ciri, baik budaya yang merupakan pernyataan simbolik terhadap vitalitas manapun, atau pendorong yang bersifat motivasi atau kekuatan pemersatu.
Analis Bell tentang penyakit kapitalisme berkisar pada apa yang disebut disjuction of realm, yaitu ketegangan antara hal-hal yang bersifat ekonomi, budaya dan politik. Tokoh Barat lainnya, Alam Bloom meringkaskan sistem pendidikan Amerika, yaitu filsafat, asas-asas dan kurikulum dalam bukunya berjudul Closing of America Mind. Menurutnya, relativisme dan pragmatisme menguasai pentas budaya dan pendidikan Barat. Seperti dinyatakan oleh Bloom bahwa hampir setiap pelajar di Barat (AS) percaya kebenaran itu relatif dengan latar belakang para pelajar – Sebagian agamis, sebagian atheis, sebagian condong ke kiri, yang lain ke kanan, sebagian miskin, sedangkan yang lain kaya. Mereka hanya bersatu dalam relativisme dan kesetiaan pada persamaan.

Karakteristik Pendidikan Barat
Dalam pendidikan Barat, ilmu tidak lahir dari pandangan hidup agama tertentu dan diklaim sebagai sesuatu yang bebas nilai. Namun sebenarnya tidak benar-benar bebas nilai tapi hanya bebas dari nilai-nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan. Menurut Naquib al-Attas, ilmu dalam peradaban Barat tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama namun dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah . Sehingga dari cara pandang yang seperti inilah pada akhirnya akan melahirkan ilmu-ilmu sekular.
Masih menurut al-Attas, ada lima faktor yang menjiwai budaya dan peradaban Barat, pertama, menggunakan akal untuk membimbing kehidupan manusia; kedua, bersikap dualitas terhadap realitas dan kebenaran; ketiga, menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan hidup sekular; empat, menggunakan doktrin humanisme; dan kelima, menjadikan drama dan tragedi sebagai unsur-unsur yang dominan dalam fitrah dan eksistensi kemanusiaan . Kelima faktor ini amat berpengaruh dalam pola pikir para ilmuwan Barat sehingga membentuk pola pendidikan yang ada di Barat.
Ilmu yang dikembangkan dalam pendidikan Barat dibentuk dari acuan pemikiran falsafah mereka yang dituangkan dalam pemikiran yang bercirikan materialisme, idealisme, sekularisme, dan rasionalisme. Pemikiran ini mempengaruhi konsep, penafsiran, dan makna ilmu itu sendiri. René Descartes misalnya, tokoh filsafat Barat asal Perancis ini menjadikan rasio sebagai kriteria satu-satunya dalam mengukur kebenaran. Selain itu para filosof lainnya seperti John Locke, Immanuel Kant, Martin Heidegger, Emillio Betti, Hans-Georg Gadammer, dan lainnya juga menekankan rasio dan panca indera sebagai sumber ilmu mereka, sehingga melahirkan berbagai macam faham dan pemikiran seperti empirisme, humanisme, kapitalisme, eksistensialisme, relatifisme, atheisme, dan lainnya, yang ikut mempengaruhi berbagai disiplin keilmuan, seperti dalam filsafat, sains, sosiologi, psikologi, politik, ekonomi, dan lainnya .

Perbandingan Karakteristik Pendidikan Islam dan Barat
Menurut Pervez Hoodbhoy , perbedaan pendidikan Islam dan Barat bukan pada istilah pendidikan keagamaan tradisional dan pendidikan sekular modern, karena kedua jenis pendidikan tersebut menyandarkan diri pada dua filsafat pendidikan yang sama sekali berbeda dan mempunyai dua perangkat tujuan dan metode yang juga berbeda.
Berikut ini akan ditujukan perbedaan antara versi pendidikan religius tradisional, yang murni dan karenanya teoritis, dan versi pendidikan modern yang dijadikan pembanding.

Pendidikan Religius Tradisional Pendidikan Sekuler Moder
1 Orientasi keakhiratan 1 Orientasi kesekuleran
2 Berupaya mencapai sosialisasi ke dalam Islam 2 Berupaya mencapai perkembangan individu
3 Kurikulum tidak berubah sejak abad pertengahan 3 Kurikulum merespon perubahan-perubahan berkenaan dengan bidang studi
4 Pengetahuan berdasarkan pada wahyu dan tidak dipersoalkan 4 Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman dan deduksi
5 Pengetahuan dicari dan diperoleh berdasarkan pada perintah Tuhan 5 Pengetahuan diperlukan sebagai alat untuk menyelesaikan masalah
6 Mendiskusikan moralitas dan asumsi-asumsi tidak dikehendaki 6 Mendiskusikan moralitas dan asumsi-asumsi disambut baik
7 Metode dan teknik mengajar pada dasarnya otoriter 7 Metode dan teknik mengajar student-center
8 Penghapalan dianggap sangat menentukan 8 Pencerapan konsep-konsep kunci dianggap menentukan
9 Mental mahasiswa dianggap pasif-reseptif 9 Mental mahasisswa dianggap aktif-produktif
10 Pendidikan secara umum tidak dispesialisasikan 10 Pendidikan dispesialisasikan


Penutup
Penjelasan tentang pendidikan Islam dan Barat di atas memperlihatkan adanya kesenjangan pola berfikir yang digunakan para ilmuwan mereka sehingga menghasilkan karakter yang berbeda. Jika sumber dan metodologi ilmu di Barat bergantung sepenuhnya kepada kaedah empiris, rasional dan cenderung materialistik serta mengabaikan dan memandang rendah cara memperoleh ilmu melalui wahyu dan kitab suci, maka metodologi dalam ilmu pengetahuan Islam bersumber dari kitab suci al-Qur’an yang diperoleh dari wahyu, Sunnah Rasulullah saw, serta ijtihad para ulama. Jika Westernisasi ilmu hanya menghasilkan ilmu-ilmu sekular yang cenderung menjauhkan manusia dengan agamanya sehingga terjadi kekalutan di dalamnya, maka Islamisasi ilmu justru mampu membangunkan pemikiran dan keseimbangan antara aspek rohani dan jasmani pribadi muslim yang akan menambahkan lagi keimanannya kepada Allah SWT. Islam mempunyai sifat eksklusif sekaligus inklusif. Ketika berhadapan dengan masalah teologi, hakikat sifat-sifatNya, seorang muslim tidak boleh berkompromi dengan persepsi agama lain, kecuali yang berhubungan dengan masalah rubbûbiyyah. Sebaliknya ketika membicarakan masalah nilai-nilai moral dan etika, maka pintu komunikasi, dialog dan kerjasama dapat dibuka seluas-luasnya.

DAFTAR PUSTAKA


Ahmad, Sayyid al-Hasyimi Bek, Mukhtar al-Hadîts Nabawiyyah, Kairo: Maktabah al-Hijazi,1948.
Al-Sayuthi, Imam Jamaluddin Abdurahman bin Abi Bakr, al-Jamî' al-Shaghr fî al-Hadîts al-Basyir al-Nâzhir, Kairo: Dâr al-Katib al-‘Arabi, 1967.
Al-Syaibany, Prof. Dr. Omar Mohammad Al-Toumy Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1979.
Anshari, Endang Saefuddin, Pokok-pokok Pikiran tentang Islam, Jakarta: Usaha Interprise, 1976.
Arifin, Prof. H.M. M.Ed. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum) Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
Armas, Adnin, MA, Westernisasi dan Islamisasi Ilmu, dalam Majalah ISLAMIA, Thn. I, No.6, Juli-September 2005.
Azra, Prof. Dr. Azyumardi, MA. "Esai-Esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta: PT. LOGOS Wacana Ilmu, 1999.
Dewantara, Ki Hajar, Masalah Kebudayaan: Kenang-Kenangan Promosi Doctor Honoris Causa, Yogyakarta, 1967.
Dewey, J., Democracy and Education, London: Mac. Milan, 1916.
Hoodbhoy, Pervez, Islam dan Sains Pertarungan Menegakkan Rasionalitas, Bandung: Penerbit Pustaka, 1997.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989)
Khursid, Ahmad, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, terj. M. Hashem Bandung, 1958.
Langggulung, Prof. Dr. Hasan, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung: al-Ma'arif, 1980.
______________, Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Al-Husana Zikra, 2000.
______________, Manusia dan Pendidikan, suatu analisa Psikologis, falsafat dan pendidikan, Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna Baru, 2004.
______________, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan sains Sosial, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002.
Nandika, Dodi, Pendidikan di Tengah Gelombang Perubahan, Jakarta: Pustaka LP3ES, 2007.
Natsir, Drs. M. Ali, Dasar-Dasar Ilmu Mendidik, Jakarta, Kalam Mulia, 1992.
Natsir, Mohammad, Capita Selecta, Bandung: Granvenhage, 1954.
Qardhawi, Yusuf, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, (terj. Bustani A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad), Jakarta: Bulan Bintang, 1980.
Rahman, Fazlur, Islam, Ideologi and The Way of Life, Singapore: Pustaka Nasional, 1980.
Rochaety, Eti, Pontjorini, dkk, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Sihombing, Umberta, Menuju Pendidikan Bermakna Melalui Pendidikan Berbasis Masyarakat: Konsep, Strategi dan Pelaksanaan, Jakarta: Multiguna, 2002.
Soyomukti, Nurani, Pendidikan Berperspektif Globalisasi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media group, 2008.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Fokus Media, 2003.

PEMIKIRAN PARA TOKOH PENDIDIKAN ISLAM

I. KONSEP PENDIDIKAN IBN MISKAWAIH
A. Sekilas Tentang Riwayat Hidup Ibn Miskawaih
Nama lengkap beliau adalah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ya’kub Ibn Miskawaih. Ia lahir pada tahun 320 H/932 M. di Rayy, dan meninggal di Isfahan pada tanggal 9 shoffar tahun 412 H/16 februari 1030 M. Ia hidup pada masa pemerintahan dinasti Buaihi (320-450 H/932-1062 M) yang sebagian besar pemukanya bermadzhab Syi’ah.

B. Konsep Pendidikan Ibn Miskawaih
Pada dasarnya untuk memahami pemikiran Ibn Miskawaih tentunya tidak bisa dilepaskan dari konsepnya tentang manusia dan akhlaq. Berikut uraianya :
1. Konsep Manusia
Ibnu Maskawaih memandang bahwa manusia sebagai makhluq yang memiliki macam-macam daya. Yaitu :
a. Daya nafsu (Sebagai daya terendah yang berasal dari unsur materi)
b. Daya berani (Sebagai daya tengah yang juga berasal dari unsur materi )
c. Daya berpikir (Sebagai daya tertinggi yang berasal dari ruh Tuhan)
Dari beberapa pembagian tentang manusia tersebut, ibn Miskawaih mempunyai pandangan bahwa daya nafsu dan daya berani akan hacur bersama badan, akan tetapi daya berpikir tidak akan pernah mengalami kehancuran.

2. Konsep Akhlaq
Konsep akhlaq yang di tawarakan oleh Ibn Miskawaih lebih di dasarkan pada doktrik jalan tengah. Dengan pengertian bahwa jalan tengah adalah dengan keseimbangan, moderat, harmoni, utama, atau posisi tengah diantara dua ekstrem. Akan tetapi Ibn Miskawaih lebih menitik beratkan pada posisi tengah antara ekstrem kelebihan dan ekstreem kekurangan masing-msing jiwa manusia. Dari keterangan diatas dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa ibn Miskawaih lebih memberi tekanan pada pribadi.
Menurut Ibn Miskawaih, jiwa manusia di bagi menjadi menjdi tiga, yakni :
a. al-bahimiyyah, yaitu menjaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat
b. al-ghadabiyah, yaitu kebernian yang diperhitungkan dengan masak untung ruginya.
c. an-nathiqah. Yaitu kebijaksanaan.
Ibn Miskawaih menegaskan bahwa setiap keutamaan memiliki dua sisi yang ekstreem. Yang tengah bersifat terpuji dan yang ekstrem bersifat tercela.



3. Konsep Pendidikan
3.1. Tujuan Pendidikan Akhlaq
Adapun tujuan pendidikan akhlaq adalah terwujudya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan perbuatan yang baik. Sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati.
3.2. Materi Pendidikan Akhlaq
Untuk mencapai tujuan yang di rumuskan oleh ibn maskawaih tentunya ada beberapa hal yang perlu dipelajari dan dipraktekkan. Sejalan dengan pemikiran tersebut, Ibn maskawaih menyebutkan tiga pokok yang dapat dipahami sebagai meteri pendidikan akhlaqnya, yakni :
a. Hal-hal yang wajib bagi kebutuhan manusia
b. Hal-hal yang wajib bagi jiwa
c. Hal-hal yang wajib bagi hubunganya dengan manusia.
3.3. Pendidik dan Anak Didik
Keberadaan pendidik (Guru) merupakan instrumen yang sangat penting, begitupun keberadaan anak didik. Keduanya dapat menciptakan sinergitas untuk membangun pendidikan. Akan tetapi, Ibn Maskawaih juga menerangkan bahwa keberadaan orang tua merupakan bagian dari instrumen pendidikan yang penting pula.
Terkait dengan pendidik, Ibn Maskawaih menempatkan posisi yang tinggi itu adalah guru yang berderjat mu’allim al-misal, al-hakim, atau al-mu’allim al-hikmat.
3.4. Lingkungan Pendidikan
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, Ibn Maskawaih Berpendapat bahwa usaha untuk mencapai kebahagiaan tidak dapat dilakukan sendiri, tetapi harus bersama atas dasar saling menolong dan saling melengkapi. Maka, sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan kondisi yang baik diuar dirinya, yakni lingkungan. Karena lingkungan yang baik akan turut serta dalam menentukan proses pendidikan.
3.5. Metodologi Pendidikan
Dalam hal ini Ibn Maskawaih lebih menitik beratkan pada metodologi perbaikan akhlaq. Seperti beberapa metode yang di ajukan oleh Ibn Maskawaih dalam mencpai akhlaq yang baik, yaitu :
a. Adanya kemauan yang bersungguh-sungguh untuk berlatih terus menerus dan menahan diri untuk memperoleh keutamaan dan kesopanan yang sebenarnya sesuai dengan keutamaan jiwa.
b. Dengan menjadikan semua pengetahuan dan pengalaman orang lain sebagai cermin bagi dirinya. Tentunya pengetahuan dan pengalaman yang baik.

II. KONSEP PENDIDIKAN AL-QABISI
A. Sekilas tentang riwayat Al-Qabisi
Nama lengkapnya adalah Abu Hasan Ali bin Muhammad Khalaf al-ma’rifi al-Qabisi. Ia lahir di Kairawan, Tunisia, pada bulan rojab, tahun 224 H. Bertepatan dengan 13 mei tahun 936M. Ia pernah merantau ke beberapa negara timur tengah pada tahun 553 H/963 M. Selama 5 tahun, kemudian kembali ke negeri asalya dan meninggal dunia pada tanggal 3 rabi’ul awal 403 H.




B. Konsep Pendidikan Al-Qabisi
Selain ahli dalam bidang hadits dan fiqh, Al-Qabisi juga di kenal ahli dalam pendidikan. Hal ini dapat diketahui mealui beberapa pemikiranya dibawah ini :
1. Pendidikan Anak-anak
Al-Qabisi memiiki perhatian yang besar terhdap pendidikan anak-anak yang berlangsung di kutab-kutab. Menurut beliau mendidik anak-anak merupakan upaya yang amat setrategis dalam rangka menjaga kelangsungan bangsa dan negara. Adapun instrumen penting dalam mendidik anak adalah guru yang tidak hanya menguasai berbagai materi pelajaran dan cara penyampaian, lebih dari itu juga di barengi dengan budi pekerti yang mulia dan mempunyai teladan baik
2. Tujuan Pendidikan
Adapun tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh Al-Qabisi adalah pendidikan mampu untuk menumbuh kembangkan pribadi anak sesuai dengan nilai-nilai Islam yang benar serta mampu untuk membekali anak dengan kertampilan dan keahlian yang nantinya dapat mendukung kemampuan dalam mencari nafkah.
3. Kurikulum
Dilihat dari sisi pelaran (kurikulum) yang di ajarkan kepada anak didik, Al-Qabisi membagi kuurikulum kedalam dua bagian, dengan uraian sebagai berikut :
3.1. Kurikulum Ijbari
Kurikulum ijbari secara harfiah berarti kurikulum yang merupakan keharusan bagi setiap anak. Kurikulum ini terdiri dari kandungan ayat-ayat Al-Qur’an seperti sembahyang dan do’a - do’a, ditambah dengan penguasaan terhadap ilmu nahwu dan bahasa arab yang keduanya mrupakan persyaratan mutlak untuk memantabkan bacaan Al-Qur’an, tulisan dan hafalan Al-Qur’an.
3.2. Kurikulum Ihtiyari
Kurikulum ini berisi ilmu hitung dan seluruh ilmu nahwu, bahasa arab, syair, kisah-kisah masyarakat Arab, sejarah islam, ilmu nahwu dan bahasa arab lengkap.
Dalam kurikulum ini, Al-Qabisi lebih menekankan pada materi tentang ketrampilan yang dapat menghasilkan produksi kerja dan mampu membiayai hidupnya dimasa yang akan datang.

4. Metode dan Tehnik Belajar
Selain membicarakan tentang kurikulum, Al-Qabisi juga berbicara tentang metode dan tehnik mempelajari mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum tersebut. Misalnya tentang metode menghafal Al-Qur’an, menurut beliau menghfal dan menulis Al-Qur’an ditetapkan atas pemilihan waktu yang terbaik yaitu pada waktu pagi-pagi selama seminggu terus menerus dan bari istirahat sejak waktu setelah dhuhur hari kamis sampai hari jum’at. Kemudian belajar lagi pada hari sabtu pagi hingga minggu berikutnya. Dan Al-Qabisi juga sangat detail dalam memperhatikan waktu.
5. Percampuran Belajar Antara Murid Laki-laki dan Perempuan
Percampuran belajar antara laki-laki dan perempuan juga menjadi perhatian Al-Qabisi. Beliau tidak setuju jika ada percampuran karena tidak baik bagi anak-anak. Jika ditelisik secara seksama, anak remaja yang mengalami fase puberts masih belum memliki ketenangan jiwa dan dihawatirkan adanya kerusakan pada moral.

6. Demokrasi dalam pendidikan
Dalam hal ini Al-Qabisi mempunyai pandangan bahwa anak-anak yang masuk dalam kuttab tidak ada perbedaan derajat atau martabat. Baginya, pendidikan adalah hak setiap orang tanpa menutup pengecualian
Untuk mendukung terlaksananya demokrasi, Al-Qabisi menganjurkan agar orang-orang Islam yang berkemampuan material hendaknya mau membantu biaya pendidikan bagi anak-anak yang kurang mampu.

III. KONSEP PENDIDIKAN AL-MAWARDI
A. Sekilas Tentang Riwayat Hidup Al-Mawardi
Nama lengkapnya adalah Abu Al-Hasan Ali Ibn Muhammd Ibn Habib Al-Basyri. Ia dilahirkan di Basyrah pda tahun 364 H. Bertepatan dengan tahun 974 M. Beliau wafat di Baghdad pada tahun 450 H / 1058 M.

B. Pemikiran Al-Mawardi dalam Bidang Pendidikan
Pemikiran Al-Mawardi dalam bidang pendidikan sebagian besar terkonsentrasikan pada masalah etika hubungan antara guru dan murid dalam proses belajar mengajar. Dalam pandangan Al-Mawardi, seorang guru yang memiliki sikap tawadlu (rendah hati) serta menjauhi sikap ujub (besar kepala).
Selanjutnya, selain sikap tawadlu juga harus bersikap ihlas serta mencintai tugas-tugasnya sebagai seoang guru. Al-Mawardi juga melarang seorang mengajar dan mendidik atas dasar motif ekonmi. Dalam pandanganya, menajar dan mendidik merupakan aktifitas keilmuan dan tidak dapat disejajarkan dengan materi.
Dalam hal ikhlas, sorang guru diharapkan untuk dapat melaksanakan tugsnya dengan profesional. Hal ini ditandai oleh beberapa sikap sebagai berikut :
1. Selalu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan gna mendukung pelaksanaan proses belajar mengjajar.
2. Disiplin terhadap peraturan waktu
3. Penggunaan waktu luang akan diarahkan untuk kepentingan profesionalnya.
4. Ketekunan dan keuletan dalam menjalankan tugasnya.
5. Memiliki daya kreasi dan inofsi yang tinggi.

IV. KONSEP PENDIDIKAN IBN SINA
A. Sekilas Tentang Riwayat Hidup Ibn Sina
Nama lengkapnya adalah Abu ‘Ali Al-Husayn Ibn Abdullah. Beliau lahir pada tahun 370 H / 980 M di Afshana, suatu daerah yang terletak di dekat Bukhara, dikawasan asia tengah. Ayahnya bernama Abdullah dari Balkh, Suatu kota termasyhur dikalangan orang-orang Yunani.

B. Konsep Pendidikan Ibn Sina
Pemikiran Ibn Sina dalam hal pendidikan antara lain berkenan dengan tujuan pendidikan, kurikulum, metode pengajaran, guru dan pelaksanaan hukuman dalam pendidikan.
1. Tujuan Pendidikan
Menurut ibn Sina, tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang kearah perkembanganya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu, pendidikan harus mampu untuk mempersiapkan seseorang untuk dapat hidup bermasyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan dan potensi yang dimilikinya.
Khusus mengenahi pendidikan yang bersifat jasmani, hendaknya pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya seperti olahraga, makan, minum, tidur dan menjaga kebersihan.
Tampaknya, sekilas tentang tujuan pendidikan yang dikemukkan oleh ibn Sina didasarkan pada pandangan tentang insan kamil (manusia sempurna). Yaitu manusia yang terbina seluruh potensi dirinya secara seimbang dan menyeluruh.

2. Kurikulum
Konsep Kurikulum yang dibangun oleh Ibn Sina didasarkan pada perkembangan usia anak didik. Misalnya untuk usia 3 sampai 5 tahun diberikan mata pelajaran olahraga, budi pekerti, kebersihan, seni suara dan kesenian.
Selanjutnya, kurikulum untuk anak usia 6 sampai 14 tahun mencakup pelajaran membaca dan menghafalkan Al-Qur’an, pelajaran agama, syair dan pelajaran olahraga. Sedangkan kurikulum untuk anak 14 tahun ke atas di bagi menjadi dua, yaitu : pelajaran yang bersifat teoritis dan praktis. Materi yang bersifat teoritis meliputi : ilmu tentang materi dan bentuk, gerak dan perubahan, wujud dan kehancuran, tumbuh-tumbuhan, hewan, kedokteran, astrologi, kimia, yang secara keseluruhan tergolong ilmu-ilmu fisika. Selain itu, juga terdapat ilmu matematika, dan ketuhanan. Selanjutnya, untuk materi yang bersifat praktis adalah ilmu akhlaq, pengurusan rumah tangga, politik.
Dari uraian tersebut, tampak bahwa konsep kurikulum yang ditawarkan ibn Sina memiliki tiga ciri, yaitu :
a. Konsep kurikulum ibn Sina tidak hanya terbatas pada pada sekedar penyusunan sejumlah mata pelajaran, melainkan juga disertai dengan penjelasan tentang tujuan dan kapan mata pelajaran itu harus diajarkan.
b. Strategi penyusunan kurikulum juga didasarkan pada peikiran yang bersifat pragmatis fungsional.
c. Strategi pembentukan kurikulum Ibn Sina tampak dipengaruhi oleh pengalaman dalam dirinya.

3. Metode Pengajaran
Metode pengajaran yang ditawarkan ibn Sina antar lain metode talqin (mengjarkan Al-Qur’an dengan cara memperdengarkan), demonstrasi, pembiasaan dan teladan, diskusi, magang, dan penugasan.

4. Konsep Guru
Konsep yang ditawarkan oleh Ibn Sina berkisar tentang guru yang baik. Guru yang baik adalah guru yang berakal cerdas, beragama, mengetahui cara pendidik akhlaq, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main dihadapan muridnya.

5. Konsep Hukuman dan Pengajaran
Ibnu sina pada dasarnya tidak berkenan menggunakan hukuman dalam kegiatan pengajaran. Hal ini didasarkan pada sikapnya yang sangat menghargai martabat manusia. Ibn Sina menyadari bahwa manusia memiliki naluri yang selalu ingin disayang, tidak suka diperlakukan kasar.
V. KONSEP PENDIDIKAN AL-GHAZALI
A. Sekilas Tentang Riwayat Hidup Al-Ghozali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghozali. Ia dilahirkan di Thus, sebuah kota di Khurasan, Persia, pada tahun 450 H / 1058 M.

B. KONSEP PENDIDIKAN AL-GHOZALI
Konsep pendidikan yang di tawarkan oleh Al-Ghozali meliputi tujuan penidikan, kurikulum, metode, etika guru dan murid. Berikut uraianya :
1. Tujuan Pendidikan
a. Tercapainya kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah.
b. Tercapainya kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan dunia akhirat.
2. Kurikulum
Menurut Al-Ghozali, konsep mata pelajaran yang seharusnya diajarkan dan masuk kedalam kurikulum didasarkan pada dua kecenderungan sebagai berikut :
a. Kecenderungan agama dan tasawuf.
b. Kecenderungan pragmatis

3. Metode Pengajaran.
Perhatian Al-Ghozali dalam bidang metode ini lebih ditujukan pada metode khusus bagi pengajaran agama anak-anak. Untuk itu ia mencotohkan sebuah metode keteladanan bagi mental anak-anak, pembinaan budi pekerti dan penanaman sifat-sifat keutamaan diri mereka. Pada metode pengajaran Al-Ghozali lebih di tekankan pada pembentukan moral yang baik dan sesuai dengan aturan-aturan agama.

4. Kriteria guru yang baik.
Menurut Al-Ghozali, guru yang dapat diserahi tugas mengajar adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akalnya dan fisiknya..
Selain sifat-sifat umum yang harus dimiliki guru, seorang guru pun harus memiliki sifat-sifat khusus atau tugas-tugas tertentu sebagai berikut :
a. Kalau praktek mengajar dan peyuluhan maka sifat yang harus dimilikinya adalah rasa kasih sayang
b. Seorang guru tidak boleh menuntut upah atas jerih payahnya.
c. Seorang guru hendaknya berfungsi sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur.
d. Seorang guru hendaknya menggunakan cara yang simpatik, halus dan tidak menggunakan kekersan, cacian, makian dan sebagainya.
e. Sorang guru harus tampil sebagai teladan atau panutan di hadapan muridnya.
f. Seorang guru harus memiliki prinsip mengakui adanya perbedaan potensi yang dimiliki murid secara individual, dan memperlakukan sesuai dengan tingkat perbedaan yang dimiliki muridnya itu.

5. Sifat Murid Yang Baik
Sejalan dengan tujuan pendidikan sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah. Dengan dasar pemikiran ini maka seorang murid yang baik dalah murid yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Seorang murid harus berjiwa bersih.
b. Seorang murid yang baik juga harus menjauhkan diri dari persoalan duniawi, mengurangi keterikatan dengan dunia agar tidak mengganggu lancarnya penguasaan ilmu.
c. Seorang murid hendaknya bersikap rendah hati.

VI. KONSEP PENDIDIKAN BURHANUDDIN AZ-ZARNUJI
A. Sekilas Tentang Riwayat Burhanuddin Az-Zarnuji
Nama lengkapnya adalah Burhanuddin Al-Islam Azzarnuji. Dikalangan ulama’ belum ada kepastian mengenai tanggal kelahirannya. Adapun mengenai wafatnya ada dua pendapat yang dapat dikemukakan. Pertama, Burhanuddin Azzarnuji wafat pada tahun 591H / 1195 M. Kedua, ia wafat pada tahun 840 H / 1243 M.

B. Konsep Pendidikan Azzarnuji.
Konsep yang dikemukakan Azzarnuji secara monumental dituangkan dalam karyanya Ta’lil Al-Muta’allim Thuruq Al-Ta’allum. Dari kitab tersebut dapat diketahui tentang konsep pendidikan Islam yang dikemukakan oleh Az-Zarnuji. Secara umum kitab ini mencakup tiga belas pasal yang singkat-singkat, yaitu :
1. Pengertian ilmu dan keutamaanya
2. Niat kala belajar
3. Memilih ilmu, guru dan teman serta ketabahan dalam belajar.
4. Menghormati ilmu dan ulama’
5. Ketekunan, kontinuitas dan cita-cita luhur.
6. Permulaan dan intensitas belajarserta tata tertibnya.
7. Tawakkal kepada Allah
8. Masa belajar
9. Kasih sayang dan memberi nasihat
10. Mengambil pelajaran
11. Wara (menjaga diri dari yang haram dan subhat)
12. Penyebab hafal dan lupa
13. Masalah rezeki dan umur.

VII. KONSEP PENDIDIKAN IBN JAMA’AH
A. Sekilas Tentang Riwayat Hidup Ibn Miskawaih
Nama lengkapnya adalah Badruddin Muhammad ibn Ibrahim ibn Sa’ad Allah ibn Jama’ah ibn Hasyim ibn Sakhr ibn Abd Allah al-Kinany. Beliah lahir di Hamza, Mesir, pada malam sabtu, tanggal 4 Rabiul akhir, 639 H/1241 M. Beliau wafat pada pertengahan malam akhir senin, tanggal 21 Jumadil ula tahun 733 H/1333M., dimakamkan di Qirafah. Dengan demikian usia beliau adalah 64 tahun 1 bulan 1 hari.

B. KONSEP PENDIDIKAN IBN JAMA’AH
Konsep pendidikan yang di kemukakan oleh Ibn Jama’ah secara keseluruhan dituangkan dalam karyanya Tadzkirat as-Sami’ Wa Al-mutakallimin fi adab al-Alim wa al-Muta’allimin. Di dalam buku tersebut ibn Jama’ah mengemukakan tentang keutamaan ilmu pengetahuan dan orang-orang yang mencarinya serta etika orang yang berilmu termasuk para pendidik ; kewajiban guru terhadap peserta didik, mata pelajaran, etika peserta didik, etika dalam menggunakan literatur serta etika tempat tinggal bagi para guru dan murid. Berikut uraianya :
1. Konsep Guru / Ulama’
Menurut Ibn Jama’ah bahwa guru sebagai ulama’ mikrokosmos manusia dan secara umum dapat dijadikan sebagai tipologi makhluq terbaik.
Dalam hal ini Ibn jama’ah menawarkan sejumlah kriteria yang harus dipenuhi seseorang yang akan menjadi guru. Yakni :
1.1. Menjaga akhlaq selama melaksanakan tugas pendidikan
1.2. Tidak menjadikan profesi guru sebagai usaha untuk menutupi ekonominya.
1.3. mengetahui situasi sosial kemasyarakatan.
1.4. Kasih sayang dan sabar.

2. Peserta didik
Manurut ibn jama’ah, peserta didik yang baik adalah peserta yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan untuk memilih, memutuskan dan mengusahakan tindakan-tindakan belajar dengan mandiri, baik yang berkaitan dengan aspek fisik, pikiran, sikap maupun perbuatan.

3. Materi Pelajaran / Kurikulum
Materi pel;ajaran yang dikemukakan oleh ibn jama’ah terkait dengan tujuan belajar yaitu semata-mata untuk menyerahkan diri kepada Allah. Tujuan semacam inilah yang merupakan esensi dari tujuan pendidikan Islam yang sesunggunya.
Terkait dengan tujuan tersebut, maka materi pelajaran yang diajarkan harus berkaitan dengan etika dan nilai-nilai spiritualitas. Sedangkan urutan mata pelajaran yang dikemukakan oleh ibn Jama’ah adalah sebagai berikut : Pelajaran Al-Qur’an, tafsir, hadits, ulumul hadits, ushul fiqh nahwu dan shorof.
Apabila dibedakan berdasarkan muatan materi dan kurikulum yang dikembangkan ibn jama’ah kiranya ada dua hal yang dipertimbangkan. Pertama, Kurikulum dasar yang menjadi acuan dan paradigma pengembangan disiplin lainya. Kurikulum ini secara secara konkret dijelaskan dengan kurikulum agama dan bahasa. Kedua, kurikulum pengembangan yang berkenaan dengan dengan mata pelajran non agama, tetapi tinjauan yang dipakai adlah kurikulum yang pertama diatas.
4. Metode Pembelajaran
Pada tingkatan metode pembelajaran, Ibn Jama’ah lebih menekankan pada metode hafalan, karena metode hafalan sangat penting dalam proses pembelajaran. Sebab, ilmu diperoleh bukan dari tulisan di buku melainkan dengan pengulangan secara terus menerus.

5. Lingkungan Pendidikan
Menurutnya, lingkungan yang baik adalah lingkungan yang didalamnya mengandung pergaulan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etis.

VIII. KONSEP PENDIDIKAN IBN TAIMIYAH
A. Sekilas Tentang Riwayat Hidup Ibn Taimiyah
Nama lengkapnya adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abd al-Halim bin Taimiyyah. Beliau lahir di kota Harran, wilayah Syiria, pada hari senin 10 rabi’ul awal 661 H/22 Januari 1263. Dan wafat di Damaskus pada malam senin, 20 zulkaidah, 728 Hijriyah/26 september 1328M. Ayahnya bernama Syihab ad-Din ‘Abd al-Halim Ibn as-Salam (627-672H). adalah seorang ulama’ besar yang mempunyai kedudukan tinggi di Masjid Agung Damaskus.

B. Konsep Pendidikan Ibn Taimiyah
Pemikiran Ibn Taimiyah dalam bidang pendidikan dapat dibagi kedalam pemikiranya dalam bidang falsafah pendidikan, tujuan pendidikan, kurikulum dan hubungan pendidikan dengan kebudayaan. Tentunya, pemikiran tersebut di bangun berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Semuanya itu secara signkat dapat dikemukakan sebagai berikut:


1. Falsafah Pendidikan
Menurut ibn Taimiyah bahwa menuntut ilmu itu merupakan ibadah dan memahaminya secara mendalam merupakan sikap ketakwaan kepada Allahdan mengkajinya merupakan jihad, mengajarkan kepada orang yang belum tau dan mendiskusikanya merupakan tasbih.

1.1. At-Tauhid
Menurut Ibn Taimiyah bahwa hal yang terpenting yang harus mendasarkan falsafah pendidikan adalah at-tauhid, yaitu menyatakan dua kelimah syahadah sebagai pangkal utama ajaran Islam.
Tauhid yang menjadi asas pendidikan itu menurut ibn taimiyah dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Tauhid rububiyah
Meyakini bahwa Allah itu esa, yang menciptakan semua mahluq, mengatur dan membimbingnya.
b. Tauhid uluhiyyah
Meyakini bahwa Allah-lah satu-satunya tuhan yang pantas disebut tuhan, di taati dan dipatuhi segala perintahnya serta menjauhi segala laranganya.
c. Asmma dan sifat
Meyakini bahwa segala yang berjalan dalam kenyataan di alam raya ini merupakan aturan Tuhan.

1.2. Tabi’at Insaniyah
Menurut ibn Taimiyah bahwa manusia dikaruniai tabi’at atau kecenderungan mengesakan tuhan sebagaimana terkandung dalam falsafah pendidikan.

2. Tujuan Pendidikan
Menurut Ibn Taimiyah Tujuan pendidikan di bagi menjadi tigal hal, yaitu :
2.1. Tujuan Individual
Pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi muslim yang baik, yaitu seorang yang berfkir, merasa dan bekerja pada berbagai lapangan kehidupan pada setiap waktu sejalan dengan apa yang diperintahkan Al-Qur’an dan As-Sunnah

2.2. Tujuan Sosial
Pendidikan juga harus diarahkan pada terciptanya masyarakat yang baik yang sejalan dengan ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunnah
3. Kurikulum
Dalam hal ini kurikulum dalam arti mata pelajaran dapat dikemukakan melalui empat tahab, yaitu
3.1. Kurikulum yang berhubungan dengan mengesakan tuhan
3.2. Kurikulum yang berhubungan dengan mengetahui secaara mendalam terhadap ilmu-ilmu Allah.
3.3. Kurikulum yang berhubungan dengan upaya mendorong manusia mengetahui secara mendalam terhadap kekuasaan Allah
3.4. Kurikulum yang berhubungan dengan upaya yang mendorong untuk mengetahui perbiuatan Allah

4. Metode Pengajaran
Menurut ibn Taimiyah pada garis besarnya metode pengajaran dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu metode ilmiyah dan metode iradiyah. Berikut uraianya

4.1. At-Thoriqoh al-islamiyah (metode ilmiyah)
Ibn Taimiyah menamai metode imiyah karena dengan metode itulah akan dijumpai pemikiran yang lurus dalam memahami dalil, argumen dan sebab-sebab yang menyampaikan pada ilmu.

4.2. At-Thoriqoh al-Iradah
Ibn Taimiyah menamai metode At-Thoriqoh al-Iradah karena metode ini yang menghantarkan seseorang pada pengamalan ilmu yang diajarkanya.

IX. KONSEP PENDIDIKAN ABDULLAH AHMAD
A. Sekilas Tentang Riwayat Hidup Abdullah Ahmad
Abdullah Ahmad dilahirkan di Padang Panjang pada tahun 1878. ia adalah putera H. Ahmad, seorang ulama’ minangkabau yang senantiasa mengajarkan agama di surau-surau, disamping sebagai saudagar kain bugis

B. Konsep Pendidikan Abdullah Ahmad
Konsep pendidikan yang dikemukakan oleh Abdullah Ahmad meliputi tiga aspek yang fundamental, yaitu aspek kelembagaan, aspek metode dan aspek kurikulum. Berikut uraianya :
1. Aspek Kelembagaan
Dalam hal ini Abdullah Ahmad lebih menitik beratkan pada pola pengelolahan lembaga serta menempatkan guru sesuai dengan keahliaanya.

2. Aspek Metode pengajaran
Dalam hal ini, Abdullah Ahmad menfokuskan pada metode debatting club, Yakni metode diskusi. Dalam metode ini memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada murid untuk bertanya dan berdialog secara terbuka tentang berbagai hal yang menyangkut masalah agama yang pada saat itu masih dianggab tabu dan kurang dianggap beradab.

3. Aspek Kurikulum
Konsep kurikulum yang di bawa oleh Abdullah Ahmad adalah konsep kurikulum pendidikan integrated, yaitu terpadunya antara pengetahuan umumdengan pengetahuan agama serta bahasa dalam program pendidikan sebagaimana tercantum dalam setiap rencana pembelajaran.

X. KONSEP PENDIDIKAN K.H. AHMAD SANUSI
A. Sekilas Tentang Riwayat Hidup K.H. Ahmad Sanusi
Ahmad dilahirkan pada tanggal 3 muharrom 1306 H/18 september 1888M. di Desa Cantayan, kecamatan Cibadak, kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Ayahnya bernama K.H. Abdurrohim bin H. Yasin, seorang pengasuh pondok pesantren di Cantayan. Ahmad Sanusi merupakan anak ketiga dari istri pertama, ia wafar pada tanggal 15 syawal thun 1369H/1950.

B. Konsep Pendidikan K.H. Ahmad Sanusi
Pemikiran Ahmad Sanusi dalam bidang pendidikan dapat diketahui melalui upaya-upaya yang dilakukan sebagai berikut :
1. Upaya Memajukan Pendidikan
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Ahmad Sanusi adalah membentuk lembaga pendidikan ibtida’iyah dan Madrasah diniyah. Dilembaga ini diajarkan selain pengetahuan agama juga pengetahuan umum.

2. Sistem, Metode dan Kurikulum
Kurikulum yang yang disuguhkan oleh Ahmad Sanusi adalah kurikulum khusus dalam bidang pelajaran agama. Dalam hal ini pelajaran yang ditekankan adalah pelajaran ilmu tafsir dan ilmu alat (nahwu shorof) Sedangkan metode yang dipakai adalah metode sorogan yang dipadukan dengan metode diskusi.

XI. KONSEP PENDIDIKAN K.H. IMAM ZARKASYI
A. Sekilas Tentang Riwayat Hidup K.H. Imam Zarkasyi
Imam Zarkasyi lhir di Gontor, Jawa Timur pada tanggal 21 maret 1910M. dan meninggal dunia pada tanggal 30 maret 1985. Ia meninggalkan seorang istri dan 11 orang anak.

B. Konsep Pendidikan K.H. Imam Zarkasyi
Secara garis besarkonsep pembaharuan pemikiran Imam Zarkasyi dapat dibagi dalam empat bidang yaitu pembaharuan dalam bidang metode dan sistem pendidikan, kurikulum pesantren, struktur dan sistem manajemen pesantren serta pola fikir santri dan kebebasan pesantren. Berikut uraianya ;
1. Pembaharuan Metode dan Sistem Pendidikan
Diantara pembaharuan metode dan sistem pendidikan yang diterapkan di Gontor adalah menganut sistem pendidikan klasikal yang terpimpin secara terorganisir dalam bentuk penjejangan kelas dalam jangka waktu yang ditetapkan. Hal ini ditempuh oleh Imam Zarkasi dalam rangka meningkatkan efisiensi dalam pengajaran, dengan harapan bahwa dengan biaya dan waktu yang relatif sedikit dapat menghasilkan produk yang besar dan bermutu.
Selain itu, Imam Zarkasyi juga memperkenalkan kegiatan extra kurikuler. Dalam hal ini santri memiliki kegiatan di luar jam pelajaran.

2. Pembaharuan Kurikulum
Kurikulum yang diterapkan oleh Imam Zarkasyi adalah 100% umum dan 100 % agama.

3. Pembaharuan Struktur dan Manajemen Pesantren
Demi kepentingan pendidikan dan pengajaran Islam, Imam Zarkasyi mewakafkan ponpes Gontor kepada lembaga yang di sebut badan wakaf pondok modern gontor.
Selanjutnya, dalam hal ini lembaga badan wakaf menjadi badan tertinggi di pondok Gontor. Badan inilah yang bertanggungjawab untuk mengangkat kyai untuk masa jabatan lima tahun. Dengan demikian, kyai bertindak menjadi mandataris dan bertanggungjawab kepada badan wakaf.

4. Pembaharuan dalam Pola Fikir Santri dan Kebebasan Pesantren.
Dalam hal ini di tanamkan jiwa kepada santri agar berdikari dan bebas. Sikap ini tidak saja berarti bahwa santri belajar dan melatih mengurus kepentinganya sendiri serta bebas menentukan jalan hidupnya di masyarakat., tetapi juga bahwa pondok pesantren itu sebdiri sebagai lembaga pendidikan harus tetap independen dan tidak tergantung pada pihak lain.
Diposkan oleh MUHAMAD IQBAL di 22.14

Kamis, 27 Januari 2011

Iman Kepada Kitab-kitab Allah SWT

Iman Kepada Kitab-kitab Allah SWT

1. Pengertian Iman kepada Kitab-kitab Allah SWT.
a. Pengertian Iman
Menurut bahasa, iman berasal dari bahasa Arab yaitu أَمَنَ- يُؤْمِنُ- إِيْمَان artinya “membenarkan”. Sedangkan menurut istilah, iman ialah kepercayaan dalam hati, meyakini dan membenarkan adanya Tuhan dan membenarkan semua yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
b. Pengertian Kitab-Kitab Allah swt.
Kitab Allah ialah wahyu Allah SWT yang disampaikan kepada para Rasul untuk diajarkan kepada umat manusia sebagai petunjuk dan pedoman hidup.Tujuan Allah menurunkan kitab-kitab itu agar digunakan sebagai pedoman hidup bagi seluruh manusia menuju jalan hidup yang benar dan diridhai-Nya
Jadi, iman kepada kitab-kitab Allah SWT adalah mempercayai dan meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT. telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada rasul yang berisi wahyu untuk disampaikan dan diajarkan kepada umat manusia.
2. Suhuf
Selain kitab-kitab, di dalam al-Quran disebutkan adanya Suhuf atau Sahifah (halaman), yang berjumlah seratus Sahifah. Suhuf adalah firman Allah swt. yang diturunkan kepada para Nabi atau rasul-Nya yang berisi hukum-hukum dasar sebagai petunjuk dan pedoman dalam menjalankan agama-Nya. Sahifah ini diberikan Allah SWT kepada tiga orang Nabi-Nya, masing-masing dengan rincian sebagai berikut:
- 60 Sahifah kepada nabi Syits a.s.
- 30 Sahifah kepada nabi Ibrahim a.s.
- 10 Sahifah kepada nabi Musa a.s.
Firman Allah swt.:
( إِنَّ هَذَا لَفِى الصُّحُفِ اْلأُوْلَى (18) صُحُفِ إِبْرَهِيْمَ وَمُسَ .(19)
Artinya: “Sesungguhnya ini semua benar-benar terdapat di dalam suhuf yang pertama(yaitu) suhuf-suhuf Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Musa a.s.”(Qs.al-a’la: 18-19).
3. Dalil-dalil Naqli yang terkait dengan Iman kepada Kitab-kitab Allah
Beriman kepada kitab-kitab Allah SWT. merupakan rukun iman yang ketiga. Umat Islam wajib percaya dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa semua kitab yang telah diturunkan Allah SWT.kepada para Rasul-Nya pasti benar. Firman Allah swt.:
( ياَأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلكِتَبِ اَّلذِيْ نَزَّلَ عَلَى رَسُوْلِهِ وَاْلكِتَبِ اَّلذِيْ أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ… .(النساء : 136
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah kamu sekalian beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya dan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya.”(Qs.An-Nisa’:136)
Firman Allah swt.:
Artinya: “Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu. Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang, niscaya Allah menghendaki niscaya kamu dijadikan satu umat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah bebuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya….(al-Maidah :48)
Kitab-kitab yang dimaksud dalam ayat di atas berisi peraturan, ketentuan, perintah dan larangan yang dijadikan pedoman bagi umat manusia dalam menjalankan kehidupan agar tercapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Kitab-kitab Allah swt. diturunkan pada masa yang berlainan, namun di dalamnya terkandung ajaran pokok yang sama, yaitu ajaran tauhid atau ajaran tentang keesaan Allah swt. Yang berbeda hanyalah dalam hal syariat yang disesuaikan dengan zaman dan keadaan umat pada waktu itu.
4. Nama-nama kitab Allah swt. dan Rasul yang menerimanya.
Di antara kitab-kitab Allah swt. yang wajib kita imani ada empat (4) yaitu:
a. Kitab Taurat
Kitab Taurat diwahyukan Allah swt. kepada nabi Musa a.s. sebagai pedoman hidup bagi kaum Bani Israil.
Firman Allah swt:
(إِنَّا أَنْزَلْنَا الَّتوْرَاةَ فِيْهَا هُدًى وَّنُوْرٌ…(المائدة:44
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada )petunjuk dan cahaya(yang menerangi)”….( Q.S Al-Ma’idah: 44)
Taurat asli yang berisikan akidah dan hukum-hukum syariat sudah tidak ada lagi. Yang beredar di kalangan orang-orang Yahudi saat ini bukanlah Taurat asli, melainkan palsu. Sebab, mereka telah melakukan perubahan-perubahan isinya (ajarannya). Para ulama pun sepakat bahwa taurat yang murni sudah tidak ada lagi. Taurat yang beredar saat sekarang lebih tepat dikatakan sebagai karangan atau tulisan orang-orang Yahudi pada waktu dan masa yang berbeda.
Allah berfirman:
( مِنَ الَّذِيْنَ هَادُوْا يُحَرِّفُوْنَ اْلكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ…(النساء: 75
Artinya: “Yaitu orang-orang Yahudi mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya.”(Qs. An-Nisa’46).
b. Kitab Injil
Kitab Injil diwahyukan oleh Allah swt. kepada Nabi Isa a.s. Kitab Injil yang asli memuat keterangan-keterangan yang benar dan nyata yaitu perintah-perintah Allah SWT agar manusia mengesakannya dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, juga menjelaskan bahwa di akhir zaman akan lahir Nabi yang terakhir.
Kitab Injil yang beredar sekarang hanyalah hasil pikiran manusia bukan wahyu Allah . Misalnya Kitab Injil matius, Injil lukas dan Injil Johanes. Antar Injil tersebut banyak terdapat perbedaan dan bahkan bertentangan. Menurut para ahi, isi dari kitab Injil adalah biografi Nabi isa a.s. dan keyakinan yang ada di dalam ajarannya merupakan pikiran paulus, bukan pendapat orang-orang harawi (pengikut-pengikut nabi isa a.s.) . Ada juga yang dinamakan Injil Bernabas, oleh para ulama dianggap sesuai dengan ajaran tauhid. Namun Injil jenis ini tidak dipakai oleh orang-orang Kristen (Nasrani). Dengan demikian, yang wajib dipercayai oleh umat islam hanyalah Injil yang diturunkan Allah SWT.kepada nabi isa a.s.
Firman Allah swt.:
( وَأَتَيْنَهُ اْلإِنْجِيْلَ فِيْهِ هُدَى وَّنُوْرٌ…(المائدة : 46
Artinya: “Dan Kami telah memberikan kepadanya (Isa) kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi)” …(al-Maidah 46)
c. Kitab Zabur
Kitab zabur diwahyukan Allah swt. Kepada nabi Daud a.s. Nabi Daud hanya diperintahkan oleh Allah SWT untuk mengikuti syariat Nabi Musa. Maka pokok ajaran kitab Zabur berisi tentang zikir, nasehat dan hikmah tidak memuat syariat.
Firman Allah swt.:
( وَاَتَيْنَا دَاوُدَ زَبُوْرًا (الاءسراء : 55
Artinya: “Dan kami berikan Zabur kepada Daud a.s“(al-Isra’ : 55)
d. Kitab al-Quran
Al-Quran diturunkan Allah swt.kepada Nabi Muhammad saw. Melalui malaikat Jibril itu tidak sekaligus, melainkan secara berangsur-angsur, yang waktu turunnya selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Terdiri dari 30 juz, 144 surat, 6666 ayat, 74.437 kalimat, dan 325.345 huruf. Turunnya al-Quran disebut Nuzulul Quran. Wahyu pertama berupa surat Al-‘Alaq ayat 1-5, diturunkan pada malam 17 Ramadhan tahun 610 m. Di Gua Hira ketika Nabi Muhammad sedang berkhalwat. Pada saat itu pula Nabi Muhammad saw. dinobatkan sebagai Rasulullah atau utusan Allah swt. untuk menyampaikan risalahNya kepada seluruh umat. Sedangkan ayat yang terakhir turun adalah surat al-Maidah ayat 3, ayat tersebut turun pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 hijriyah di padang ‘Arafah ketika beliau sedang menunaikan haji wada’ (haji perpisahan), karena beberapa hari sesudah menerima wahyu tersebut nabi Muhammad saw wafat. Al-Quran diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. Sebahagian isinya menghapus sebahagian syari’at yang tertera dalam kitab-kitab terdahulu dan melengkapinya dengan hukum yang sesuai dengan hukum syariat yang sesuai dengan perkembangan zaman. Al-Quran merupakan kitab suci terlengkap dan abadi sepanjang masa , berlaku bagi semua umat manusia sampai akhir zaman, serta pedoman dan petunjuk bagi manusia dalam menjalankan kehidupan di dunia agar tercapai kebahagiaan di akhirat. Oleh karena itu,sebagai muslim kita tidak perlu meragukannya sama sekali. Firman Allah:
(وَاَنْزَلْنَا اِلَيْكَ اْلكِتَبَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقَا لِّمَابَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ…(المائدة :48
Artinya: “Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu…(al-Maidah : 48)
Firman Allah swt.:
(ذَلِكَ الْكِتَبُ لاَرَيْبَ فِيْهِ هُدًى لِلْمُتَّقِيْنَ (البقره:2
Artinya: “Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya,petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa”.(Qs.al-Baqarah:2)
Isi pokok kandungan al-Quran adalah:
1. aqidah atau keimanan
2. Ibadah baik ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah
3. Akhlak seorang hamba kepada khaliq, kepada sesama manusia dan alam sekitarnya
4. Mu’amalah yaitu hubungan manusia dengan sesama manusia
5. Wa’ad dan wa’id
6. Kisah kisah nabi dan rasul, orang-orang shaleh dan orang-orang yang inkar
7. Ilmu pengetahuan.
Keistimewaan kitab suci al-Quran dibanding dengan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya adalah sebagai berikut:
a. Al-Quran sebagai kitab suci yang terakhir dan terjamin keasliannya. Al-Quran sebagai kitab suci yang terakhir selalu dijaga kemurnian dan keasliannya oleh Allah swt. sampai akhir zaman.
firman Allah swt.:
(إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّالَهُ لَحَفِضُوْنَ(الحجر:9
Artinya: “Sesungguhnya kamilah yang menurunkan al-Quran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”(al-hijr:9)
b. Al-Quran memiliki isi kandungan yang paling lengkap dan sempurna. Isi al-Quran mencakup segala aspek kehidupan manusia.
c. Al-Quran tidak dapat ditiru dan dimasuki oleh ide-ide manusia yang ingin menyimpangkannya karena Allah swt. yang selalu memeliharanya.
Allah swt. Berfirman:
قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ اْلإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَّأْتُوْا بِمِثْلِ هَذَا اْلقُرْأَنَ لاَ يَْأتُوْنَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيْرًا ( الإسراء :88
Artinya: “Katakanlah, sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia. Sekalipun sebahagian mereka menjadi pembantu bagi sebahagian yang lainnya.”( Qs.al-Isra’88)
d. Al-quran isinya sesuai dengan perkembangan zaman, berlaku sepanjang masa dan untuk seluruh umat manusia.
e. Membaca dan mempelajari isi al-Quran adalah ibadah. Masih banyak keistimewaan al-Quran dibanding dengan kitab-kitab sebelumnya.
Oleh karena itu, sebagai kitab suci umat Islam, kita harus berusaha mempelajari dan mengkaji al-Quran dengan sungguh-sungguh, insya Allah akan diperoleh berbagai keuntungan untuk hidup di dunia dan di akhirat. Karena dengan hanya membaca saja sudah merupakan ibadah kepada Allah apalagi jika kita dapat memahami dan mengamalkannya.
Sabda Rasulullah saw.:
(عَلَيْكَ بِتِلاَوَةِ اْلقُرْأَنَ فَإِنَّهُ نُوْرٌ لَّكَ فِى اْلأَرْضِ وَذُخْرُ لَكَ فِى السَّمَاءِ (رواه ابن ماجه
Artinya: “atas engkau membaca al-Quran adalah cahaya bagimu dibumi dan simpananmu dilangit.”(HR. Ibn Majah)
5. Menjadikan al-Quran sebagai sumber hukum dan pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak problem kehidupan yang tidak dapat diatasi oleh manusia.sepertinya:
- Berbagai macam jenis penyakit timbul tanpa diketahui cara pengobatannya,
- terjadinya bencana yang tidak disangka-sangka,
- terjadinya gejolak sosial,dsb.
Semuanya itu merupakan dampak sikap sikap manusia yang meninggalkan al-Quran. Padahal Rasulullah saw. Telah berpesan dalam sabdanya yang berbunyi:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ مَا إِنْ تَمَسَكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا أَبَدًا كِتَااللهِ وَسُنَةَ رَسُوْلَهُ. (رواه حكيم
Artinya: “kutinggalkan untukmu dua perkara (pusaka), kalian tidak akan tersesat selama berpegang kepada keduanya, yaitu (al-Quran) dan sunnnah rasulNya.”(al-Hakim) Dengan membaca dan mempelajari dan menggali isi kandungan ilmu pengetahuan yang ada dalam al-Quran,akan:
- Menghilangkan kegelisahan bathin, bahkan penyakit jiwa yang erat kaitannya dengan penyakit jasmani.
- Meningkatkan kewaspadaan diri untuk selalu menjalankan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larang-Nya.
- Meningkatkan kesadaran bahwa apa yang diperbuat di atas dunia ini akan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak.
Dengan demikian, selaku seorang muslim haruslah kita:
- Menjadikan al-Quran sebagai petunjuk dan pedoman hidup ini, dan jangan berpedoman dengan yang lainnya,
- Berusaha untuk selalu menghormati, memuliakan dan menjunjung tinggi kitab suci al-Quran.
- Senantiasa membaca al-Quran dalam segala kesempatan di kala suka maupun duka.
- berusaha untuk memahami arti dan isi kandungannya
- berusaha untuk mengamalkan isi kandungannya di dalam kehidupan sehari-hari.
6. Fungsi beriman kepada kitab-kitab Allah swt.
a. Mempertebal keimanan kepada Allah swt. Karena banyak hal-hal kehidupan manusia yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan dan akal manusia, maka kitab-kitab Allah mampu menjawab permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan manusia, baik yang nampak maupun yang gaib.
b. Memperkuat keyakinan seseorang kepada tugas Nabi Muhammad saw. Karena dengan meyakini kitab-kitab Allah swt. Maka akan percaya terhadap kebenaran al-Quran dan ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad saw.
c. Menambah ilmu pengetahuan. Karena di dalam kitab-kitab Allah, di samping berisi tentang perintah dan larangan Allah, juga menjelaskan tentang pokok-pokok ilmu pengetahuan untuk mendorong manusia mengembangkan dan memperluas wawasan sesuai dengan perkembangan zaman.
d. Menanamkan sikap toleransi terhadap agama lain. Karena dengan beriman kepada kitab-kitab Allah maka umat Islam akan selalu menghormati dan menghargai orang lain. Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam al-Quran dan hadits.
Kesimpulan :
1. Iman kepada kitab Allah swt. adalah rukun iman yang ketiga.
2. Pengertian Iman kepada kitab Allah swt adalah meyakini dan membenarkan bahwa Allah swt telah menurunkan Wahyu-Nya kepada para Rasul, yang termuat di dalam Kitab-kitabNya.(Taurat, Zabur, Injil dan al-Quran).
3. Isi pokok dari semua kitab Allah swt ini sama yaitu bertauhid dan mengesakan Allah swt.
4. Kitab al-Quran memiliki keistimewaan dibanding kitab yang lainnya, di antara keistimewaan itu adalah, bahwa: – Al-Quran berlaku untuk seluruh umat manusia – Al-Quran terjamin pemeliharaannya sampai akhir zaman.
5. Fungsi utama beriman kepada kitab Allah swt adalah sebagai pedoman bagi umat manusia untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat





Apakah Taurat, Zabur dan Injil?
Secara umum diketahui bahwa saudara-saudara dari umat Muslim mengenal tiga kitab suci kristiani dari 104 pewahyuan. Kendati umat Muslim sering mendapat pengajaran bahwa ketiga kitab sebelum Al-Quran itu telah dirubah, sebagian besar umat Muslim sangatlah menghargai ketiga kitab suci tersebut. Ketiga kitab suci tersebut adalah Taurat, Zabur dan Injil.
Artikel ini tidak membahas kepercayaan umat Muslim tentang pembatalan akan ketiga kitab tersebut, ataupun juga keyakinan bahwa adanya penyimpangan dalam penulisan yang dilakukan oleh umat Yahudi dan Kristen untuk ketiga kitab suci tersebut. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menguji berbagai pendapat dari kalangan Muslim akan ketiga kitab tersebut. Bagaimana pengertian mereka tentang ketiga kitab tersebut?
Perlu dinyatakan disini tentang keyakinan penulis bahwa Taurat, Zabur dan Injil yang naskahnya masih ada di tengah-tengah umat Yahudi dan Kristen (Alkitab), adalah sama dengan kitab-kitab terdahulu yang diturunkan oleh Allah Yang Mahakuasa.
Umat Muslim percaya bahwa ketiga kitab suci terdahulu telah dilebur Nabi Muhammad dalam hubungannya dengan umat Yahudi dan Kristen yang hidup pada masanya. Istri pertama Nabi, Siti Khodijah diketahui beragama Kristen sebelum menjadi Muslim, sepupunya yang bernama Waraka(Warqa) diketahui juga sebagai seorang pelajar Alkitab yang serius dan bahkan ada kemungkinan juga menjadi seorang penterjemah. Jadi sangatlah menarik jika kita dapat mengetahui apa yang dikatakan Quran mengenai ketiga kitab suci ini, dan juga kita dapat mengetahui akan pemikiran umat Yahudi dan Kristen yang hidup pada masa itu. Dalam melakukan hal ini kita juga akan melakukan perbandingan dengan Kitab Injil.
Pengertian Umat Muslim tentang Tiga Kitab Suci
Umat Muslim pada umumnya mengenal akan Taurat, Zabur dan Injil, pengertian mereka akan ketiga kitab ini sangat sederhana. Semuanya berpikir bahwa hal ini merupakan pewahyuan yang diberikan melalui Hazrat Musa, Daud dan Isa (yang berati damai besertanya). Tapi di bawah ini kita akan melihat beberapa pendapat lain.
• Pendapat yang mengatakan bahwa Taurat setara dengan Pentateukh:
Tiga bagian dari Alkitab telah dikutip oleh Alquran menjadi bagian dari wahyu yang diterimanya yaitu : Pentateukh (Kitab Kejadian sampai dengan Ulangan) atau kitab Musa (Taurat); Mazmur Daud (Zabur) dan Injil Isa (Glasse, The Concise Encyclopedodia of Islam, hal. 72)
• Pendapat yang mengatakan bahwa Taurat setara dengan Perjanjian Lama:
Pendapat lain mengatakan bahwa Taurat lebih kurang merupakan pewahyuan yang diberikan kepada umat Yahudi.
Agama yang berhubungan dengan Ibrahim (Abraham) dan semua agama yang berhubungan dengan Yahudi dan Kristen harus menanggung konsekuensinya. Qur'an meninggikan yang satu dan mengabaikan yang lain contoh : Di antara mereka (umat dan kitabnya) ada kelompok yang berlaku benar, tapi kebanyakan dari mereka berkelakuan sangat buruk (ayat 66). Mereka diminta untuk hidup sesuai dengan Torah (Taurat) dan Evangel (Injil), tapi seperti para pendahulu organisasi agama tradisi lainnya, kaum Yahudi dan Keristen saling bertengkar satu sama lain bahwa masing-masinglah yang mempunyai kunci ke jalan keselamatan dalam eksklusivitas mereka :'Umat Yahudi berkata bahwa umat Kristen tak mempunyai dasar atas keyakinan mereka sedang umat Kristen mengatakan yang sebaliknya, padahal mereka semuanya membaca kitab tersebut.' (II,120). (FazlurRahman, Islam halaman 27)
Dari kutipan di atas dari Fazlur Rahman diketahui bahwa Kitab yang menjadi dasar umat Yahudi dan Kristen adalah Taurat dan Injil, yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Pemikiran ini berasal dari kesaksian Al-Quran sendiri. Kepercayaan yang sama juga ditunjukkan oleh A.J Arberry, Muslim dari Inggris yang menyatakan kata pengantarnya dalam penterjemahan Al-Quran:
Dalam beberapa bagian dikatakan bahwa Al-Quran telah diturunkan untuk "mengkonfirmasikan yang sebelumnya", yang berarti Kitab Taurat dan Injil; yang merupakan kitab Yahudi dan Kristen, kecuali beberapa kesalahan yang dianggap sebagai kebenaran .(Arberry, The Koran Interpreted, halaman xi).
• Pendapat yang mengatakan bahwa Taurat setara dengan Kitab yang hilang:
Abdullah Jusuf Ali kelihatannya menyetarakan Taurat dengan Perjanjian Lama ."Secara langsung dapat dikatakan bahwa ini setara dengan Kitab Yahudi." (Ali,The Holy Qur'an:Text, Translation and Commentary halaman 282). Karena kepercayaannya akan penyimpangan dari Alkitab, ada beberapa kualifikasi berikut:
Tapi Kitab tersebut telah hilang sebelum Islam disiarkan. Bagian yang hilang adalah "Hukum" dimana kehilangan terjadi oleh penyalinan secara massal yang dilakukan secara tradisional di masa kaum Yahudi dan Rasul hidup, di mana saya mencoba untuk menelusurinya dalam buku ini. (Ali,Ibid halaaman 285).
"Penyalinan massal secara tradisional" yang dimaksud Ali adalah merujuk pada Talmud (Ali,Ibid halaaman 285) (lihat bagian Interval Between Christ and Muhammad).
Jadi menurut pendapat Ali, Taurat tak lagi berlaku.
• Pendapat yang mengatakan bahwa Injil setara dengan Kitab yang hilang:
Sesuai dengan Injil, beberapa pendapat penyimpangan adalah benar. Pendapat penyimpangan ini pada dasarnya merujuk pada variasi tema yang sama. Namun karena hal ini, dianggap bahwa terjadi penyimpangan dalam Injil. Dengan pandangan ini muncul pendapat bahwa Injil tak lagi ada. Hal ini menyebabkan pengakuan akan adanya Perjanjian Baru sangat kecil:
Injil (dari bahasa Yunani Evangel=kabar baik=Gospel) dikatakan dalam Quran bukanlah Perjanjian Baru yang diakui sebagai kanon dalam gereja, melainkan yang diajarkan adalah yang diyakini Islam sebagai yang diajarkan Kristus. Bagian-bagian yang menyimpanglah yang selamat dan yang sekarang diakui Gereja sebagai kanon (contoh Gospel of Childhood, Gospel of Nativity, Gospel of St Barnabas- dikenal di Indonesia sebagai Injil Barnabas). (Ali Ibid, halaman 287)
• Pendapat yang mengatakan bahwa Injil setara dengan Empat Kitab pertama dari Perjanjian Baru:
Mengacu pada pendapat Cyril Glasee, ahli Muslim dari Barat, ia menggunakan 3 nama berbeda untuk Injil yaitu: Injil Yesus, Injil dan Perjanjian Baru:
Tiga bagian dari Alkitab diterima sebagai Al-Qur'an sebagai wahyu yaitu: Pentateukh, Kitab Musa (Taurat); Mazmur Daud (Zabur) dan Injil...
Tapi Zabur dan Injil tak mendapat tempat dalam norma Islam, dan isinya kemungkinan besar tak diketahui atau diabaikan oleh saudara-saudara dari Muslim. Dan Injil sangat sukar sekali diterima dalam Al-Qur'an; hal ini disebabkan Injil bertentangan dengan doktrin pemahaman Islam, dan sebagaian besar karena wujud alamiah Kristus...
Umat Muslim percaya bahwa Kitab Perjanjian Baru yang digunakan oleh umat Kristen tak benar, dan telah mengalami penyesatan. (Glasse, Ibid, halaman 72)
Karena adanya perbedaan tema inilah Injil dianggap telah mengalami penyimpangan, ada kalangan Muslim yang menolak Perjanjian Baru sebagai Injil.
• Pendapat yang mengatakan bahwa Injil setara dengan Perjanjian Baru:
Hughes membuat pernyataan yang menarik pada tahun 1885:
Injil digunakan dalam Al-Qur'an, dan secara tradisi oleh pengikut Nabi pada mulanya, yaitu tentang pewahyuan yang diberikan Allah pada Nabi Isa. Tapi di kemudian hari Injil diasosiasikan sebagai Perjanjian Baru (Hughes, Dictionary of Islam, halaman 211).
Bagi sebagian umat Muslim sangatlah sulit menerima fakta bahwa Hazrat Isa tidak berbicara atau menulis Injil. Adanya pengarang yang berbeda dari Perjanjian Baru merupakan konsep baru bagi mereka.
• Pendapat yang mengatakan Mazmur setara dengan Hazrat Daud
Mazmur atau Zabur bukan merupakan isu yang besar. Kecuali pendapat dari Cyril Glasse di atas.
Pendapat yang mengatakan bahwa Taurat, Zabur dan Injil setara dengan Alkitab:
Puncak dari semua ini adalah pendapat dari Abdul Rahman Azzam, pemimpin Muslim yang dihormati dan pendiri dari Liga Arab, dan merupakan salah seorang yang mempengaruhi Malcolm X menjadi Islam Ortodoks:
Imam Ibnu Al Qayyim berkata: Allah yang dimuliakan telah mengirim para nabiNya dan memberikan pewahyuan melalui buku untuk menunjukkan keadilan di bumi dan di surga."(Azzam, The Eternal Message of Muhammad hal. 102)
Ketika mengomentari kutipan ini, Azzam berkata," Melalui semua buku pewahyuan dilakukan oleh Allah yaitu: Alkitab, Al-Quran."(Azzam Ibid, hal. 102). Azzam telah menyetarakan ketiga kitab (Taurat, Zabur dan Injil) ini dengan Alkitab yang kita kenal sekarang.
KITAB-KITAB ALLAH SWT (Shuhuf Ibrahim, Shuhuf Musa, Zabur, Taurat, Injil, Al Quran)
April 29, 2009 — nurdiyon
Pengertian Kitab-Kitab Allah swt
Al Kutub secara bahasa berarti kitab-kitab Allah. Sedangkan secara istilah adalah kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah swt kepada rasul-rasul-Nya sebagai rahmat dan hidayah bagi seluruh umat manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Kewajiban Manusia Terhadap Kitab-Kitab Allah swt
1. Beriman bahwa kitab-kitab tersebut benar-benar diturunkan oleh Allah swt.
2. Beriman kepada kitab-kitab yang sudah kita kenal namanya seperti shuhuf Ibrahim dan Musa, Zabur, Taurat, Injil, dan Al Quran.