Selasa, 31 Mei 2011

munasabah

Kitab suci al-Qur’an merupakan kitab yang berisi berbagai petunjuk dan peraturan yang disyari’atkan dan al-Qur’an memiliki sebab dan hikmah yang bermacam. Dalam ayat-ayat al-Qur’an memiliki maksud-maksud tertentu yang diturunkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang membutuhkan, turunnya ayat juga bersangkutan dengan peristiwa yang terjadi pada masa itu. Susunan ayat-ayat dan surah-surahnya ditertibkan sesuai dengan yang terdapat dalam lauh al-mahfudh, sehingga tampak adanya persesuaian antara ayat satu dengan ayat yang lain dan antara surah satu dengan surah yang lain.

Oleh karena itu, timbul cabang ilmu dari ulumul Qur’an yang khusus membahas persesuaian-persesuaian tersebut, yaitu yang disebut ilmu munasabah atau ilmu tanaasubil ayati wassuwari. Orang yang pertama kali menulis cabang ilmu ini adalah Imam Abu Bakar an-Naisaburi (324 H). Kemudian disusul oleh Abu Ja’far ibn Zubair yang mengarang kitab “Al-Burhanu fi Munasabati Suwaril Qur’ani” dan diteruskan oleh Burhanuddin al-Buqai yang menulis kitab “Nudzumud Durari fi Tanasubil Aayati Wassuwari” dan as-Suyuthi yang menulis kitab “Asraarut Tanzilli wa Tanaasuqud Durari fi Tanaasubil Aayati Wassuwari” serta M. Shodiq al-Ghimari yang mengarang kitab “Jawahirul Bayani fi Tanasubi Wassuwari Qur’ani”.

A. Pengertian Munasabah

Menurut bahasa, munasabah berarti hubungan atau relevansi, yaitu hubungan persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang sebelum atau sesudahnya.

Ilmu munasabah berarti ilmu yang menerangkan hubungan antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang lainnya.

Karena itu sebagian pengarang menamakan ilmu ini dengan “ilmu tanasubil ayati was suwari”, yang artinya juga sama, yaitu ilmu yang menjelaskan persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang lain.

Menurut istilah, ilmu munasabah / ilmu tanasubil ayati was suwari ini ialah ilmu untuk mengetahui alasan-alasan penertiban dari bagian-bagian al-Qur’an yang mulia.

Ilmu ini menjelaskan segi-segi hubungan antara beberapa ayat / beberapa surat al-Qur’an. Apakah hubungan itu berupa ikatan antara ‘am (umum) dan khusus / antara abstrak dan konkret / antara sebab-akibat atau antara illat dan ma’lunya, ataukah antara rasional dan irasional, atau bahkan antara dua hal yang kontradiksi.

Jadi pengertian munasabah itu tidak hanya sesuai dalam arti yang sejajar dan parallel saja. Melainkan yang kontradiksipun termasuk munasabah, seperti sehabis menerangkan orang mukmin lalu orang kafir dan sebagainya. Sebab ayat-ayat al-Qur’an itu kadang-kadang merupakan takhsish (pengkhususan) dari ayat-ayat yang umum. Dan kadang-kadang sebagai penjelasan yang konkret terhadap hal-hal yang abstrak.

Sering pula sebagai keterangan sebab dari suatu akibat seperti kebahagiaan setelah amal sholeh dan seterusnya. Jika ayat-ayat itu hanya dilihat sepintas, memang seperti tidak ada hubungan sama sekali antara ayat yang satu dengan yang lainnya, baik dengan yang sebelumnya maupun dengan ayat yang sesudahnya. Karena itu, tampaknya ayat-ayat itu seolah-olah terputus dan terpisah yang satu dari yang lain seperti tidak ada kontaknya sama sekali. Tetapi kalau diamati secara teliti, akan tampak adanya munasabah atau kaitan yang erat antara yang satu dengan yang lain.

Karena itu, ilmu munasabah itu merupakan ilmu yang penting, karena ilmu itu bisa mengungkapkan rahasia kebalaghahan al-Qur’an dan menjangkau sinar petunjuknya.

B. Dasar-dasar Pemikiran Adanya Munasabah Diantara Ayat-ayat / Surat-surat al-Qur’an

Asy-Syatibi menjelaskan bahwa satu surat, walaupun dapat mengandung banyak masalah, namun masalah-masalah tersebut berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga seseorang hendaknya jangan hanya mengarahkan pandangan pada awal surat, tetapi hendaknya memperhatikan pula akhir surat atau sebaliknya. Karena bila tidak demikian, akan terabaikan maksud ayat-ayat yang diturunkan itu.

Mengenai hubungan antara suatu ayat atau surat dengan ayat atau surat lain (sebelum atau sesudahnya) tidaklah kalah pentingnya dengan mengetahui sebab nuzulul ayat. Sebab mengetahui adanya hubungan antara ayat-ayat dan surat-surat itu dapat pula membantu kita memahami dengan tepat ayat-ayat dan surat-surat yang bersangkutan. Ilmu al-Qur’an mengenai masalah ini disebut :

علم تناسب الأيات والسّور.

Ilmu ini dapat berperan mengganti ilmu asbabul nuzul, apabila kita tidak dapat mengetahui sebab turunnya suatu ayat, tetapi kita bisa mengetahui adanya relevansi ayat itu dengan yang lainnya. Sehingga di kalangan ulama timbul masalah mana yang didahulukan antara mengetahui sebab turunnya ayat dengan mengetahui hubungan antara ayat itu dengan yang lainnya.

Tentang masalah ilmu munasabah di kalangan ulama’ terjadi perbedaan pendapat, bahwa setiap ayat atau surat selalu ada relevansinya dengan ayat atau surat lain. Ada pula yang menyatakan bahwa hubungan itu tidak selalu ada. Akan tetapi sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat ada hubungannya satu sama lain. Ada pula yang berpendapat bahwa mudah mencari hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain, tetapi sukar sekali mencari hubungan antara suatu surat dengan surat yang lain.

Muhammad ‘Izah Daruzah mengatakan bahwa semula orang menyangka antara satu ayat atau surat dengan ayat atau surat yang lain tidak memiliki hubungan antara keduanya. Tetapi kenyataannya, bahwa sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat itu ada hubungan antara satu dengan yang lain.

Sebagaimana contoh surat al-Fath, ada hubungannya dengan surat sebelumnya (surat al-Qital/Muhammad) dan dengan surat sesudahnya (al-Hujurat). Surat al-Fath diturunkan sesudah Nabi mencapai perdamaian Hudaibiyah dengan musyrikin Makkah dan umat Islam mendapatkan kemenangan setelah didahului dengan peperangan dengan musyrikin Arab, maka jelaslah ada hubungannya dengan surat sebelumnya (al-Qital/Muhammad). Setelah kemenangan di tangan Islam dan keamanan serta ketertiban masyarakat sudah mantap, maka turunlah surat al-Hujurat yang mengatur bagaimana seharusnya sikap umat Islam. Mengenai contoh antara ayat satu dengan ayat yang lain dapat dilihat pada uraian-uraian berikut:

Firman Allah dalam surat al-Ghasyiyah ayat 17-20

Ÿxsùr& tbrãÝàYtƒ ’n<Î) È@Î/M}$# y#ø‹Ÿ2 ôMs)Î=äz ÇÊÐÈ ’n<Î)ur Ïä!$uK¡¡9$# y#ø‹Ÿ2 ôMyèÏùâ‘ ÇÊÑÈ ’n<Î)ur ÉA$t6Ågø:$# y#ø‹x. ôMt6ÅÁçR ÇÊÒÈ ’n<Î)ur ÇÚö‘F{$# y#ø‹x. ôMysÏÜß™ ÇËÉÈ Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 17-20) Dalam ayat tersebut kelihatan tidak ada relevansinya dan perpaduan pikiran pada ayat tersebut. Sebab meninggikan langit terpisah dari menciptakan unta. Dan menegakkan gunung terpisah dari meninggikan langit dan juga menghamparkan bumi terputus dari menegakkan gunung. Akan tetapi al-Zarkasyi dalam kitab al-Burhan 1:45, telah menunjukkan ada munasabah antara ayat-ayat itu. Pada waktu turun al-Qur’an masyarakat badui yang masih primitif, binatang unta adalah sangat vital untuk kehidupan mereka dan unta-unta itu membutuhkan air untuk minum. Oleh sebab itu, mereka sering memandang ke langit untuk mengharapkan hujan turun. Mereka juga memerlukan tempat tinggal untuk berlindung dan tiada lain adalah di gunung-gunung, kemudian mereka selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk kelangsungan hidupnya. Sebagaimana keterangan di atas bahwasanya mencari munasabah atau relevansi antara satu ayat dengan ayat yang lain tidaklah begitu sulit. Sebab pembicaraan kita sedikit yang tidak bisa dipahami dengan satu ayat saja, sehingga perlu ada ayat-ayat yang mengiringinya untuk menjelaskan maksud ayat yang terdahulu. Berbeda dengan mencari hubungan antara surat satu dengan surat yang lain terlihat adanya kesulitan. Oleh karena itu, hanya sedikit ulama tafsir yang mengungkapkan adanya munasabah atau relevansi antara surat satu dengan surat yang lainnya. Mereka cukup mencari-cari adanya dua lafadz yang serupa atau adanya dua ayat yang sebanding dalam kedua surat yang berurutan letaknya baik di permulaan, di pertengahan maupun di penghabisan surat. Di bawah ini adalah beberapa contoh surat yang ada munasabah / relevansi. 1. Permulaan surat al-Baqarah $O!9# y7Ï9ºsŒ Ü=»tGÅ6ø9$# Ÿw |=÷ƒu‘ ¡ Ïm‹Ïù ¡ “Alif laam miin. Kitab (Al Qur’an) Ini tidak ada keraguan padanya”. Di dalam ayat ini terdapat isyarah kepada lafaz yang ada di dalam surat al-Fatihah ayat ke enam. $tRω÷d$# xÞºuŽÅ_Ç9$# tLìÉ)tGó¡ßJø9$# ÇÏÈ “Tunjukkanlah kami jalan yang lurus” Di dalam surat ini seolah-olah ketika mereka mohon petunjuk ke jalan yang lurus yang mereka mohon itu adalah al-Qur’an. Karena al-Qur’an adalah jalan yang lurus dan tidak ada keragu-raguan di dalamnya seperti surat yang pertama. 2. Surat al-Isra’ yang dimulai dengan tasbih ada munasabah atau relevansi dengan surat al-Kahfi yang dimulai dengan tahmid. Sebab tasbih biasanya didahului dengan tahmid. 3. Surat al-Kautsar merupakan imbangan dari surat al-Ma’un. Sebab pada surat al-Ma’un terdapat tanda-tanda atau sifat-sifat orang munafik sebanyak empat, yaitu kikir, tidak sembahyang, melakukan shalat dengan riya’ (show) dan enggan mengeluarkan zakat. Maka di dalam surat al-Kautsar : !$¯RÎ) š»oYø‹sÜôãr& trOöqs3ø9$# ÇÊÈ “Sesungguhnya kami Telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak”. (QS. Al-Kautsar: 1) Sebagai imbangan sifat kikir, dan lafadz فصل (maka shalatlah kamu) sebagai bandingan dengan meninggalkan shalat dan lafadz لربك (untuk keridhaan Allah bukan untuk manusia). Sebagai imbangan dengan sifat riya’, kemudian lafadz وانحر (berkurbanlah) sebagai imbangan sifat ingin memberi zakat dan yang dimaksud dengan وانحر ialah bersedekah dengan daging kurban. Pencarian-pencarian ini yang dilakukan oleh ulama tafsir tidak sia-sia, sebab tidak sedikit manfaatnya bagi umat Islam yang bermaksud mendalami al-Qur’an. Berkah ketekunan ulama tafsir yang luar biasa itu mereka sendiri puas dan juga memberi kepuasan umat Islam. al-Qur’an mengandung macam hukum dan peraturan dan karena sebab-sebab yang berbeda-beda maka tersusunlah ayat-ayat al-Qur’an dengan sebaik-baiknya dan setepat-tepatnya dalam tiap-tiap surat. Sehingga apabila kita bisa mengetahui adanya munasabah/relevansi, maka kita tidak perlu mencari sebab turunnya ayat-ayat al-Qur’an satu persatu. C. Macam-macam Munasabah Munasabah / persesuaian / persambungan / kaitan bagian al-Qur’an yang satu dengan yang lain itu bisa bermacam-macam, jika dilihat dari berbagai seginya. 1. Macam-macam sifat munasabah Jika ditinjau dari segi sifat munasabah atau keadaan persesuaian dan persambungannya, maka munasabah itu ada dua macam, yaitu : a. Persesuaian yang nyata (dzahirul irtibath) / persesuaian yang tampak jelas yaitu yang bersambungan atau persesuaian antara bagian yang satu dengan yang lain tampak jelas dan kuat. Karena kaitan kalimat yang satu dengan yang lain erat sekali. Sehingga yang satu tidak bisa menjadi kalimat yang sempurna, jika dipisahkan dengan kalimat yang lain, maka deretan beberapa ayat yang menerangkan sesuatu materi itu kadang-kadang ayat yang satu itu sebagai penguat, penafsir, penyambung, penjelasan, pengecualian / pembatasan dari ayat yang lain. Sehingga ayat-ayat tersebut tampak sebagai satu kesatuan yang sama. Contohnya, seperti persambungan antara ayat 1 surat al-Isra’ z`»ysö6ß™ ü“Ï%©!$# 3“uŽó r& ¾Ínωö7yèÎ/ Wxø‹s9 šÆÏiB ωÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# ’n<Î) ωÉfó¡yJø9$# $|Áø%F{$# “Maha Suci Allah, yang Telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha”. Ayat tersebut menerangkan Isra Nabi Muhammad saw. Selanjutnya, ayat 2 surat al-Isra yang berbunyi : $oY÷s?#uäur Óy›qãB |=»tGÅ3ø9$# çm»oYù=yèy_ur “W‰èd ûÓÍ_t6Ïj9 Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î) “Dan kami berikan kepada Musa Kitab (Taurat) dan kami jadikan Kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil”. Ayat tersebut menjelaskan diturunkannya kitab Taurat kepada Nabi Musa as. Persesuaian antara kedua ayat tersebut ialah tampak jelas mengenai diutusnya kedua Nabi/Rasul tersebut. b. Persambungan tidak jelas (khafiyyul istibadh) samarnya persesuaian antara pertalian untuk keduanya, bahkan seolah-olah masing-masing ayat atau surat itu sendiri-sendiri baik karena ayat-ayat yang satu itu diathofkan kepada yang lain, atau karena yang satu bertentangan dengan yang lain. Contohnya, seperti hubungan antara ayat 189 surat al-Baqarah dengan ayat 190 surat al-Baqarah. Ayat 189 surat al-Baqarah tersebut berbunyi : štRqè=t«ó¡o„ Ç`tã Ï'©#ÏdF{$# ( ö@è% }‘Ïd àM‹Ï%ºuqtB Ĩ$¨Y=Ï9 Ædkysø9$#ur 3 “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji”. Ayat tersebut menerangkan bulan tsabit/tanggal untuk tanda-tanda waktu dan untuk jadwal ibadah haji. Sedangkan ayat 190 surat al-Baqarah berbunyi : (#qè=ÏG»s%ur ’Îû È@‹Î6y™ «!$# tûïÏ%©!$# óOä3tRqè=ÏG»s)ムŸwur (#ÿr߉tG÷ès? 4 “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas”. Ayat tersebut menerangkan perintah menyerang kepada orang-orang yang menyerang umat Islam. Sepintas, antara kedua ayat tersebut seperti tidak ada hubungannya / hubungan yang satu dengan yang lainnya samar. Padahal sebenarnya ada hubungan antara kedua ayat tersebut yaitu, ayat 189 surat al-Baqarah mengenai soal waktu untuk haji, sedang ayat 190 surat al-Baqarah menerangkan: sebenarnya, waktu itu haji umat Islam dilarang berperang, tetapi jika ia diserang lebih dahulu, maka serangan-serangan musuh itu harus dibalas, walaupun pada musim haji. 2. Macam-macam materi munasabah Ditinjau dari segi materinya, maka munasabah itu ada 2 macam sebagai berikut : a. Munasabah antar ayat yaitu munasabah / persambungan antara ayat yang satu dengan yang lainnya. Munasabah itu bisa berbentuk persambungan-persambungan sebagai berikut : 1) Diathofkan ayat yang satu kepada ayat yang lain, seperti munasabah antara ayat 103 surat Ali Imran : (#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $Yè‹ÏJy_ Ÿwur (#qè%§xÿs? 4 “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai”. Dengan surat Ali Imran ayat 102 : $pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qà)®?$# ©!$# ¨,ym ¾ÏmÏ?$s)è? Ÿwur ¨ûèòqèÿsC žwÎ) NçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡•B ÇÊÉËÈ “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. Faedah dari munasabah dengan athaf ini ialah untuk menjadikan 2 ayat tersebut sebagai dua hal yang sama (an-Nadzraini). Ayat 102 surat Ali Imran menyuruh bertaqwa dan ayat 103 surat Ali Imran menyuruh berpegang teguh pada agama Allah, dua hal yang sama. 2) Tidak diathofkan ayat yang satu kepada yang lain, seperti munasabah antara ayat 11 surat Ali Imran. É>ù&y‰Ÿ2 ÉA#uä tböqtãóÏù tûïÏ%©!$#ur `ÏB óOÎgÎ=ö6s% 4 (#qç/¤‹x. $uZÏG»tƒ$t«Î/

“(keadaan mereka) adalah sebagai keadaan kaum Fir'aun dan orang-orang yang sebelumnya; mereka mendustakan ayat-ayat Kami”.

Dengan ayat 10 surat Ali Imran

¨bÎ) šúïÏ%©!$# (#rãxÿx. `s9 š_Í_øóè? óOßg÷Ytã óOßgä9ºuqøBr& Iwur Oèd߉»s9÷rr& z`ÏiB «!$# $\«ø‹x© ( y7Í´¯»s9'ré&ur öNèd ߊqè%ur Í‘$¨Y9$# ÇÊÉÈ

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka”

Dalam munasabah ini, tampak hubungan yang kuat antara ayat yang kedua (ayat 11) dengan ayat yang sebelumnya (ayat 10), sehingga ayat 11 surat Ali Imran itu dianggap sebagai bagian kelanjutan dari ayat 10 surat Ali Imran.

3) Digabungkannya dua hal yang sama, seperti persambungan antara ayat 5 surat al-Anfal

!$yJx. y7y_t÷zr& y7•/u‘ .`ÏB y7ÏG÷t/ Èd,ysø9$$Î/ ¨bÎ)ur $Z)ƒÌsù z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# tbqèd̍»s3s9 ÇÎÈ

“Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dan rumahmu dengan kebenaran, padahal Sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya”.

Dengan ayat 4 surat al-Anfal

y7Í´¯»s9'ré& ãNèd tbqãZÏB÷sßJø9$# $y)ym 4 öNçl°; ìM»y_u‘yŠ y‰YÏã óOÎgÎn/u‘ ×otÏÿøótBur ×-ø—Í‘ur ÒOƒÌŸ2 ÇÍÈ

“Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia”.

Kedua ayat itu sama-sama menerangkan tentang kebenaran, ayat 5 surat al-Anfal itu menerangkan kebenaran status mereka sebagai kaum mukminin.

4) Dikumpulkannya dua hal yang kontradiksi (al-mutashadattu)

Seperti yang dikumpulkan ayat 95 surat al-A’raf

§NèO $uZø9£‰t/ tb%s3tB Ïpy¥ÍhŠ¡¡9$# spoY|¡ptø:$# 4Ó®Lym (#qxÿtã (#qä9$s%¨r ô‰s% ¡§tB $tRuä!$t/#uä âä!#§ŽœØ9$# âä!#§Žœ£9$#ur

“Kemudian kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan hingga keturunan dan harta mereka bertambah banyak, dan mereka berkata: "Sesungguhnya nenek moyang kamipun Telah merasai penderitaan dan kesenangan"

Dengan ayat 94 surat al-A’raf

!$tBur $uZù=y™ö‘r& ’Îû 7ptƒös% `ÏiB @cÓÉ<¯R HwÎ) !$tRõ‹s{r& $ygn=÷dr& Ïä!$y™ù't7ø9$$Î/ Ïä!#§ŽœØ9$#ur óOßg¯=yès9 tbqã㧎œØo„ ÇÒÍÈ “Kami tidaklah mengutus seseorang nabipun kepada sesuatu negeri, (lalu penduduknya mendustakan nabi itu), melainkan kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri”. Ayat 94 surat al-A’raf tersebut menerangkan ditimpakannya kesempitan dan penderitaan kepada penduduk, tetapi ayat 95 surat al-A’raf menjelaskan kesusahan dan kesempitan itu diganti dengan kesenangan. 5) Dipindahkannya satu pembicaraan, ayat 55 surat Shaad : #x‹»yd 4 žcÎ)ur tûüÉó»©Ü=Ï9 §Ž|³s9 5>$t«tB ÇÎÎÈ

“Beginilah (keadaan mereka). dan Sesungguhnya bagi orang-orang yang durhaka benar-benar (disediakan) tempat kembali yang buruk”

Dialihkan pembicaraan kepada nasib orang-orang yang durhaka yang benar-benar akan kembali ke tempat yang buruk sekali, dan pembicaraan ayat 54 surat Shaad yang membicarakan rezeki dari ahli surga.

¨bÎ) #x‹»yd $oYè%ø—̍s9 $tB ¼çms9 `ÏB >Š$xÿ¯R ÇÎÍÈ

“Sesungguhnya Ini adalah benar-benar rezki dari kami yang tiada habis-habisnya”.

b. Munasabah antar surat yaitu munasabah / persambungan antara surat yang satu dengan surat yang lainnya.

Munasabah ini ada beberapa bentuk sebagai berikut :

1) Munasabah antara dua surat dalam soal materinya, yaitu materi surat yang satu sama dengan materi surat yang lain.

Contohnya : seperti surat kedua al-Baqarah sama dengan isi surat yang pertama al-Fatihah, keduanya sama-sama menerangkan 3 hal kandungan al-Qur’an, yaitu masalah aqidah, ibadah, muamalah, kisah dan janji serta ancaman. Dalam surat al-Fatihah semua itu diterangkan secara ringkas, sedang dalam surat al-Baqarah dijelaskan dan dirinci secara panjang dan bebas.

2) Persesuaian antara permulaan surat dengan penutupan surat sebelumnya. Sebab semua pembukaan surat itu erat sekali kaitannya dengan akhiran dari surat sebelumnya, sekalipun sudah dipisah dengan basmalah.

Contohnya: seperti awalan dari surat al-An’am yang berbunyi sebagai berikut :

߉ôJptø:$# ¬! “Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚö‘F{$#ur Ÿ@yèy_ur ÏM»uHä>—à9$# u‘q‘Z9$#ur ( ¢OèO tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. öNÍkÍh5tÎ/ šcqä9ω÷ètƒ ÇÊÈ

“Segala puji bagi Allah yang Telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka”.

Awalan surat al-An’am tersebut sesuai dengan akhiran surat al-Maidah yang berbunyi :

¬! à7ù=ãB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur $tBur £`ÍkŽÏù 4 uqèdur 4’n?tã Èe@ä. &äóÓx« 7ƒÏ‰s% ÇÊËÉÈ

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Dan seperti antara awalan surat al-Hadid yang berbunyi sebagai berikut :

yx¬7y™ ¬! $tB ’Îû ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur ( uqèdur Ⓝ͕yèø9$# ãLìÅ3ptø:$# ÇÊÈ

“Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Awalan surat al-Hadid tersebut sesuai dengan akhiran surat al-Waqi’ah:

ôxÎm7|¡sù ËLôœ$$Î/ y7În/u‘ ËLìÏàyèø9$# ÇÒÏÈ

“Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar”.

Dan seperti awalan surat al-Quraisy

É#»n=ƒ\} C·÷ƒtè% ÇÊÈ

“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy”,

Dengan awalan surat al-Quraisy tersebut sesuai dengan surat al-Fiil:

öNßgn=yèpgmú 7#óÁyèx. ¥Aqà2ù'¨B ÇÎÈ

“Lalu dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat)”.

3) Persesuaian antara pembukaan dan akhiran sesuatu surat sebab, semua ayat dari sesuatu surat dari awal sampai akhir itu selalu bersambungan dan bersesuaian.

Contoh : seperti persesuaian antara awal surat al-Baqarah

$O!9# ÇÊÈ y7Ï9ºsŒ Ü=»tGÅ6ø9$# Ÿw |=÷ƒu‘ ¡ Ïm‹Ïù ¡ “W‰èd z`ŠÉ)­FßJù=Ïj9 ÇËÈ

“Alif laam miin. Kitab (Al Qur’an) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”

Awal surat al-Baqarah tersebut sesuai dengan akhirnya yang memerintahkan supaya berdo’a agar tidak disiksa Allah, bila lupa atau bersalah.

ß#ôã$#ur $¨Ytã öÏÿøî$#ur $oYs9 !$uZôJymö‘$#ur 4 |MRr& $uZ9s9öqtB $tRöÝÁR$$sù ’n?tã ÏQöqs)ø9$# šúï͍Ïÿ»x6ø9$# ÇËÑÏÈ

“Beri ma'aflah Kami; ampunilah Kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."

Dan seperti persesuaian antara awal surat al-Mukminun

ô‰s% yxn=øùr& tbqãZÏB÷sßJø9$# ÇÊÈ

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”

Dengan akhiran surat tersebut yang berbunyi :

4 ¼çm¯RÎ) Ÿw ßxÎ=øÿムtbrãÏÿ»s3ø9$# ÇÊÊÐÈ

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung”.

D. Faedah Ilmu Munasabah

Faedah mempelajari ilmu munasabah ini banyak, antara lain sebagai berikut :

1. Mengetahui persambungan hubungan antara bagian al-Qur’an, baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lainnya. Sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab al-Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatan. Karena itu, Izzudin Abdul Salam mengatakan, bahwa ilmu munasabah itu adalah ilmu yang baik sekali. Ketika menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Beliau mensyaratkan harus jatuh pada hal-hal yang berkaitan betul-betul, baik di awal atau diakhirnya.

2. Dengan ilmu munasabah itu dapat diketahui mutu dan tingkat kebahagiaan bahasa al-Qur’an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lain. Serta persesuaian ayat atau suratnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih meyakinkan kemukjizatannya, bahwa al-Qur’an itu betul-betul wahyu dari Allah SWT, dan bukan buatan Nabi Muhammad Saw. Karena itu imam Arrazi mengatakan, bahwa kebanyakan keindahan-keindahan al-Qur’an itu terletak pada susunan dan persesuaiannya, sedangkan susunan kalimat yang paling baligh (bersastra) adalah yang sering berhubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.

3. Dengan ilmu munasabah akan sangat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Setelah diketahui hubungan sesuatu kalimat / sesuatu ayat dengan kalimat / ayat yang lain, sehingga sangat mempermudah pengistimbatan hukum-hukum atau isi kandungannya.

ILMU MUNASABAH

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

ILMU MUNASABAH

Oleh: Hairul Anwar & Maulana Yusuf

I. Mukadimah

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada kita. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluargana, shahabatnya, dan semua pengikutnya hingga akhir zaman. Diantara bukti kemukjijatan Nabi Muhammad SAW, adalah diberikannya kitab suci al-Qur’an. Dalam al-Qur’an itu sendiri terdapat tanda-tanda kebesaran Sang Pemberi, yaitu dengan gaya bahasa dan susunan yang begitu indah, di antara susunan al-Qur’an ada keserasian antara ayat yang satu dengan yang lai, adanya hubungan saling melengkapi. Hubungan inilah yang dinamakan Ilmu Munasabah yang Insya Allah akan kami bahas pada masalah ini.

II. Pembahasan

2.1. Pengertian

Kata Munasabah secara etimologi, menurut asy-Syuthi berarti al-Musyakalah (keserupaan) dan muqarabah (kedekata). Adapun menurut pengertian terminilogy, Munasabah dapat didefinisikan sebagai berikut.

1. Menurut az-zarkasyi, Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapkan kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.

2. Menurut Manna’ Alqaththan, Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan di dalam satu ayat, atau antara ayat pada beberapa ayat, atau antara surah di dalam al-Qur’an.

3. Menurut Ibnu al-‘Arabi, Munasabah keterikantan ayat-ayat al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyaisatu kesetuan makna dan keteraturan redaksi.[1]

2.2. Manfaat Ilmu Munasabah

Pengetahuan antara Munasabah ini sangat bermanfaat dalam memahami keserasian antara makna, kejelasan, keterangan, keteraturan susunan kalimatnya dan keindahan gaya bahasa.

Az-Zarkasyi menyebutkan: “Manfaatnya adalah menjadikan sebagian pembicaraan berkaitan dengan sebagian lainnya, sehingga hubungan menjadi kuat, bentuk susunannya menjadi kukuh dan bersesuaian bagian-bagiannya laksana sebuah bangunan yang amat kokoh.” Qadi Abu Bakar Ibnul al-‘Arabi menjelaskan: “Mengetahui sejauhmana hubungan antara ayat satu dengan yang lain sehingga semuanya menjadi seperti satu kata, yang maknanya serasi dan susunannya teratur merupakan ilmu besar.”[2]

Neraca yang dipegang dalam menerangkan macam-macam Munasabah antara ayat-ayat dan surat-surat, kembali kepada derajat tamatsul, atau tasyabuh antara maudhu’-maudhu’-nya. Maka jika munasabah itu terjadi pada urusan-urusan yang bersatu dan berkaitan awal dan akhirnya, maka itulah munasabah yang dapat diterima akal dan dipahami. Tetapi jika munasabah itu dilakukan terhadap ayat-ayat yang berbeda-beda sebabnya dan urusan-urusan yang tidak ada keserasian antara satu dengan yang lainnya, maka tidaklah yang demikian itu dikatakan tanasub (bersesuaian) sama sekali.

Sangat sulit mencari munasabah antara surah dengan surah, karena jarang sekali sesuatu itu dapat sempurna dengan suatu ayat. Karenanya beriring-iringlah beberapa ayat dalam satu maudhu’ untuk ta’id, tafsir, athaf dan bayan, istisna’, hasr, hingga ayat-ayat yang beriringan-iringan itu nampaklah ayat-ayat yang satu sama lain merupakan sebanding dan bersamaan dalam satu kelompok.[3]

Hubungan-hubungan dalam Al-Qur’an Tersebut meliputi:

Para ulama yang menekuni ilmu munasabah Al-Qur’an mengemukakan bahkan membuktikan keserasian yang dimaksud, setidak-tidaknya hubungan itu meliputi:[4]

1. Hubungan antara satu surah dengan surah sebelumnya. Satu surah berfungsi menjelaskan surah sebelumnya, misalnya didalam surah Al-Fatihah ayat 6 disebutkan:

$tRω÷d$# xÞºuŽÅ_Ç9$# tLìÉ)tGó¡ßJø9$# ÇÏÈ

“Tunjukilah Kami jalan yang lurus,” (Q.S. Al-Fatihah: 6)

Lalu dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 2, bahwa jalan yang lurus itu adalah mengikuti petunjuk Al-Qur’an, sebagaimana disebutkan:

y7Ï9ºsŒ Ü=»tGÅ6ø9$# Ÿw |=÷ƒu‘ ¡ Ïm‹Ïù ¡ “W‰èd z`ŠÉ)­FßJù=Ïj9 ÇËÈ

“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (Q.S. Al-Baqarah: 2)

2. Hubungan antara nama surah dengan isi atau tujuan surah. Nama-nama surah biasanya diambil dari suatu masalah pokok didalam satu surah, misalnya surah An-Nisa’ (perempuan) karena didalamnya banyak menceritakan tentang persoalan perempuan.

3. Hubungan antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surah. Misalnya surah al-Mu’minuun dimulai dengan:

ô‰s% yxn=øùr& tbqãZÏB÷sßJø9$# ÇÊÈ

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,” (Q.S. Al-Mu’minuun: 1)

Kemudian diakhiri dengan:

4 ¼çm¯RÎ) Ÿw ßxÎ=øÿムtbrã�Ïÿ»s3ø9$# ÇÊÊÐÈ

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.” (Q.S. Al-Mu’minuun: 117)

4. Hubungan antara satu ayat dengan ayat yang lain dalam satu surah. Misalnya kata “Muttaqin” di dalam surah Al-Baqarah ayat 2 dijelaskan pada ayat berikutnya mengenai cirri-ciri orang-orang yang bertaqwa.

5. Hubungan antara kalimat lain dalam satu ayat. Misalnya dalam surah al-Fatihah ayat 1: “ Segala Puji Bagi Allah”, lalu dijelaskan pada kalimat berikutnya: “Tuhan semesta alam”.

6. Hubungan antara fashilah dengan isi ayat. Misalnya didalam surat al-Ahzab ayat 25 disebutkan:

4 ’s"x.ur ª!$# tûüÏZÏB÷sßJø9$# tA$tFÉ)ø9$# ÇËÎÈ…

“dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan “ (Q.S. Al-Ahzab: 25)



4 šc%x.ur ª!$# $‡ƒÈqs% #Y“ƒÍ•tã ÇËÎÈ

“dan adalah Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.” (Q.S. Al-Ahzab: 25)

7. Hubungan antara penutup surah dengan awal surah berikutnya. Misalnya penutup surat al-Waqi’ah:

ôxÎm7|¡sù ËLôœ$$Î/ y7În/u‘ ËLìÏàyèø9$# ÇÒÏÈ

”Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar.” (Q.S. Al-Waqi’ah: 96)

Lalu surah berikutnya, yaitu surah al-Hadiid ayat 1:

yx¬7y™ ¬! $tB ’Îû ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur ( uqèdur Ⓝ͕yèø9$# ãLìÅ3ptø:$# ÇÊÈ

“Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Hadiid: 1)

Kamis, 26 Mei 2011

Kerja Penulisan Proposal Skripsi

Rencana Kerja Penulisan Proposal Skripsi

#1“Printer yang jebol gara-gara ngeprint terlalu banyak, hardisk yang ikut-ikutan jebol, sulit ketemu dosen, dicorat-coret dan dikasih catatan disana-sini hingga ditolak bimbingan sampai 2 bulan tanpa alasan.”
Sering kali dirasakan setiap mahasiswa yang lagi menyusun skripsi.

#2 “Menulis skripsi itu mudah. Betul sekali jika ada yang memiliki pendapat itu. Mengapa mudah? Karena prinsip tulis menulis karya ilmiah relatif sama dengan prinsip ketika kita belajar mengarang di SD. Hanya saja penulisan skripsi menuntut persyaratan keakuratan dan pengolahan data yang relatif ketat, di mana untuk memenuhinya...sang mahasiswa dituntut untuk rajin browsing dan belajar baik dari perpustakaan, internet, atau sumber lain. Selain itu, secara teknis tidak ada masalah lain.”



Ada juga yang berani bilang seperti itu...
Na sekarang kita ikuti yang kedua supaya tidak yang terjadi pengalaman seperti yang pertama. Saran saya hendaknya penulis menggunakan jadwal penulisan proposal/skripsi. Sangat baik jika jadwal tersebut juga diberikan kepada dosen pembimbing, dengan begitu akan sama-sama tahu dan akan mengondisikan semua kegiatan berlangsung dengan baik dan lancar.

Di bawah ini contoh jadwal proposal. Silahkan dimodifikasi sendiri sesuai dengan selera.


RENCANA KERJA PENULISAN PROPOSAL SKRIPSI
Bulan Minggu ke Kegiatan yang dikerjakan Realisasi
I Menentukan topik
II Menentukan topik
III Konsultasi topik
IV Revisi topik dan penulisan latar belakang
I Merumuskan masalah dan tujuan penelitian
II Merumuskan Hipotesis (jika ada)
Merumuskan Manfaat penelitian teoritis;
praktis
III Konsultasi Hipotesis (jika ada) dan Manfaat penelitian teoritis dan praktis
IV Menulis Asumsi Penelitian (jika diperlukan);
Menulis Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian; dan Definisi Istilah atau Definisi Operasional (jika diperlukan)
I Konsultasi Asumsi Penelitian, Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian; dan Definisi Istilah atau Definisi Operasional
II Merancang kepustakaan
Merumuskan Metodologi penelitian
III Konsultasi kepustakaan dan Metodologi penelitian
IV Menulis pustaka acuan
I Draf proposal siap diseminarkan
II Seminar Proposal
III Merevisi proposal
IV proposal yang telah direvisi siap ditindaklanjuti



تعليم اللغة العربية في معهد عبد الرحمن بن عوف
بجامعة مالانج المحمّديّة

تخطيط البحث

مقدم لاستيفاء الوظيفة النهائية في المادة الطريقة البحث
تحت إشراف الأستاذ الدكتور محمد عين


بقلم
قانعة أغوستتينا
104231472156




جامعة مالانج الحكومية
كلّيّة الآداب
قسم الأدب العربي
مايو، 2007 م


تعليم اللغة العربية في معهد عبد الرحمن بن عوف
بجامعة مالانج المحمديّة
أ‌. دواعى البحث
اللغة وسيلة لاتصال الفرد بغيره، وعن طريق هذا الاتصال يدرك حاجته، ويحصل مآربه، كما أنها وسيلته في التعبير عن آلامه وآماله وعواطفه (إبراهيم،1971:43). اللغة العربية من إحدى اللغات الموجودة في هذا العالم وهي في تطورها لا يتعلمها العرب فقط، بل الآخرون يتعلمون أيضا ويفهمونها. وهذه يراد بها تعلّم العلوم الدينية والعمل بها (Anshori، 1995: 1). أن دور اللغة العربية المناسب بحاجات المجتمع الإندونيسي الذي أكثرهم المسلمون هو أنها لغة القرآن والحديث والكتب الإسلامية ولغة العبادات اليومية.
وقال الفوزان وحسين وفضل (2003:ب-ت) وفي هذا العصر اهتم كثير من العرب والمسلمين بتعلم اللغة العربية وتعليمها. وعناية المسلمين- في القديم والحديث- لها أسباب كثيرة أهمها:
(1) أن اللغة العربية من الدين كما قال ابن تيمية-رحمه الله-( معلوم أن تعلّم اللغة العربية وتعليمها فرض على الكفاية) (2) قوتها سبب لعزة الاسلام والمسلمين (3) اللغة العربية من أقوى الروابط بين المسلمين (4) تعليم اللغة العربية من أهم الوسائل لعرض الثقافة الاسلامية.
المعاهد الاسلامية هي من إحدى المؤسسات التربوية غير الرسمية التي قامت بتعليم اللغة العربية منذ زمن طويل. وزاد هارون (5:1991) فإن هذه المعاهد تضع نصب عينها في تعليم القواعد من النحو والصرف، والبلاغة والعروض. والهدف العام من تعليم اللغة العربية إكساب الطلاب قدرة على فهم القرآن الكريم والأحاديث النبوية وسائر الكتب الدينية العربية.
وفقا على اختلاف أنواع المعهد المنتشر في عالم إندونيسيا، فيكون تعليم اللغة العربية في المعاهد متنوعة أيضا. بعض المعاهد يهدف تعليم اللغة العربية فيه إلى تفهيم وتعميق الدين، والأخر يهدف إلى تنمية مهارة الدارسين اللغوية حتى يمتلكوا المعلومات والمهارات في استعمال اللغة. بعبارة أخرى أن الهدف من تعليم اللغة العربية ليس أخرى سوى لمجال الدين، لكي تكون العلوم الدينية التي تصدر من الكتب العربية مدروسة ومفهومة.
وفي معهد عبد الرحمن بن عوف يستعمل المدرسون الطرق التي تناسب بالطلاب. وللمدرسين أهداف منها: لتعليم شريعة الاسلام ولحرس عقيدة الاسلام.
بحثت الباحثة لوصف تعليم اللغة العربية في معهد عبد الرحمن بن عوف من النواحي الآتية: (1) منهج التعليم، (2) مواد التعليم، (3) وسائل التعليم، (4) تقويم التعليم.
ب‌. مشكلات التعليم
من خلفية البحث تستطيع الباحثة أن تأخذ المشكلة العامة " كيف تعليم اللغة العربية في معهد عبد الرحمن بن عوف؟"
والمشكلات الخاصة، هي:
1. كيف منهج التعليم في معهد عبد الرحمن بن عوف؟
2. كيف مواد التعليم في معهد عبد الرحمن بن عوف؟
3. كيف وسائل التعليم في معهد عبد الرحمن بن عوف؟
4. كيف تقويم التعليم في معهد عبد الرحمن بن عوف؟
ج. أهداف البحث
هدف البحث العام في هذا البحث " لوصف تعليم اللغة العربية في معهد عبد الرحمن بن عوف"
أما أهداف البحث الخاصة فهي:
1. لوصف منهج التعليم في معهد عبد الرحمن بن عوف؟
2. لوصف مواد التعليم في معهد عبد الرحمن بن عوف؟
3. لوصف وسائل التعليم في معهد عبد الرحمن بن عوف؟
4. لوصف تقويم التعليم في معهد عبد الرحمن بن عوف؟
د. منافع البحث
هذا البحث له منافع كثيرة فهي كما يلي:
1. للكاتبة، لمعرفة تعليم اللغة العربية في معهد عبد الرحمن بن عوف ولتنمية مهارتها في اللغة العربية
2. لمدرّسي اللغة العربية، لمساعدتهم في تعليم اللغة العربية
3. لمتعلمي اللغة العربية، لمساعدتهم في فهم تعليم اللغة العربية ولتنمية مهارتهم في اللغة العربية
هـ. تحديد البحث
نظرا إلى أهداف البحث السابق فتحديد البحث هي:
بحث تعليم اللغة العربية في معهد عبد الرحمن بن عوف من ناحية منهج التعليم ومواد التعليم ووسائل التعليم وتقويم التعليم.
{mospagebreak}
و. البحث النظري
هذا الباب يشمل المعلومات والنظرية عن تعليم اللغة العربية لدى الطلاب في معهد عبد الرحمن بن عوف
1. تعريف تعليم اللغة العربية
تعليم اللغة العربية: عملية التعليم لترشد الدارس ولتنمية كفاءة لغتهم العربية سلبيا كان أو إيجابيا(: Depag 1994 ). والمراد هنا إجراء تدريس اللغة العربية نفسها وليس التدريس عن الكتب المدروسة والمكتوبة باللغة العربية عامة مثل الفقه والتفسير والحديث والأخلاق.
2. تعريف المعهد
المعهد: مؤسّسة تربوية (تقليدية وعصرية) يتعلم فيه الطلاب العلوم الإسلامية ويفضّل أهمية الأخلاق الإسلامية (Salamun، 13: 2002)
3. تعريف المنهج
المنهج: خطة العمل وهو يجري في الميدان المدرسي يشمل أنواع الخبرات والدراسات التي توصلها المدرسة إلى التلاميذ. المنهج الدراسي هو نوع من التشريع يقصد به تنظيم العملية التعليمية (إبراهيم: 35: 1968).
أن المنهج الدراسي هو خطة لطريق واضح ينبغي أنيسالكه التربويون لتحقيق أهدافهم (طعيمة: 122: 1986). وزاد أنشار ( 1989:18) أن المنهج الدراسي يشمل جميع الخبرات التعليمية في المدرسة، وهو يتكون من المنهج والتخطيط والمواد والخبرات التعليمية.
4. تعريف المواد
المواد: ما يستخدمه المعلم ليملكه الطلبة ( أبو أحمدي، وفي ورديمان، 19:2003). وبتعريف أخر هي المعلومات التي يقصد بها المعلم أن يوصلها إلى التلاميذ. والمواد التعليمية تحمل الطلاب إلى الهدف التعليمي المناسب بمنهج التعليم المستخدم. المواد هي جميع المعلومات والمعارف التي أوصلها المدري إلى أذهان التلاميذ.
5. تعريف الوسائل
الوسائل التعليمية: مايزيد عملية التعليم سهلا ويزيد الدرس وضوحا للدارس. تشمل الوسائل غالبا مواد تعليم من كتب ومجلات وغيرها من مصادر معلومات مطبعات، وتشمل معينات تعليم. وما ذلك إلا يدل على أن الوسائل أكبر شمولا من العينات. كما عربه صيني والقاسمي (1984:3) في كتابهما أن الوسائل التعليمية يقصد بها عادة المعينات السمعية أو البصرية التي يستخدمها المعلم في تدريس مادته ليبلغ الهدف المقصود بأفضل صورة ممكنة ويصبغ على العملية التربوية شيئا من الاثارة والمتعة.
6. تعريف التقويم
التقويم: تعيين القيمة أو منفعة الشيئ. يحتوي التقويم حصول الاختبار لتستعمل في نظر المنفعة أو القيمة أو البرنامج أو المنتاج أو الاجراءات أو الهدف أو الفائدة المحتملة من تقريبات الاختيار المخططة لنيل الأهداف المقررة (ورطين وسانديرس، 1973: 19) في رسالة الماجستيرية:37) يعتبر التقويم عملية بسيطة تعطي أو تحدد قيمة لعدد الأهداف والأنشطة والقضايا والأعمال والإنسان (دفيس، 3:1981). وقدم واند وبرون أن التقويم يعتبر عملية لتعيين القيمة من الشيء ( يوسف وأنوار 1997: 209).
{mospagebreak}
هـ. طريقة البحث
1. منهج البحث
منهج البحث هو استيراتيجية أو كيفية عامة يستخدم الباحث لجمع المعلومات وتحليلها وتفيدها لحل المشكلات. (Ary, dkk, tanpa tahun: 50) . وأما منهج البحث البحث المستتخدم للباحثة هو منهج البحث الوصفي: وصف المعلومات، وجمعها، وتصنيفها، وتنظيمها (كميا أو كيفيا)
2. المعلومات ومصادرها
إن معلومات البحث هي نتيجة ملاحظة البحث كانت الواقع أو الرقم (Arikunto, 2002: 96). واعتمادا على مشكلات البحث وأهدافه السابق على أى المعلومات في هذا البحث هي تعليم اللغة العربية في معهد عبد الرحمن بن عوف بالنظر إلى ناحية المنهج و المواد والوسائل والتقويم.
وأما مصادر المعلومات فهي المقابلة و الملاحظة و الوثيقة والاستبانة.
3. أدوات البحث
أدوات البحث هي شيء مهم في البحث لأنها متعلق بالمعلومات أو الظاهر الواقع الميداني إما معلومات كمية أو كيفية بدقة ودقيق على المعلومات المجموعة، ولنيل تلك المعلومات يحتاج إلى أدوات البحث.(Ainin, 2005: 107) وإضافة إلى ذلك أن أدوات البحث هو آلة مستخدمة في نيل البيان وجمعة ولحل المشكلات أو لتبليغ أغراض البحث كانت معلومة كمية أو كيفية. وأدوات البحث التي تستخدمها الباحثة هي: (1) المقابلة، (2) الملاحظة الميدانية، (3) الوثائق، (4) الاستبانة
4. طريقة جمع المعلومات
جمع المعلومات هو شيئ مهم في إجراء عملية البحث العلمي، ويجمع المعلومات يستطيع الباحث أن يحصله المعارف والمظاهر المهم صحيحا وعلميا، لكي يستطيع هذا البحث أن يحصله أي ينتاجه الباحث عملية ومسؤولية عن دقته ((Ainin, 2005: 107. وأما طريقة جمع المعلومات أقيمت الباحثة بالخطوات إلى ما يلي: (1) المقابلة و(2) الملاحظة و(3) الوثيقة و(4) الاستبانة (5) تحليل المعلومات
وتحليل المشكلات Menurut Patton (dalam Ainin, 2005)هو عملية تنظيم المعلومات وترتيبها في التصميمات والنوع وموحدة الشرح الأساسي لكي يوجد المضمون ويعبره الباحث فرض العمل كما حصلة تلك المعلومات. وجرى تحليل المعلومات في هذا البحث بالخطوات التالية: (1) تصنيف البيانات (2) تزكية البيانات (3) تلخيص البيانات.

قائمة المراجع
أحمد، محمد عبد القادر. 1979. طرق تعليم اللغة العربية. مكتبة النهضة المصرية.
إبراهيم، عبد العليم. 1971. الموجه الفنى لمدرسين اللغة العربية. القاهرة: دار المعارف.
الفوزان، عبد الرحمن بن إبراهيم، فضل، مختار الطاهر محمد، فضل محمد عبد الخالق محمد. 2003 . العربية بين يديك. الرياض: المملكة العربية السعودية.
الهاشمي، عابد توفيق. دون السنة. الموجه العملي لمدرسي اللغة العربية. مؤسسة الرسالة.
هارون، محمد يوسف. 1991. مشكلات تعليم اللغة العربية في المعاهد الإسلامية. مقالة مقدمة في الندوة عن اللغة العربية بمناسبة ذكرى 64 عاما لمعهد التربية الإسلامية كونتور بالتعاون مع معهد العلوم الإسلامية والعربية السعودية، 11 يونيو 1991.
هجرية. 2005. تعليم قواعد اللغة العربية دراسة في معهد فردوس للطلاب والطالبات مالانج. بحث العلم. غير منشور. جامعة مالانج الحكومية.
ورديمان.2003. تعليم اللغة العربية في المدارس الثانوية الإسلامية الحكومية بفماتنج سيانتار. رسالة الماجستير. مالانج: قسم الدراسات العليا الجامعة الإسلامية الإندونيسية. السودانية.
طعيمة، رشدي أحمد. 1986. المرجع في تعليم اللغة العربية للناطقين بلغات أخرى. جامعة أم القرى. الرياض: وحدة البحوث والمناهج.

Anshori, Ahmad Isa. 1995. Pembudayaan Bahasa Arab di Pondok Pesantren Nurul Haramain (PPNH) Desa Ngroto Kec. Pujon Kab. Malang: Telaah penumbuhan Bi’ah Arabiyah (Lingkungan Kearaban). Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FPBS IKIP Malang.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Asdy Mahastya
Ary, Donald. 1982. Introduction to Research In Education. Terjemah oleh Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Pustaka Progresif.
Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. 2003. Kurikulum berbasis Kompetensi, Kurikulum dan Hasil Belajar Bahasa Arab Madrasah Aliyah. Jakarta: Departemen Agama.
Effendy, Ahmad Fuad. 2004. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang: Misykat.
Salamun, Muhammad. 2002. Strategi Pembelajaran Bahasa Arab di Pondok Pesantren ( Studi kasus Pondok Pesantren Modern Al Barokah Ngepung Patinrowo Nganjuk). Tesis tidak dipublikasikan. Malang: Universitas Negeri Malang.





Proposal Penelitian Kuantitatif (Skripsi)
Suatu penelitian yang pada dasarnya menggunakan pendekatan deduktif-induktif. Pendekatan ini berangkat dari suatu kerangka teori, gagasan para ahli, ataupun pemahaman peneliti berdasarkan pengalamannya, kemudian dikembangkan menjadi permasalahan-permasalahan beserta pemecahan-pemecahannya yang diajukan untuk memperoleh pembenaran (verifikasi) dalam bentuk dukungan data empiris di lapangan.

Format Proposal Penelitian Kuantitatif
1. Latar Belakang Masalah
Di dalam bagian ini dikemukakan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan, baik kesenjangan teoretik ataupun kesenjangan praktis yang melatarbelakangi masalah yang diteliti. Di dalam latar belakang masalah ini dipaparkan secara ringkas teori, hasil-hasil penelitian, kesimpulan seminar dan diskusi ilmiah ataupun pengalaman/pengamatan pribadi yang terkait erat dengan pokok masalah yang diteliti. Dengan demikian, masalah yang dipilih untuk diteliti mendapat landasan berpijak yang lebih kokoh. (lihat pendahuluan )

2. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan yang hendak dicarikan jawabannya. Perumusan masalah merupakan pernyataan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah. Rumusan masalah hendaknya disusun secara singkat, padat, jelas, dan dituangkan dalam bentuk kalimat tanya. Rumusan masalah yang baik akan menampakkan variabel-variabel yang diteliti, jenis atau sifat hubungan antara variabel-variabel tersebut, dan subjek penelitian. Selain itu, rumusan masalah hendaknya dapat diuji secara empiris, dalam arti memungkinkan dikumpulkannya data untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Contoh: Apakah terdapat hubungan antara tingkat kecerdasan siswa SMP dengan prestasi belajar mereka dalam matapelajaran Matematika?. (Tips membuat rumusan masalah )

3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian. Isi dan rumusan tujuan penelitian mengacu pada isi dan rumusan masalah penelitian. Perbedaannya terletak pada cara merumuskannya. Masalah penelitian dirumuskan dengan menggunakan kalimat tanya, sedangkan rumusan tujuan penelitian dituangkan dalam bentuk kalimat pernyataan. Contoh: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya hubungan antara tingkat kecerdasan siswa SMP dengan prestasi belajar mereka dalam matapelajaran Matematika.

4. Hipotesis Penelitian (jika ada)
Tidak semua penelitian kuantitatif memerlukan hipotesis penelitian. Penelitian kluantitatif yang bersifat eksploratoris dan deskriptif tidak membutuhkan hipotesis. Oleh karena itu subbab hipotesis penelitian tidak harus ada dalam skripsi, tesis, atau disertasi hasil penelitian kuantitatif. Secara prosedural hipotesis penelitian diajukan setelah peneliti melakukan kajian pustaka, karena hipotesis penelitian adalah rangkuman dari kesimpulan-kesimpulan teoretis yang diperoleh dari kajian pustaka. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoretis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya. Namun secara teknis, hipotesis penelitian dicantumkan dalam Bab I (Bab Pendahuluan) agar hubungan antara masalah yang diteliti dan kemungkinan jawabannya menjadi lebih jelas. Atas dasar inilah, maka di dalam latar belakang masalah sudah harus ada paparan tentang kajian pustaka yang relevan dalam bentuknya yang ringkas.
Rumusan hipotesis hendaknya bersifat definitif atau direksional. Artinya, dalam rumusan hipotesis tidak hanya disebutkan adanya hubungan atau perbedaan antarvariabel, melainkan telah ditunjukan sifat hubungan atau keadaan perbedaan itu. Contoh: Ada hubungan positif antara tingkat kecerdasan siswa SMP dengan prestasi belajar mereka dalam matapelajaran Matematika.
Jika dirumuskan dalam bentuk perbedaan menjadi: Siswa SMP yang tingkat kecerdasannya tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi dalam matapelajaran Matematika dibandingkan dengan yang tingkat kecerdasannya sedang. Rumusan hipotesis yang baik hendaknya: (a) menyatakan pertautan antara dua variabel atau lebih, (b) dituangkan dalam bentuk kalimat pertanyaan, (c) dirumuskan secara singkat, padat, dan jelas, serta (d) dapat diuji secara empiris.

5. Kegunaan Penelitian
Pada bagian ini ditunjukkan kegunaan atau pentingnya penelitian terutama bagi pengembangan ilmu atau pelaksanaan pembangunan dalam arti luas. Dengan kata lain, uraian dalam subbab kegunaan penelitian berisi alasan kelayakan atas masalah yang diteliti. Dari uraian dalam bagian ini diharapkan dapat disimpulkan bahwa penelitian terhadap masalah yang dipilih memang layak untuk dilakukan.

6. Asumsi Penelitian (jika diperlukan)
Asumsi penelitian adalah anggapan-anggapan dasar tentang suatu hal yang dijadikan pijakan berfikir dan bertindak dalam melaksanakan penelitian. Misalnya, peneliti mengajukan asumsi bahwa sikap seseorang dapat diukur dengan menggunakan skala sikap. Dalam hal ini ia tidak perlu membuktikan kebenaran hal yang diasumsikannya itu, tetapi dapat langsung memanfaatkan hasil pengukuran sikap yang diperolehnya. Asumsi dapat bersifat substantif atau metodologis. Asumsi substantif berhubungan dengan permasalahan penelitian, sedangkan asumsi metodologis berkenaan dengan metodologi penelitian.

7. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Yang dikemukakan pada bagian ruang lingkup adalah variabel-variabel yang diteliti, populasi atau subjek penelitian, dan lokasi penelitian. Dalam bagian ini dapat juga dipaparkan penjabaran variabel menjadi subvariabel beserta indikator-indikatornya. Keterbatasan penelitian tidak harus ada dalam skripsi, tesis, dan disertasi. Namun, keterbatasan seringkali diperlukan agar pembaca dapat menyikapi temuan penelitian sesuai dengan kondisi yang ada. Keterbatasan penelitian menunjuk kepada suatu keadaan yang tidak bisa dihindari dalam penelitian. Keterbatasan yang sering dihadapi menyangkut dua hal. Pertama, keterbatasan ruang lingkup kajian yang terpaksa dilakukan karena alasan-alasan prosedural, teknik penelitian, ataupun karena faktor logistik. Kedua, keterbatasan penelitian berupa kendala yang bersumber dari adat, tradisi, etika dan kepercayaan yang tidak memungkinkan bagi peneliti untuk mencari data yang diinginkan.

8. Definisi Istilah atau Definisi Operasional
Definisi istilah atau definisi operasional diperlukan apabila diperkirakan akan timbul perbedaan pengertian atau kekurangjelasan makna seandainya penegasan istilah tidak diberikan. Istilah yang perlu diberi penegasan adalah istilah-istilah yang berhubungan dengan konsep-konsep pokok yang terdapat di dalam skripsi, tesis, atau disertasi. Kriteria bahwa suatu istilah mengandung konsep pokok adalah jika istilah tersebut terkait erat dengan masalah yang diteliti atau variabel penelitian. Definisi istilah disampaikan secara langsung, dalam arti tidak diuraikan asal-usulnya. Definisi istilah lebih dititikberatkan pada pengertian yang diberikan oleh peneliti.
Definisi istilah dapat berbentuk definisi operasional variabel yang akan diteliti. Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati. Secara tidak langsung definisi operasional itu akan menunjuk alat pengambil data yang cocok digunakan atau mengacu pada bagaimana mengukur suatui variabel. Contoh definisi operasional dari variabel “prestasi aritmatika” adalah kompetensi dalam bidang aritmatika yang meliputi menambah, mengurangi, mengalikan, membagi, dan menggunakan desimal. Penyusunan definisi operasional perlu dilakukan karena teramatinya konsep atau konstruk yang diselidiki akan memudahkan pengukurannya. Di samping itu, penyusunan definisi operasional memungkinkan orang lain melakukan hal yang serupa sehingga apa yang dilakukan oleh peneliti terbuka untuk diuji kembali oleh orang lain. (Lihat Glossary)

9. Metode Penelitian
Pokok-pokok bahasan yang terdapat dalam bab metode penelitian paling tidak mencakup aspek (1) rancangan penelitian, (2) populasi dan sampel, (3) instrumen penelitian, (4) pengumpulan data, dan (5) analisis data.

a. Rancangan Penelitian
Penjelasan mengenai rancangan atau desain penelitian yang digunakan perlu diberikan untuk setiap jenis penelitian, terutama penelitian eksperimental. Rancangan penelitian diartikan sebagai strategi mengatur latar penelitian agar peneliti memperoleh data yang valid sesuai dengan karakteristik variabel dan tujuan penelitian. Dalam penelitian eksperimental, rancangan penelitian yang dipilih adalah yang paling memungkinkkan peneliti untuk mengendalikan variabel-variabel lain yang diduga ikut berpengaruh terhadap variabel-variabel terikat. Pemilihan rancangan penelitian dalam penelitian eksperimental selalu mengacu pada hipotesis yang akan diuji. Pada penelitian noneksperimental, bahasan dalam subbab rancangan penelitian berisi penjelasan tentang jenis penelitian yang dilakukan ditinjau dari tujuan dan sifatnya; apakah penelitian eksploratoris, deskriptif, eksplanatoris, survai, atau penelitian historis, korelasional, dan komparasi kausal. Di samping itu, dalam bagian ini dijelaskan pula variabel-variabel yang dilibatkan dalam penelitian serta sifat hubungan antara variabel-variabel tersebut. (Lihat beberapa kesalahan dalam desain penelitiian)

b. Populasi dan Sampel
Istilah populasi dan sampel tepat digunakan jika penelitian yang dilakukan mengambil sampel sebagai subjek penelitian. Akan tetapi jika sasaran penelitiannya adalah seluruh anggota populasi, akan lebih cocok digunakan istilah subjek penelitian, terutama dalam penelitian eksperimental. Dalam survai, sumber data lazim disebut responden dan dalam penelitian kualitatif disebut informan atau subjek tergantung pada cara pengambilan datanya. Penjelasan yang akurat tentang karakteristik populasi penelitian perlu diberikan agar besarnya sampel dan cara pengambilannya dapat ditentukan secara tepat. Tujuannya adalah agar sampel yang dipilih benar-benar representatif, dalam arti dapat mencerminkan keadaan populasinya secara cermat. Kerepresentatifan sampel merupakan kriteria terpenting dalam pemilihan sampel dalam kaitannya dengan maksud menggeneralisasikan hasil-hasil penelitian sampel terhadap populasinya. Jika keadaan sampel semakin berbeda dengan kakarteristik populasinya, maka semakin besar kemungkinan kekeliruan dalam generalisasinya. Jadi, hal-hal yang dibahas dalam bagian Populasi dan Sampel adalah (a) identifikasi dan batasan-batasan tentang populasi atau subjek penelitian, (b) prosedur dan teknik pengambilan sampel, serta (c) besarnya sampel.

c. Instrumen penelitian
Pada bagian ini dikemukakan instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti. Sesudah itu barulah dipaparkan prosedur pengembangan instrumen pengumpulan data atau pemilihan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. Dengan cara ini akan terlihat apakah instrumen yang digunakan sesuai dengan variabel yang diukur, paling tidak ditinjau dari segi isinya. Sebuah instrumen yang baik juag harus memenuhi persyaratan reliabilitas. Dalam tesis, terutama disertasi, harus ada bagian yang menjelaskan proses validasi instrumen. Apabila instrumen yang digunakan tidak dibuat sendiri oleh peneliti, tetap ada kewajiban untuk melaporkan tingkat validitas dan reliabilitas instrumen yang digunakan. Hal lain yang perlu diungkapkan dalam instrumen penelitian adalah cara pemberian skor atau kode terhadap masing-masing butir pertanyaan/pernyataan. Untuk alat dan bahan harus disebutkan secara cermat spesifikasi teknis dari alat yang digunakan dan karakteristik bahan yang dipakai.
Dalam ilmu eksakta istilah instrumen penelitian kadangkala dipandang kurang tepat karena belum mencakup keseluruhan hal yang digunakan dalam penelitian. Oleh karena itu, subbab instrumen penelitian dapat diganti dengan Alat dan Bahan.

d. Pengumpulan Data
Bagian ini menguraikan (a) langkah-langkah yang ditempuh dab teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data, (b) kualifikasi dan jumlah petugas yang terlibat dalam proses pengumpulan data, serta (c) jadwal waktu pelaksanaan pengumpulan data. Jika peneliti menggunakan orang lain sebagai pelaksana pengumpulan data, perlu dijelaskan cara pemilihan serta upaya mempersiapkan mereka untuk menjalankan tugas. Proses mendapatkan ijin penelitian, menemui pejabat yang berwenang, dan hal lain yang sejenis tidak perlu dilaporkan, walaupun tidak dapat dilewatkan dalam proses pelaksanaan penelitian.

e. Analisis Data
Pada bagian ini diuraikan jenis analisis statistik yang digunakan. Dilihat dari metodenya, ada dua jenis statistik yang dapat dipilih, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Dalam statistik inferensial terdapat statistik parametrikdan statistik nonparametrik. Pemilihan jenis analisis data sangat ditentukan oleh jenis data yang dikumpulkan dengan tetap berorientasi pada tujuan yang hendak dicapai atau hipotesis yang hendak diuji. Oleh karena itu, yang pokok untuk diperhatikan dalam analisis data adalah ketepatan teknik analisisnya, bukan kecanggihannya. Beberapa teknik analisis statistik parametrik memang lebih canggih dan karenanya mampu memberikan informasi yang lebih akurat jika dibandingkan dengan teknik analisis sejenis dalam statistik nonparametrik. Penerapan statistik parametrik secara tepat harus memenuhi beberapa persyaratan (asumsi), sedangkan penerapan statistik nonparametrik tidak menuntut persyaratan tertentu.
Di samping penjelasan tentang jenis atau teknik analisis data yang digunakan, perlu juga dijelaskan alasan pemilihannya. Apabila teknik analisis data yang dipilih sudah cukup dikenal, maka pembahasannya tidak perlu dilakukan secara panjang lebar. Sebaliknya, jika teknik analisis data yang digunakan tidak sering digunakan (kurang populer), maka uraian tentang analisis ini perlu diberikan secara lebih rinci. Apabila dalam analisis ini digunakan komputer perlu disebutkan programnya, misalnya SPSS for Windows.
(lihat analisis )

10. Landasan
Teori Dalam kegiatan ilmiah, dugaan atau jawaban sementara terhadap suatu masalah haruslah menggunakan pengetahuan ilmiah (ilmu) sebagai dasar argumentasi dalam mengkaji persoalan. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh jawaban yang dapat diandalkan. Sebelum mengajukan hipotesis peneliti wajib mengkaji teori-teori dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang diteliti yang dipaparkan dalam Landasan Teori atau Kajian Pustaka. Untuk tesis dan disertasi, teori yang dikaji tidak hanya teori yang mendukung, tetapi juga teori yang bertentangan dengan kerangka berpikir peneliti. Kajian pustaka memuat dua hal pokok, yaitu deskripsi teoritis tentang objek (variabel) yang diteliti dan kesimpulan tentang kajian yang antara lain berupa argumentasi atas hipotesis yang telah diajukan Bab I.
Untuk dapat memberikan deskripsi teoritis terhadap variabel yang diteliti, maka diperlukan adanya kajian teori yang mendalam. Selanjutnya, argumentasi atas hipotesis yang diajukan menuntut peneliti untuk mengintegrasikan teori yang dipilih sebagai landasan penelitian dengan hasil kajian mengenai temuan penelitian yang relevan. Pembahasan terhadap hasil penelitian tidak dilakukan secara terpisah dalam satu subbab tersendiri. Bahan-bahan kajian pustaka dapat diangkat dari berbagai sumber seperti jurnal penelitian, disertasi, tesis, skripsi, laporan penelitian, buku teks, makalah, laporan seminar dan diskusi ilmiah, terbitan-terbitan resmi pemerintah dan lembaga-lembaga lain. Akan lebih baik jika kajian teoretis dan telaah terhadap temuan-temuan penelitian didasarkan pada sumber kepustakaan primer, yaitu bahan pustaka yang isinya bersumber pada temuan penelitian. Sumber kepustakaan sekunder dapat dipergunakan sebagai penunjang. Untuk disertasi, berdasarkan kajian pustaka dapatlah diidentifikasi posisi dan peranan penelitian yang sedang dilakukan dalam konteks permasalahan yang lebih luas serta sumbangan yang mungkin dapat diberikan kepada perkembangan ilmu pengetahuan terkait. Pada bagian akhir kajian pustaka dalam tesis dan disertasi perlu ada bagian tersendiri yang berisi penjelasan tentang pandangan atau kerangka berpikir yang digunakan peneliti berdasarkan teori-teori yang dikaji. Pemilihan bahan pustaka yang akan dikaji didasarkan pada dua kriteria, yakni (1) prinsip kemutakhiran (kecuali untuk penelitian historis) dan (2) prinsip relevansi. Prinsip kemutakhiran penting karena ilmu berkembang dengan cepat. Sebuah teori yang efektif pada suatu periode mungkin sudah ditinggalkan pada periode berikutnya. Dengan prinsip kemutakhiran, peneliti dapat berargumentasi berdasar teori-teori yang pada waktu itu dipandang paling representatif. Hal serupa berlaku juga terhadap telaah laporan-laporan penelitian. Prinsip relevansi diperlukan untuk menghasilkan kajian pustaka yang erat kaitannya dengan masalah yang diteliti.

11. Daftar Rujukan
Bahan pustaka yang dimasukkan dalam daftar rujukan harus sudah disebutkan dalam teks. Artinya, bahan pustaka yang hanya digunakan sebagai bahan bacaan tetapi tidak dirujuk dalam teks tidak dimasukkan dalam daftar rujukan. Sebaliknya, semua bahan pustaka yang disebutkan dalam skripsi, tesis, dan disertasi harus dicantumkan dalam daftar rujukan. Tatacara penulisan daftar rujukan. Unsur yang ditulis secara berurutan meliputi: 1. nama penulis ditulis dengan urutan: nama akhir, nama awal, nama tengah, tanpa gelar akademik, 2. tahun penerbitan 3. judul, termasuk subjudul 4. kota tempat penerbitan, dan 5. nama penerbit.
(Lihat Contoh cara membuat rujukan)


Lihat resource yang lain:
Prinsip Metodologi Penelitian
Definisi Penelitian
Jenis-jenis Penelitian
Kode Etik Penelitian di Internet
How to Do Ethnographic Research: A Simplified Guide
Sampling Methods
Components of a Research Proposal
Rencana Kerja Penulisan Proposal Skripsi
Sample Proposal (English)
Sample Proposal (Arabic)
Proposal Penelitian Kualitatif
Proposal Penelitian Kuantitatif
Proposal Penelitian Kajian Pustaka
Proposal Penelitian Pengembangan


Operasinalisasi dalam variabel, indikator dan item yaitu sebagai berikut.

1) Faktor Internal (X)
Faktor Internal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian pada diri konsumen yang mencakup motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian, dan sikap terhadap keputusan pembelian.
Variabelnya:
a) Motivasi (X1)
Adalah suatu dorongan kebutuhan dan keinginan individu yang diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan.
Indikator : kebutuhan merawat rambut, kebutuhan memiliki rambut bersih, kebutuhan memiliki rambut bebas ketombe.
Item-itemnya adalah:
(1) Dorongan kebutuhan akan perawatan rambut (X1.1)
(2) Dorongan kebutuhan akan memiliki rambut bersih X1.2)
(3) Dorongan kebutuhan memiliki rambut bebas ketombe (X1.3)

b) Persepsi (X2)
Adalah proses bagaimana seorang individu memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti.
Indikator : manfaat shampo, keamanan bahan pembuat shampo, variasi kemasan, dan popularitas merek shampo.
Item-itemnya adalah:
(1) Pemahaman terhadap manfaat shampo (X2.1)
(2) Pemahaman terhadap keamanan bahan pembuat shampo (X2.2)
(3) Pemahaman terhadap variasi kemasan (X2.3)
(4) Pemahaman terhadap popularitas merek shampo (X2.4)

c) Pembelajaran (X3)
Adalah proses perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil akibat adanya pengalaman dan informasi.
Indikator : informasi dari media iklan, pengalaman diri sendiri, informasi dari keluarga, informasi dari teman, dan informasi dari penjual.
Item-itemnya adalah:
(1) Informasi yang diperoleh dari media iklan (X3.1)
(2) Pengalaman diri sendiri (X3.2)
(3) Informasi yang diperoleh dari keluarga (X3.3)
(4) Informasi yang diperoleh dari teman (X3.4)
(5) Informasi yang diperoleh dari penjual (X3.5)

d) Kepribadian (X4)
Adalah pola sifat individu yang dapat menentukan tanggapan untuk bertingkat laku.
Indikator : keyakinan terhadap manfaat shampo, kepentingan terhadap shampo.
Item-itemnya adalah:
(1) Keyakinan terhadap manfaat shampo (X4.1)
(2) Kepentingan terhadap shampo (X4.2)

e) Sikap (X5)
Adalah suatu penilaian suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu obyek.
Indikator : kepuasan pemakaian, kesesuaian harga, kemudahan mendapatkan shampo.
Item-itemnya adalah:
(1) Penilaian kepuasan dalam pemakaian (X5.1)
(2) Penilaian terhadap kesesuaian harga (X5.2)
(3) Penilaian terhadap kemudahan mendapatkan shampo. (X5.3)

2) Keputusan Pembelian (Y)
Keputusan Pembelian yaitu suatu proses penilaian dan pemilihan dari berbagai alternatif sesuai dengan kepentingan tertentu dengan menetapkan suatu pilihan yang dianggap paling menguntungkan.
Variabelnya adalah pembelian shampo Sunsilk (Y1)
Indikator : pembelian berdasarkan coba-coba, pembelian berdasarkan merk, pembelian ulang shampo Sunsilk
Item-itemnya adalah:
(1) Pembelian shampo Sunsilk berdasarkan coba-coba (Y1.1)
(2) Pembelian shampo Sunsilk berdasarkan merk (Y1.2)
(3) Pembelian shampo Sunsilk ulang shampo Sunsilk (Y1.3)

Berdasarkan tabel penjelasan di atas lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.1 di halaman berikutnya.
Tabel
Konsep, Variabel, Indikator dan Item

Konsep Variabel Indikator Item
Faktor Internal (X) Motivasi (X1) Kebutuhan merawat rambut, kebutuhan memiliki rambut bersih, kebutuhan memiliki rambut bebas ketombe. (1) Dorongan kebutuhan akan perawatan rambut (X1.1)
(2) Dorongan kebutuhan akan memiliki rambut bersih X1.2)
(3) Dorongan kebutuhan memiliki rambut bebas ketombe (X1.3)
Persepsi (X2) Manfaat shampo, keamanan bahan pembuat shampo, variasi kemasan, dan popularitas merek shampo. (1) Pemahaman terhadap manfaat shampo (X2.1)
(2) Pemahaman terhadap keamanan bahan pembuat shampo (X2.2)
(3) Pemahaman terhadap variasi kemasan (X2.3)
(4) Pemahaman terhadap popularitas merek shampo (X2.4)
Pembelajaran (X3) Nformasi dari media iklan, pengalaman diri sendiri, informasi dari keluarga, informasi dari teman, dan informasi dari penjual. (1) Informasi yang diperoleh dari media iklan (X3.1)
(2) Pengalaman diri sendiri (X3.2)
(3) Informasi yang diperoleh dari keluarga (X3.3)
(4) Informasi yang diperoleh dari teman (X3.4)
(5) Informasi yang diperoleh dari penjual (X3.5)
Kepribadian (X4) Keyakinan terhadap manfaat shampo, kepentingan terhadap shampo (1) Keyakinan terhadap manfaat shampo (X4.1)
(2) Kepentingan terhadap shampo (X4.2)
Sikap (X5) Kepuasan pemakaian, kesesuaian harga, kemudahan mendapatkan shampo (1) Penilaian kepuasan dalam pemakaian (X5.1)
(2) Penilaian terhadap kesesuaian harga (X5.2)
(3) Penilaian terhadap kemudahan mendapatkan shampo. (X5.3)
Keputusan pembelian (Y) Pembelian shampo Sunsilk (Y1) Pembelian berdasarkan coba-coba, pembelian berdasarkan merk, pembelian ulang shampo Sunsilk (1) Pembelian shampo Sunsilk berdasarkan coba-coba (Y1.1)
(2) Pembelian shampo Sunsilk berdasarkan merk (Y1.2)
(3) Pembelian shampo Sunsilk ulang shampo Sunsilk (Y1.3)


Selanjutnya adalah contoh penggunaan kuesioner .
Beberapa Kesalahan dalam Desain Penelitian
Pendahuluan
Dalam melakukan penelitian salah satu hal yang penting ialah membuat desain penelitian. Desain penelitian bagaikan sebuah peta jalan bagi peneliti yang menuntun serta menentukan arah berlangsungnya proses penelitian secara benar dan tepat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Tanpa desain yang benar seorang peneliti tidak akan dapat melakukan penelitian dengan baik karena yang bersangkutan tidak mempunyai pedoman arah yang jelas.
Agar tercapai pembuatan desain yang benar, maka peneliti perlu menghindari sumber potensial kesalahan dalam proses penelitian secara keseluruhan. Kesalahan-kesalahan tersebut ialah:

a. Kesalahan Dalam Perencanaan
Kesalahan dalam perencanaan dapat terjadi saat peneliti membuat kesalahan dalam menyusun desain yang akan digunakan untuk mengumpulkan informasi. Kesalahan ini dapat terjadi pula bila peneliti salah dalam merumuskan masalah. Kesalahan dalam merumuskan masalah akan menghasilkan infromasi yang tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sedang diteliti. Cara mengatasi kesalahan ini ialah mengembangkan proposal yang baik dan benar yang secara jelas menspesifikasikan metode dan nilai tambah penelitian yang akan dijalankan.

b. Kesalahan Dalam Pengumpulan Data
Kesalahan dalam pengumpulan data terjadi pada saat peneliti melakukan kesalahan dalam proses pengumpulan data di lapangan. Kesalahan ini dapat memperbesar tingkat kesalahan yang sudah terjadi dikarenakan perencanaan yang tidak matang. Untuk menghindari hal tersebut data yang dikoleksi harus merupakan represntasi dari populasi yang sedang diteliti dan metode pengumpulan datanya harus dapat menghasilkan data yang akurat. Cara mengatasi kesalahan ini ialah kehati-hatian dan ketepatan dalam menjalankan desain penelitian yang sudah dirancang dalam proposal.

c. Kesalahan Dalam Melakukan Analisa
Kesalahan dalam melakukan analisa dapat terjadi pada saat peneliti salah dalam memilih cara menganalisa data. Selanjutnya, kesalahan ini disebabkan pula adanya kesalahan dalam memilih teknik analisa yang sesuai dengan masalah dan data yang tersedia. Cara mengatasi masalah ini ialah buatlah justifikasi prosedur analisa yang digunakan untuk menyimpulkan dan memanipulasi data.

d. Kesalahan Dalam Pelaporan
Kesalahan dalam pelaporan terjadi jika peneliti membuat kesalahan dalam menginterprestasikan hasil-hasil penelitian. Kesalahan seperti ini terjadi pada saat memberikan makna hubungan-hubungan dan angka-angka yang diidentifikasi dari tahap analisa data. Cara mengatasi kesalahan ini ialah hasil analisa data diperiksa oleh orang-orang yang benar-benar ahli dan menguasai masalah hasil penelitian tersebut.


Pendahuluan
Dalam melakukan penelitian salah satu hal yang penting ialah membuat desain penelitian. Desain penelitian bagaikan sebuah peta jalan bagi peneliti yang menuntun serta menentukan arah berlangsungnya proses penelitian secara benar dan tepat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Tanpa desain yang benar seorang peneliti tidak akan dapat melakukan penelitian dengan baik karena yang bersangkutan tidak mempunyai pedoman arah yang jelas.
Agar tercapai pembuatan desain yang benar, maka peneliti perlu menghindari sumber potensial kesalahan dalam proses penelitian secara keseluruhan. Kesalahan-kesalahan tersebut ialah:

a. Kesalahan Dalam Perencanaan
Kesalahan dalam perencanaan dapat terjadi saat peneliti membuat kesalahan dalam menyusun desain yang akan digunakan untuk mengumpulkan informasi. Kesalahan ini dapat terjadi pula bila peneliti salah dalam merumuskan masalah. Kesalahan dalam merumuskan masalah akan menghasilkan infromasi yang tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sedang diteliti. Cara mengatasi kesalahan ini ialah mengembangkan proposal yang baik dan benar yang secara jelas menspesifikasikan metode dan nilai tambah penelitian yang akan dijalankan.

b. Kesalahan Dalam Pengumpulan Data
Kesalahan dalam pengumpulan data terjadi pada saat peneliti melakukan kesalahan dalam proses pengumpulan data di lapangan. Kesalahan ini dapat memperbesar tingkat kesalahan yang sudah terjadi dikarenakan perencanaan yang tidak matang. Untuk menghindari hal tersebut data yang dikoleksi harus merupakan represntasi dari populasi yang sedang diteliti dan metode pengumpulan datanya harus dapat menghasilkan data yang akurat. Cara mengatasi kesalahan ini ialah kehati-hatian dan ketepatan dalam menjalankan desain penelitian yang sudah dirancang dalam proposal.

c. Kesalahan Dalam Melakukan Analisa
Kesalahan dalam melakukan analisa dapat terjadi pada saat peneliti salah dalam memilih cara menganalisa data. Selanjutnya, kesalahan ini disebabkan pula adanya kesalahan dalam memilih teknik analisa yang sesuai dengan masalah dan data yang tersedia. Cara mengatasi masalah ini ialah buatlah justifikasi prosedur analisa yang digunakan untuk menyimpulkan dan memanipulasi data.

d. Kesalahan Dalam Pelaporan
Kesalahan dalam pelaporan terjadi jika peneliti membuat kesalahan dalam menginterprestasikan hasil-hasil penelitian. Kesalahan seperti ini terjadi pada saat memberikan makna hubungan-hubungan dan angka-angka yang diidentifikasi dari tahap analisa data. Cara mengatasi kesalahan ini ialah hasil analisa data diperiksa oleh orang-orang yang benar-benar ahli dan menguasai masalah hasil penelitian tersebut.

Statistik, “Signifikan ?”

Untuk kali saya ingin menindaklanjuti dari post sebelumnya ‘Under Construction’, yaitu untuk sedikit membantu rekan-rekan yang masih bingung dengan analisis statistik dari penelitiannya.

“Data tentang peran masyarakat akan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Kegiatan optimasi bioremediasi yang mencakup kegiatan: perlakuan aerasi, perlakuan temperatur, perlakuan pH dan perlakuan komposisi bakteri (isolat tunggal dan konsorsium), akan dianalisis menggunakan Uji F (ANOVA), dan akan dilanjutkan dengan Uji Beda untuk perlakuan yang menunjukkan perbedaan pengaruh yang signifikan.”

Paragraf di atas merupakan hal yang sering kita jumpai baik pada proposal, skripsi maupun disertasi. Memang sering kali kita merasa bingung, apa sih yang dimaksud dengan analisis?, apa sih maunya? buat apa?

Baiklah, selanjutnya saya tidak membahas tentang pengertian analisis sendiri. Silahkan baca-baca lagi. Saya hanya ingin menyampaikan di sini jenis analisis statistik pada macam-macam variabel.
Jadi bermanfaat jika dan hanya jika Anda sudah sampai pada pengertian statistik dan variabel penelitian Anda sendiri. Hmm...

Awalnya setiap peneliti pasti menemukan pertanyaan, “Berapa variabel yang akan dilibatkan dalam penelitian ini?”. Di sini kita mulai dengan pemilihan statistik pada jenis penelitian yang memuat satu variabel.


Analisis Satu Variabel

Pada jenis ini, maka pertanyaan selanjutnya adalah:

How do you want to treat the variable with respect to scale of measurement?"

- Nominal
- Ordinal
- Interval

Jika Anda memilih nominal, pertanyaan selanjutnya adalah:

What do you want to know about the distribution of the variable?"

• - Central Tendency
- Frequencies
- Dispersion

Wuiih… sudah sampe sini dulu, saya yang capek mau nulis bagaimana lagi. Terlalu banyak istilah asing kelihatannya.Lanjut lagi…Sepengetahuan saya untuk central tendency (kecondongan terpusat) maka yang berlaku adalah:

Statistical Test = (none)
Statistical Measure = The Mode


Term Definition Data Primer
Berdasarkan pendapat Umar (1999: 43). menyatakan bahwa data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik individu atau perorangan seperti hasil dari hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Data primer dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh secara langsung dari jawaban responden melalui penyebaran kuesioner.

Rencana Kerja Penulisan Proposal Skripsi
Kode Etik Penelitian Ilmiah di Internet
Beberapa waktu yang lalu saya mendapati beberapa peneliti yang mengumpulkan data lewat media internet. Bagaimanakah pendapat khalayak tentang penelitian yang dilakukan di internet? Layakkah? Atau malah sebaliknya?

"Research on the internet is valuable, not only because it can provide insight into a new and important communication channel, but also because the net opens up the possibility to study known phenomena in new ways." - from the Research ethics guidelines for internet research. (http://ethicsportfolio.blogspot.com)

Tulisan ni saya saya sadur dari Natalie Young dalam Internet Research Ethics, dengan ruang lingkup Electronic Pathfinder (e-pathfinder), yang berisi: General Resources Detailed Resources Opinions Books. Untuk masing-masing rinciannya adalah sebagai berikut:

Association of Internet Researchers
http://www.aoir.org/
This website is host the Association of Internet Researchers and has a wealth of of general as well as specific information on internet research. While membership is required to view detailed information many of the resources on the site are free, including the Ethics report approved by the membership of AoIR.

Code of Ethics of the American Library Association
http://www.ala.org/ala/oif/statementspols/codeofethics/codeethics.htm
This websites provides the code of ethics approved the American Library Association. It is an excellent starting point for librarians to use a basis when conducting online research.

INTERNET LIBRARY FOR LIBRARIANS
http://www.itcompany.com/inforetriever/index.html
This website is an internet library for librarians and provides links to a wealth of information. Although, the site doesn’t focus on ethics specifically it is a good place to get background materials, including information on copyright.

Journal of Ethics and Information Technology
http://www.springerlink.com/link.asp?id=103461
This journal has an online abstract archive going back to March 1999. Purchase of full text articles is available. “Ethics and Information Technology is a peer-reviewed journal dedicated to advancing the dialogue between moral philosophy and the field of information and communication technology (ICT). The journal aims to foster and promote reflection and analysis which is intended to make a constructive contribution to answering the ethical, social and political questions associated with the adoption, use, and development of ICT.”
Ethical Decision Making and Internet Research
http://www.aoir.org/reports/ethics.pdf
This document provides an in-depth discussion of recommendations from AoIR on ethical decision making.

Internet Research Ethics
http://www.nyu.edu/projects/nissenbaum/ethics_ess.html
Ethical Issues of Online Communication Research
http://www.nyu.edu/projects/nissenbaum/ethics_cap_full.html
“The paper addresses several ethical issues in online communication research in light of digital ontology as well as the epistemological questions raised by the blurring boundary between fact and theory in this field.”

What is special about the ethical issues in online research?
http://www.nyu.edu/projects/nissenbaum/ethics_elg_full.html

“In the analysis of the ethical problems of online research, there is much to be learned from the work that has already been done on research ethics in the social sciences and the humanities. I discuss the structure of norms in the Norwegian ethical guidelines for research in the social sciences with respect to their relevance for the ethical issues of Internet research.”

RESEARCH ETHICS: INTERNET-BASED RESEARCH
http://ca916.tripod.com/index-4.html
“The main purpose of these notes is to increase awareness about a "macro-level" issue in Internet research ethics. This second issue is about the restrictions on the dissemination of research reports that are imposed if they are published only in journals that require the "consumer" of research to pay for access. In contrast, research reports that are freely and openly accessible online may have much greater impact, especially on those who are not themselves researchers or scholars in developed countries.”

All research reports use roughly the same format. It doesn't matter whether you've done a customer satisfaction survey, an employee opinion survey, a health care survey, or a marketing research survey. All have the same basic structure and format. The rationale is that readers of research reports (i.e., decision makers, funders, etc.) will know exactly where to find the information they are looking for, regardless of the individual report.

Once you've learned the basic rules for research proposal and report writing, you can apply them to any research discipline. The same rules apply to writing a proposal, a thesis, a dissertation, or any business research report.
The most commonly used style for writing research reports is called "APA" and the rules are described in the Publication Manual of the American Psychological Association. Any library or bookstore will have it readily available. The style guide contains hundreds of rules for grammar, layout, and syntax. This paper will cover the most important ones.

Avoid the use of first person pronouns. Refer to yourself or the research team in third person. Instead of saying "I will ..." or "We will ...", say something like "The researcher will ..." or "The research team will ...".
A suggestion: Never present a draft (rough) copy of your proposal, thesis, dissertation, or research paper...even if asked. A paper that looks like a draft, will interpreted as such, and you can expect extensive and liberal modifications. Take the time to put your paper in perfect APA format before showing it to anyone else. The payoff will be great since it will then be perceived as a final paper, and there will be far fewer changes.

Chapter 1 INTRODUCTION
1.1. Background
The researcher has chosen to study the language usage in the Philippines because the country is the classic example of local language policy. For over five hundred years this interference affected language usage in all sectors of life. The Philippine became an American territory on the day the Treaty of Paris was signed. The first and perhaps the master stroke in the plan to use education as an instrument of colonial policy, was the decision to use English as the medium of instruction. With American textbooks, Filipinos started learning not only a new language but also a new way of life, alien to their traditions. Based on Ethnological Databases in 1980, 52% of Filipinos in the Philippines claim to speak English as a second language. If accurate, this makes the Philippines one of the largest English speaking countries in the world. The use of English in almost every domain of Philippine life gave birth to a new variety of English, called Philippine English. Due to the multi-dialectical attribute of the Philippine, substrata varieties of Philippine English also exist (Agana, 1999).
Having lived and worked in the Philippines for a period of nearly eight nearly eight years, the researcher was constantly aware of the problems arising from this special situation. This personal experience will be invaluable in guiding the consideration of the issues and the proposals the researcher intends to make, based on this study, for future language policy.

1.2. Statement of the Problem
The present language and educational situation serves as an impetus for the researcher to study the influences of the English language in the Philippines by tracing its presence and influences from the early 1800’s to the present by looking at the language and educational policies and programs formulated and implemented across the generations. In other words, the problem here deals with the historical development of English used in the Philippines and Filipino, the national language of the Philippines.
The problems to be discussed in this research are:
1. Why is English used as the medium of instruction in all schools and universities?
2. What is the importance of English usage in educational system in relation to student's social life and future opportunities?
To answer these questions, the writer embarked on an intensive research work geared towards the ample fulfillment of these answers and several outlying questions.

1.3. Objectives of the Study
The general objectives of this study are:
to analyze how American-English affects language policies and programs of the Philippines in terms of educational system;
to analyze how American-English affection was institutionalized in the educational system.
The special objectives of this study are:
to look at educational and language policies and see up to what extent these language policies and programs in educational system are influenced by English presence in Philippine society;
to find out the present status of the English language among Filipinos, as the result of bilingual educational system from 1974 until 1980s.

1.4. Significance of the Study
This study is particularly important because debates as to the reinstatement of English as the sole media of instruction in Philippine schools and universities are presently taking center stage given the steadily worsening performance of students in national entrance examinations and professional licensing exams given in English. Not a few blame the current Bilingual Education Policy of the Department of Education, which they contend only serves to confuse students given its dual aim of promoting both English and Filipino. Those who purposely diminish English importance in the country are to go against what the rest of the world is doing.
This research is connected with social development of tile Philippines in relation to the usage of English and development of Filipino (Tagalog) language since this language is still developing. The researcher hopes to give light on these points, to investigate the influences American - English has over the country's language policies and why it is constantly mired in Philippine language controversies, and also how to develop better language policies in bilingual education system.

1.5. Definition of Key Terms
1. Language Planning- Deliberate language change; changes in the system of language code or speaking or both that are planned by organizations that are established for such purpose or given a mandate to fulfill such purposes.
2. Bilingual Education - Simultaneous teaching of two more language dialects or vernaculars. In case of the Philippines, English and Pilipino / Filipino are to be taught in schools and colleges. Experiments were done in 1960- 1966 and proved the value of adequately trained teachers, carefully prepared materials, and excellent supervision. This study disproved notion that the teaching or use of three languages simultaneously would confuse children. (Rubin, J and Jernudd, B.(eds) 1975).
3. Pilipino/Filipino- Pilipino is the national language of the Philippines, an artificial language in development. From Pilippino a new language shall be developed, which will be called later as Filipino. Pilipino will then be replaced by Filipino as the national language. Pilipino is derived from Tagalog. Tagalog became the basis of the Pilipino language.
4. Tagalog- was the dialect spoken in the eight united Philippine provinces during Spanish colonial rule. It is the lingua franca of Manila and its neighboring provinces and is understood in almost of the part of Luzon. Manila is the seat of the Government; became the basis of Pilipino/Filipino. No other dialect is widely spoken or understood. It also dominates the Philippine cultural lifestyle. (www.angelfire.com/aka/RJPA/ Directory/ecolinguistics.html) 27.2.2006.

Chapter 2 REVIEW OF LITERATURE
The writer has extensively covered studies and works of both Filipino and other foreign authorship in preparing for this study. The following works contributed and helped the researcher a great deal in this present study.
Regarding the early presence of American-English in the Philippines, the researcher obtained references from Cuesta (1958). Cuesta gave an account of the English language during the American Regime. It was stated that as early as 1903, the American government began sending Filipino students to American colleges and upon their return they were assigned to teach in public schools. She likewise delved into me major phases of the English language which proved difficult for Filipinos. These phases included pronunciation, grammar, rhetoric, style and idioms.
On the present Bilingual Education Policy (BEP), scholarly works have been written by authors like Pascasio (1973), Bonifacio (1977), Ramos (1990), Otanes, Sevilla, Gonzalez, Segovia and Sibayan (1988).
Gonzalez and Sibayan (1988) for instance, made a comprehensive study regarding the scholastic achievements nationwide after eleven years of the Bilingual Education Policy’s implementation. Also teacher competence and proficiency was measured through a battery of tests.
Sibayan and Gonzalez’s study revealed that: 1) almost all adults (administration, faculty and parents), except for the Pilipino faculty, were non-committal towards the BEP and were not favorably disposed to the expanded use of Pilipino; 2) Pilipino teachers in general, when compared with the rest of the faculty, fare badly and are not significantly better in Pilipino than their peers, and 3). Tagalog students enjoy a real advantage over non-Tagalogs. It is recommended by the survey team that compensatory education be given to students from minority groups to mitigate this inequality.
In a similar study to Sibayan and Gonzalez’s, Segovia (1988) investigated the BEP’s implementation in the tertiary level. Segovia and her team concluded that based on their findings, tertiary level administrators, teachers, professors, and students perceive Pilipino to be the language of unity and/or national identity; however, one can be a nationalist even without the facility for communication in Pilipino. The respondents perceive English as a language of socio-economic mobility, educational advancement and international understanding.
Sevilla’s (1988) study gave the writer an idea of the awareness levels regarding the BEP among parents and among government and non-government organizations. Sevilla’s study provided the basis for the writer’s report on English’ presence and utilization in the government and business scenes.
Of valuable assistance are the works of Fishman, Pascasio and Bowen on bilingualism included in Sibayan and Gonzalez’s edited work “Language Planning and the Building of a National Language” (1977).
Works related to the researcher’s topic are quite numerous. However, the above mentioned works provided the bulk of the materials used by the researcher in writing this study.

Chapters 3 RESEARCH METHODOLOGY

3.1. Research Framework
The framework from this study is a historical research which is based on the chronological events. This research is synthesized, abstracted and explored from theories and scientific thinking in order to solve the problem.

3.2. Research Method
In preparation for this study the researcher will trace the introduction of American English in the Philippines, using a historical approach. From there the researcher will consider the status of American English in the country at present, taking careful note of the gradual integration of American English into Philippine society, particularly education. It is the educational system which is the main channel through which language policies are carried out.
Historical research has been defined as the systematic and objective location, evaluation and synthesis of evidence in order to establish facts and draw conclusions about past events (Borg, 1963). It qualifies as a scientific endeavor from the standpoint of its subscription to the same principles and the same general scholarship that characterizes all scientific research.
The values of historical research have been categorized by Hill and Garber (1950) as follows:
It enables solutions to contemporary problems to be sought in the past;
It throws light on present and future trends;
It stresses the relative importance and the effects of the various interactions that are to be found within all cultures;
It allows for the revolution of data in relation to selected hypothesis, theories and generalizations that are presently held about the past.
There are drawbacks to historical research. It is an attempt to reconstruct a previous age using data from the personal experiences of others, from documents and records. Researchers have to contend with inadequate information so that their reconstructions tend to be sketches rather than portraits.
Ultimately, historical research is concerned with a broad view of the conditions and not necessarily the specifics which bring them about, even though such a synthesis is rarely achieved without intense debate or controversy, especially on matters of detail. Despite these drawbacks, the ability of history to employ the past to predict the future, and to use the present to explain the past, gives it a dual and unique quality which makes it especially useful for all sorts of scholarly study and research.
Indeed the particular value of historical research in the field of education is unquestioned. It can yield insights into some educational problems that could not be achieved by any other means. Furthermore, it can help to establish a sound basis for further progress and change, and show how and why educational theories and practices developed. It enables educationalists to use former practices to evaluate newer, emerging ones and it can contribute to fuller understanding of the relationship between politics and education. These elements are always interrelated.
Historical research may be structured by a flexible sequence of stages beginning with the selection and evaluation of a problem or area of study. Then follows the definition of the problem in more precise terms, the selection of sources of data, collection, classification and processing of the data, and, finally, the evaluation and synthesis of the data into a balanced and objective account of the subject under investigation. The principle difference between the method of historical research and other research method used in education is highlighted by Borg:
“In historical research, it is especially important that the student carefully defines his problem and appraises its appropriateness before committing too fully. Many problems are not adaptable to historical research methods and cannot be adequately treated using this approach.” (Borg, 1963)
Once a topic has been selected and its potential and significance for historical research evaluated, the next stage is to define it more precisely, or delimit it so that a more potent analysis will result. Too broad or too vague a statement can result in the final report lacking direction or impact “Research must be a penetrating analysis of a limited problem, rather than the superficial examination of a broad area. The weapon of research is the rifle not the shotgun” (Best, 1970). Gottschalk (1951) recommends that four questions be asked in identifying a topic:
Where do the events take place?
Who are the people involved?
When do the events occur?
What kinds of human activity are involved?
As Travers (1969) suggests, the scope of a topic can be modified by adjusting the focus of any one of the four categories; the geographical area involved can be increased or decreased; more or fewer people can be included in the topic; the time span involved can be increased or decreased; and the human activity category can be broadened or narrowed.
The student must exercise strict self-control in his study of historical documents or he will find himself collecting much information that is interesting but is not related to his area of inquiry (Hockett, 1955).
This research approach is qualitative, which means the following:
(The researcher) captures and discovers meaning once he becomes immersed in the data.
Concepts are in the form of themes, motifs, generalizations, and taxonomies.
Measures are created in an ad hoc manner and are often specific to the individual setting or researcher.
Data are in the form of words from documents, observations, and transcripts.
Theory can be causal or non causal and is often inductive.
Research procedures are particular and replication is very rare.
Analysis proceeds by extracting themes or generalizations from evidence and organizing data to present a coherent, consistent picture (Neuman, 1994).
It is historical and chronological, putting all the historical data in chronological order. Due to limited sources, most of the research done for this work will be based on a survey of the published works of noted Philippine and foreign linguists, language planners, and educators.

3.3. Research Data
One of the principal differences between historical research and other forms of research is that historical research must deal with data that already exists.
“History is not science of direct observation, like chemistry or physics. The historian like the geologist interprets past events by the traces they have left; he deals with the evidence of man’s past acts and thought. But the historian, no less than scientist, must utilize evidence resulting on reliable observation. The difference in procedure is due to the fact that the historian usually does not make his own observations, and that those upon whose observations he must depend are, or were, often if not usually untrained observers. Historical method is...a process supplementary to observations, a process by which the historian attempts to test the truthfulness of the reports of observations made by others” (Hockett, 1955).

3.4. Research Instruments
Sources of data may be classified into two main groups: primary sources, which are the life blood of historical research; and secondary sources, which may be used in the absence of, or to supplement, primary data.
Primary sources of data have been described as those items that are original to the problem under study. Category two includes not only written and oral testimony given by actual participants or witnesses, but also the participants themselves. Whether or not these sources were meant for the intent purpose of passing on information is irrelevant. If a source is, intentionally or unintentionally, capable of transmitting a first-hand account of an event, it is considered a source of primary data.
Secondary sources are those that do not bear a direct physical relationship to the event being studied. This includes third person accounts etc. Best (1970) points out those secondary sources are of limited worth because of the errors that result when information is passed on from one person to another. The importance of using primary sources where possible cannot be stressed enough. The value, too, of secondary sources should not be minimized.
The review of the literature in other forms of educational research is regarded as a preparatory stage to gathering data and serves to acquaint researchers with previous research on the topics they are studying (Travers, 1969). The function of the review of the literature in historical research is different in that it provides the data for research; the researchers’ acceptance or otherwise of their hypotheses will depend on their selection of information from the review and the interpretation they put on it. Borg (1963) has identified other differences: one is that the historical researcher will have to peruse longer documents than the empirical researcher who normally studies articles very much more succinct and precise. And one final point document in education often consists of unpublished material and is therefore less accessible than reports of empirical studies in professional journals.

3.5. Scope and Research Location
3.5.1. Scope
The scope of this research is the influence of American-English on Philippine language planning and policy. The research work done on this work is primarily concerned itself with the investigation of these influences of American-English on Philippine language policies as implemented in the educational system and the effects thereof.
This study also gives a brief account of the still existing Philippine language controversy and the “entrenchment and assimilation” of American-English in Philippine Media, Government and the society as a whole.
It would be most ideal to be able to report on the actual processes that take place in the formulation. Planning and implementation of language policies and interviewing members of the Philippine language Cultivation Council and/or of the Language Planning Board could have been carried out. However due to time and resource constraints, and their unavailability for an audience, this remains to be an ideal.

3.5.2. Research Location
The research location was inhabitants of Manila, Dagupan City, Baguio City, and Ilocos region. The researcher met and interviewed them. The researcher will elaborate this topic later in the dissertation.

3.6. Data Collection Technique
Data and information gathered from records and documents must be carefully evaluated so as to attest their worth for the purpose of the particular study. Evaluation of historical data and information is often referred to historical criticism and the reliable data yielded by the process are known as historical evidence. Historical evidence has thus been described as that body of validated facts and information which can be accepted as trustworthy. Historical criticism is usually undertaken in two stages: first, the authenticity of the source is appraised; and second, the accuracy or worth of the data is evaluated. These two processes are known as external and internal criticism respectively.
External criticism is concerned with establishing the authenticity or genuineness of data. It authenticates the document (or other source) itself rather than the information it contains. It therefore sets out to uncover frauds, forgeries, hoaxes, inventions or distortions.
After the document authenticity has been established, the next task is to evaluate the accuracy and worth of the data contained therein. This presents a more difficult problem than external criticism does. The credibility of the author of the documents has to be established. A number of factors must be taken into account, that is 1) whether they were trained observers of the events, 2) kinds of their relationships to the events, 3) to what extent they were under pressure, from fear or vanity, to distort or omit facts, 4) what the intents of the authors of the documents were, 5) to what extent they were experts at recording those particular events, 6) they were too antagonistic or too sympathetic to give true picture, 7) how long after the event they recorded their account, and 8) whether they are in agreement with other independent witnesses.
A particular problem that arises from these questions is that of bias. There are three generally recognized sources of bias: those arising from the subject being interviewed, those arising from themselves as researchers and those arising from the subject-researcher interaction (Travers, 1969).

3.6.1. Data Collected from People
The researcher met people in Dagupan City and distributed questionnaires, and the respondents answered and the researcher collected the data in 1987. The discussion oh this topic will be discussed further in the dissertation.
3.6.2. Data Collected from Documents
The researcher collected documents from Philippine Government archives, and various bureaus. The discussion on these documents will be elaborated in the dissertation.

Bibliography
Alzona, E. 1932. History of Education in the Philippines: 1965-1930. 1st ed. Manila: University of the Philippines Press.

Definisi Penelitian Ilmiah

Definisi Penelitian ilmiah skripsi, tesis, disertasi dan penelitian



Suatu usaha untuk mengumpulkan, mencatat dan menganalisa sesuatu masalah.
suatu penyelidikan secara sistematis, atau dengan giat dan berdasarkan ilmu pengetahuan mengenai sifat-sifat daripada kejadian atau keadaan-keadaan dengan maksud untuk akan menetapkan faktor-faktor pokok atau akan menemukan paham-paham baru dalam mengembangkan metode-metode baru.
penyedilidikan dari suatu bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan utnuk memperoleh fakta-fakta atau prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati serta sistematis.
usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah.
pemikiran yang sistematis mengenai berbagai jenis masalah yang pemecahannya memerlukan pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta.

Dari kelima definisi di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Merupakan usaha untuk memperoleh fakta-fakta atau mengembangkan prinsip-prinsip (menemukan/mengembangkan/ menguji kebenaran).
2. Dengan cara/kegiatan mengumpulkan, mencatat dan menganalisa data (informasi/keterangan)
3. Dikerjakan dengan sabar, hati-hati, sistematis dan berdasarkan ilmu pengetahuan dengan metode ilmiah.

Sedangkan sifat atau ciri dari penelitian itu sendiri: (1) pasif, hanya ingin memperoleh gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan, (2) aktif, ingin memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesa.
Posisi penelitian sendiri pada umumnya adalah menghubungkan: (1) Keinginan manusia, (2) permasalahan yang timbul, (3) ilmu pengetahuan, dan (4) metode ilmiah.

Proposal Penelitian Kualitatif (Skripsi)
Penelitian yang dimaksudkan untuk mengungkapkan gejala secara holistic-kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif.
Ciri-ciri penelitian kualitatif mewarnai sifat dan bentuk laporannya. Oleh karena itu, laporan penelitian kualitatif disusun dalam bentuk narasi yang bersifat kreatif dan mendalam serta menunjukkan cirri-ciri naturalistic yang penuh keotentikan.


Format Proposal Penelitian Kualitatif

1. Konteks Penelitian atau Latar Belakang
Bagian ini memuat uraian tentang latar belakang penelitian, untuk maksud apa peelitian ini dilakukan, dan apa/siapa yang mengarahkan penelitian. (Lihat juga membuat pendahuluan skripsi )

2. Fokus Penelitian atau Rumusan Masalah
Fokus penelitian memuat rincian pernyataan tentang cakupan atau topik-topik pokok yang akan diungkap/digali dalam penelitian ini. Apabila digunakan istilah rumusan masalah, fokus penelitian berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian dan alasan diajukannya pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan ini diajukan untuk mengetahui gambaran apa yang akan diungkapkan di lapangan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan harus didukung oleh alasan-alasan mengapa hal tersebut ditampilkan.
Alasan-alasan ini harus dikemukakan secara jelas, sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang holistik, induktif, dan naturalistik yang berarti dekat sekali dengan gejala yang diteliti. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan setelah diadakan studi pendahuluan di lapangan.

3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan sasaran hasil yang ingin dicapai dalam penelitian ini, sesuai dengan fokus yang telah dirumuskan.


4. Landasan Teori
Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan kenyataan di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Terdapat perbedaan mendasar antara peran landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan; sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu “teori”.

5. Kegunaan Penelitian
Pada bagian ini ditunjukkan kegunaan atau pentingnya penelitian terutama bagi pengembangan ilmu atau pelaksanaan pembangunan dalam arti luas. Dengan kata lain, uraian dalam subbab kegunaan penelitian berisi alasan kelayakan atas masalah yang diteliti. Dari uraian dalam bagian ini diharapkan dapat disimpulkan bahwa penelitian terhadap masalah yang dipilih memang layak untuk dilakukan.

6. Metode Penelitian
Bab ini memuat uraian tentang metode dan langkah-langkah penelitian secara operasional yang menyangkut pendekatan penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.

a. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pada bagian II peneliti perlu menjelaskan bahwa pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dan menyertakan alasan-alasan singkat mengapa pendekatan ini digunakan. Selain itu juga dikemukakan orientasi teoretik, yaitu landasan berfikir untuk memahami makna suatu gejala, misalnya fenomenologis, interaksi simbolik, kebudayaan, etnometodologis, atau kritik seni (hermeneutik). Peneliti juga perlu mengemukakan jenis penelitian yang digunakan apakah etnografis, studi kasus, grounded theory, interaktif, ekologis, partisipatoris, penelitian tindakan, atau penelitian kelas.

b. Kehadiran Peneliti
Dalam bagian ini perlu disebutkan bahwa peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Instrumen selain manusia dapat pula digunakan, tetapi fungsinya terbatas sebagai pendukung tugas peneliti sebagai instrumen. Oleh karena itu, kehadiran peneliti di lapangan untuk penelitian kualitatif mutlak diperlukan. Kehadiran peneliti ini harus dilukiskan secara eksplisit dalam laopran penelitian. Perlu dijelaskan apakah peran peneliti sebagai partisipan penuh, pengamat partisipan, atau pengamat penuh. Di samping itu perlu disebutkan apakah kehadiran peneliti diketahui statusnya sebagai peneliti oleh subjek atau informan.

c. Lokasi Penelitian
Uraian lokasi penelitian diisi dengan identifikasi karakteristik lokasi dan alasan memilih lokasi serta bagaimana peneliti memasuki lokasi tersebut. Lokasi hendaknya diuraikan secara jelas, misalnya letak geografis, bangunan fisik (jika perlu disertakan peta lokasi), struktur organisasi, program, dan suasana sehari-hari. Pemilihan lokasi harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan kemenarikan, keunikan, dan kesesuaian dengan topik yang dipilih. Dengan pemilihan lokasi ini, peneliti diharapkan menemukan hal-hal yang bermakna dan baru. Peneliti kurang tepat jika megutarakan alasan-alasan seperti dekat dengan rumah peneliti, peneliti pernah bekerja di situ, atau peneliti telah mengenal orang-orang kunci.

d. Sumber Data
Pada bagian ini dilaporkan jenis data, sumber data, da teknik penjaringan data dengan keterangan yang memadai. Uraian tersebut meliputi data apa saja yang dikumpulkan, bagaimana karakteristiknya, siapa yang dijadikan subjek dan informan penelitian, bagaimana ciri-ciri subjek dan informan itu, dan dengan cara bagaimana data dijaring, sehingga kredibilitasnya dapat dijamin. Misalnya data dijaring dari informan yang dipilih dengan teknik bola salju (snowball sampling).
Istilah pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif harus digunakan dengan penuh kehati-hatian. Dalam penelitian kualitatif tujuan pengambilan sampel adalah untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin, bukan untuk melakukan rampatan (generalisasi). Pengambilan sampel dikenakan pada situasi, subjek, informan, dan waktu.

e. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam bagian ini diuraikan teknik pengumpulan data yang digunakan, misalnya observasi partisipan, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Terdapat dua dimensi rekaman data: fidelitas da struktur. Fidelitas mengandung arti sejauh mana bukti nyata dari lapangan disajikan (rekaman audio atau video memiliki fidelitas tinggi, sedangkan catatan lapangan memiliki fidelitas kurang). Dimensi struktur menjelaskan sejauh mana wawancara dan observasi dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Hal-hal yang menyangkut jenis rekaman, format ringkasan rekaman data, dan prosedur perekaman diuraikan pada bagian ini. Selain itu dikemukakan cara-cara untuk memastikan keabsahan data dengan triangulasi dan waktu yang diperlukan dalam pengumpulan data.

f. Analisis Data
Pada bagian analisis data diuraikan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkrip-transkrip wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain agar peneliti dapat menyajikan temuannya. Analisis ini melibatkan pengerjaan, pengorganisasian, pemecahan dan sintesis data serta pencarian pola, pengungkapan hal yang penting, dan penentuan apa yang dilaporkan. Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data, dengan teknik-teknik misalnya analisis domain, analisis taksonomis, analisis komponensial, dan analisis tema. Dalam hal ini peneliti dapat menggunakan statistik nonparametrik, logika, etika, atau estetika. Dalam uraian tentang analisis data ini supaya diberikan contoh yang operasional, misalnya matriks dan logika. (lihat analisis )

g. Pengecekan Keabsahan Temuan
Bagian ini memuat uraian tentang usaha-usaha peneliti untuk memperoleh keabsahan temuannya. Agar diperoleh temuan dan interpretasi yang absah, maka perlu diteliti kredibilitasnya dengan mengunakan teknik-teknik perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, observasi yang diperdalam, triangulasi(menggunakan beberapa sumber, metode, peneliti, teori), pembahasan sejawat, analisis kasus negatif, pelacakan kesesuaian hasil, dan pengecekan anggota. Selanjutnya perlu dilakukan pengecekan dapat-tidaknya ditransfer ke latar lain (transferrability), ketergantungan pada konteksnya (dependability), dan dapat-tidaknya dikonfirmasikan kepada sumbernya (confirmability) .

h. Tahap-tahap Penelitian
Bagian ini menguraikann proses pelaksanaan penelitian mulai dari penelitian pendahuluan, pengembangan desain, penelitian sebenarnya, sampai pada penulisan laporan.

7. Daftar Rujukan
Bahan pustaka yang dimasukkan dalam daftar rujukan harus sudah disebutkan dalam teks. Artinya, bahan pustaka yang hanya digunakan sebagai bahan bacaan tetapi tidak dirujuk dalam teks tidak dimasukkan dalam daftar rujukan. Sebaliknya, semua bahan pustaka yang disebutkan dalam skripsi, tesis, dan disertasi harus dicantumkan dalam daftar rujukan. Tatacara penulisan daftar rujukan.
Unsur yang ditulis secara berurutan meliputi:
1. nama penulis ditulis dengan urutan: nama akhir, nama awal, nama tengah, tanpa gelar akademik,
2. tahun penerbitan
3. judul, termasuk subjudul
4. kota tempat penerbitan, dan
5. nama penerbit.
(Lihat Contoh cara membuat rujukan)

Proposal Penelitian Kajian Pustaka
Telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan. Telaah pustaka semacam ini biasanya dilakukan dengan cara mengumpulkan data atau informasi dari berbagai sumber pustaka yang kemudian disajikan dengan cara baru dan atau untuk keperluan baru.
Dalam hal ini bahan-bahan pustaka itu diperlukan sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran atau gagasan baru, sebagai bahan dasar untuk melakukan deduksi dari pengetahuan yang sudah ada, sehingga kerangka teori baru dapat dikembangkan, atau sebagai dasar pemecahan masalah.


Format Proposal Kajian Pustaka
1. Latar Belakang Masalah
Bagian ini berisi uraian atau gambaran umum yang dapat diperoleh dari koran, majalah, buku, jurnal, laporan penelitian, seminar, atau keadaan lapangan mengenai hal-hal yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.
Gambaran umum ini dapat bersifat mendukung atau menunjang pendapat peneliti atau pun bersifat tidak mendukung atau menolak harapan peneliti. Selain itu juga dipaparkan uraian pemantapan terhadap pemahaman masalah, misalnya mengapa masalah yang dikemukakan dipandang menarik, penting, dan perlu ditelaah.

2. Rumusan Masalah
Bagian ini merupakan pengembangan dari uraian latar belakang masalah yang menunjukkan bahwa masalah yang akan ditelaah memang belum terjawab atau belum dipecahkan secara memuaskan. Uraian tersebut didukung berbagai publikasi yang berhubungan dengan masalah yang dikaji, yang mencakup aspek yang dikaji, konsep-konsep yang berkaitan dengan hal yang akan ditulis, dan teori yang melandasi kajian. Pembahasan ini hanya berisi uraian yang memang relevan dengan masalah yang akan dikaji serta disajikan secara sistematis dan terpadu.
Selanjutnya dituliskan pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab melalui telaah pustaka (dalam bentuk kalimat tanya), yang memuat variabel/hubungan antarvariabel yang akan dikaji. Kata tanya yang digunakan berupa apa, mengapa, bagaimana, sejauh mana, kapan, siapa, dan sebagainya bergantung pada ruang lingkup masalah yang akan dibahas.

3. Tujuan Penelitian
Bagian ini memberikan gambaran yang khusus atau spesifik mengenai arah dari kegiatan kajian kepustakaan yang dilakukan, berupa keinginan realistis peneliti tentang hasil yang akan diperoleh. Tujuan kajian harus mempunyai kaitan atau hubungan yang relevan dengan masalah yang akan diteliti. Sebagai contoh adalah mengkaji kehidupan orang-orang yang terkenal dalam suatu bidang studi untuk mengetahui pengalaman-pengalaman mereka, bagaimana usaha mereka untuk meneliti dan menemukan apa yang sekarang dianggap sebagai hal yang biasa saja.

4. Kegunaan Penelitian
Bagian ini memberikan gambaran yang khusus atau spesifik mengenai arah dari kegiatan kajian kepustakaan yang dilakukan, berupa keinginan realistis peneliti tentang hasil yang akan diperoleh. Tujuan kajian harus mempunyai kaitan atau hubungan yang relevan dengan masalah yang akan diteliti. Sebagai contoh adalah mengkaji kehidupan orang-orang yang terkenal dalam suatu bidang studi untuk mengetahui pengalaman-pengalaman mereka, bagaimana usaha mereka untuk meneliti dan menemukan apa yang sekarang dianggap sebagai hal yang biasa saja.

5. Metode Kajian
Metode kajian menjelaskan semua langkah yang dikerjakan penulis sejak awal hingga akhir. Pada bagian ini dapat dimuat hal-hal yang berkaitan dengan anggapan-anggapan dasar atau fakta-fakta yang dipandang benar tanpa adanya verifikasi dan keterbatasan, yaitu aspek-aspek tertentu yang dijadikan kerangka berpikir. Selanjutnya dilakukan analisis masalah dan variabel yang terdapat dalam judul kajian. Analisis masalah menghasilkan variabel dan hubungan antarvariabel. Selanjutnya dilakukan analisis variabel dengan mengajukan pertanyaan mengenai masing-masing variabel dan pertanyaan yang berkaitan dengan hubungan antarvariabel. Analisis ini diperlukan untuk menyusun alur berpikir dalam memecahkan masalah.
Perlu ditekankan bahwa tulisan tentang metode kajian hendaknya didasarkan atas kajian teori dan khasanah ilmu, yaitu paradigma, teori, konsep, prinsip,hukum, postulat, dan asumsi keilmuan yang relevan dengan masalah yang dibahas.

6. Definisi Istilah
Bagian ini memberikan penjelasan mengenai istilah-istilah yang digunakan agar terdapat kesamaan penafsiran dan terhindar dari kekaburan. Bagian ini juga memberikan keterangan rinci pada bagian-bagian yang memerlukan uraian, misalnya alat peraga, sekolah, alat ukur, lokasi atau tempat, nilai, sikap, penghasilan, keadaan atau kondisi, keadaan sosial ekonomi, status, dan sebagainya.

7. Daftar Rujukan
Bahan pustaka yang dimasukkan dalam daftar rujukan harus sudah disebutkan dalam teks. Artinya, bahan pustaka yang hanya digunakan sebagai bahan bacaan tetapi tidak dirujuk dalam teks tidak dimasukkan dalam daftar rujukan. Sebaliknya, semua bahan pustaka yang disebutkan dalam skripsi, tesis, dan disertasi harus dicantumkan dalam daftar rujukan. Tatacara penulisan daftar rujukan.
Unsur yang ditulis secara berurutan meliputi:
1. nama penulis ditulis dengan urutan: nama akhir, nama awal, nama tengah, tanpa gelar akademik,
2. tahun penerbitan
3. judul, termasuk subjudul
4. kota tempat penerbitan, dan
5. nama penerbit.


Proposal Penelitian Pengembangan
Kegiatan yang menghasilkan rancangan atau produk yang dapat dipakai untuk memecahkan masalah-masalah aktual. Dalam hal ini, kegiatan pengembangan ditekankan pada pemanfaatan teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip, atau temuan-temuan penelitian untuk memecahkan masalah.
Skripsi, tesis, dan disertasi yang ditulis berdasarkan hasil kerja pengembangan menuntut format dan sistematika yang berbeda dengan skripsi, tesis, dan disertasi yang ditulis berdasarkan hasil penelitian, karena karakteristik kegiatan pengembangan dan kegiatan penelitian tersebut berbeda.

Kegiatan penelitian pada dasarnya berupaya mencari jawaban terhadap suatu permasalahan, sedangkan kegiatan pengembangan berupaya menerapkan temuan atau teori untuk memecahkan suatu permasalahan
Format Proposal Penelitian Pengembangan

1. Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah mengungkapkan konteks pengembangan projek dalam masalah yang hendak dipecahkan. Oleh karena itu, uraian perlu diawali dengan identifikasi kesenjangan-kesenjangan yang ada antara kondisi nyata dengan kondisi ideal, serta dampak yang ditimbulkanoleh kesenjangan-kesenjangan itu. Berbagai alternatif untuk mengatasi kesenjangan itu perlu dipaparkan secara singkat disertai dengan identifikasi faktor penghambat dan pendukungnya. Alternatif yang ditawarkan sebagai pemecah masalah beserta rasionalnya dikemukakan pada bagian akhir dari paparan latar belakang masalah.

2. Rumusan Masalah
Sebagai penegasan dari apa yang telah dibahas dalam latar belakang masalah, pada bagian ini perlu dikemukakan rumusan spesifik dari masalah yang hendak dipecahkan. Rumusan masalah pengembangan projek hendaknya dikemukakan secara singkat, padat, jelas, dan diungkapkan dengan kalimat pernyataan, bukan dalam bentuk kalimat pertanyaan seperti dalam rumusan masalah penelitian. Rumusan masalah hendaknya disertai dengan alternatif pemecahan yang ditawarkan serta rasional mengapa alternatif itu yang dipilih sebagai cara pemecahan yang paling tepat terhadap masalah yang ada.

3. Tujuan Pengembangan
Tujuan pengembangan dirumuskan bertolak dari masalah yang ingin dipecahkan dengan menggunakan alternatif yang telah dipilih. Arahkan rumusan tujuan pengembangan ke pencapaian kondisi ideal seperti yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah.

4. Spesifikasi Produk yang Diharapkan
Bagian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran lengkap tentang karakteristik produk yang diharapkan dari kegiatan pengembangan. Karakteristik produk mencakup semua identitas penting yang dapat digunakan untuk membedakan satu produk dengan produk lain-nya.
Produk yang dimaksud dapat berupa kurikulum, modul, paket pembelajaran, buku teks, alat evaluasi, model, atau produk lain yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah pelatihan, pembelajaran, atau pendidikan. Setiap produk memiliki spesifikasi yang berbeda dengan produk lainnya, misalnya kurikulum bahasa Inggris memiliki spesifikasi yang berbeda jika dibandingkan dengan kurikulum bidang studi lainnya, meskipun di dalamnya dapat ditemukan komponen yang sama.

5. Pentingnya Pengembangan
Bagian ini sering dikacaukan dengan tujuan pengembangan. Tujuan pengembangan mengungkapkan upaya pencapaian kondisi yang ideal, sedangkan pentingnya pengembangan mengungkapkan argumentasi mengapa perlu ada pengubahan kondisi nyata ke kondisi ideal. Dengan kata lain, pentingnya pengembangan mengungkapkan mengapa masalah yang ada perlu dan mendesak untuk dipecahkan.
Dalam bagian ini diharapkan juga terungkap kaitan antara urgensi pemecahan masalah dengan konteks permasalahan yang lebih luas. Pengkaitan ini dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa pemecahan suatu masalah yang konteksnya mikro benar-benar dapat memberi sumbangan bagi pemecahan masalah lain yang konteksnya lebih luas.

6. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan
Asumsi dalam pengembangan merupakan landasan pijak untuk menentukan karakteristik produk yang dihasilkan dan pembenaran pemilihan model serta prosedur pengembangannya. Asumsi hendaknya diangkat dari teori-teori yang teruji sahih, pandangan ahli, atau data empiris yang relevan dengan masalah yang hendak dipecahkan dengan menggunakan produk yang akan dikembangkan.
Keterbatasan pegembangan mengungkapkan keterbatasan dari produk yang dihasilkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi, khususnya untuk konteks masalah yang lebih luas. Paparan ini dimaksudkan agar produk yang dihasilkan dari kegiatan pengembangan ini disikapi hati-hati oleh pengguna sesuai dengan asumsi yang menjadi pijakannya dan kondisi pendukung yang perlu tersedia dalam memanfaatkannya.

7. Definisi Istilah
Pada bagian ini dikemukakan definisi istilah-istilah yang khas digunakan dalam pengembangan produk yang diinginkan, baik dari sisi model dan prosedur yang digunakan dalam pengembangan ataupun dari sisi produk yang dihasilkan. Istilah-istilah yang perlu diberi batasan hanya yang memiliki peluang ditafsirkan berbeda oleh pembaca atau pemakai produk. Batasan istilah-istilah tersebut harus dirumuskan seoperasional mungkin. Makin operasional rumusan batasan istilah makin kecil peluang istilah itu ditafsirkan berbeda oleh pembaca atau pemakai.

8. Sistematika Penulisan
Paparan pada bagian ini dimaksudkan untuk menunjukkan cara pengorganisasian keseluruhan skripsi, tesis, dan disertasi, baik untuk Bagian I, yang memuat kajian analitis, atau-pun Bagian II, yang memuat produk yang dihasilkan dari kegiatan pengembangan.

9. Landasan Teori
Bab ini dimaksudkan untuk mengungkapkan kerangka acuan komperhensif mengenai konsep, prinsip, atau teori yang digunakan sebagai landasan dalam memecahkan masalah yang dihadapi atau dalam mengembangkan produk yang diharapkan. Kerangka acuan disusun berdasarkan kajian berbagai aspek teoretik dan empiris yang terkait dengan permasalahan dan upaya yang akan ditempuh untuk memecahkannya. Uraian-uraian dalam bab ini diharapkan menjadi landasan teoretik mengapa masalah itu perlu dipecahkan dan mengapa cara pengembangan produk tersebut dipilih
Kajian teoretik mengenai model dan prosedur yang akan digunakan dalam pengembangan juga perlu dikemukakan dalam bagian ini, terutama dalam rangka memberikan pembenaran terhadap produk yang akan dikembangkan.
Di samping itu, bagian ini juga dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang kaitan upaya pengembangan dengan upaya-upaya lain yang mungkin sudah pernah ditempuh oleh ahli lain untuk mendekati permasalahan yang sama atau relatif sama. Dengan demikian, upaya pengembangan yang akan dilakukan memiliki landasan empiris yang mantap.

10. Metode Pengembangan
Metode Pengembangan hendaknya memuat butir-butir (1) model pengembangan, (2) prosedur pengembangan, dan (3) uji coba produk. Dalam butir uji coba produk perlu diungkapkan (a) desain uji coba, (b) subjek uji coba, (c) jenis data, (d) instrumen pengumpulan data, dan (e) teknik analisis data.

a. Model Pengembangan
Model pengembangan dapat berupa model prosedural, model konseptual, dan model teoretik. Model prosedural adalah model yang bersifat deskriptif, yaitu menggariskan langkah-langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan produk. Model konseptual adalah model yang bersifat analitis yang memerikan komponen-komponen produk yang akan dikembangkan serta keterkaitan antarkomponen (misalnya model pengembangan rancangan pengajaran Dick dan Carey, 1985). Model teoretik adalah model yang menunjukkan hubungan perubahan antar peristiwa.
Dalam bagian ini perlu dikemukakan secara singkat struktur model yang digunakan sebagai dasar pengembangan produk. Apabila model yang digunakan merupakan adaptasi dari model yang sudah ada, maka pemilihannya perlu disertai dengan alasan, komponen-komponen yang disesuaikan, serta kekuatan dan kelemahan model itu.
Apabila model yang digunakan dikembangkan sendiri, maka informasi yang lengkap mengenai setiap komponen dan kaitan antarkomponen dari model itu perlu dipaparkan. Perlu diperhatikan bahwa uraian model diupayakan seoperasional mungkin sebagai acuan dalam pengembangan produk.

b. Prosedur Pengembangan
Bagian ini memaparkan langkah-langkah prosedural yang ditempuh oleh pengembangan dalam membuat produk. Prosedur pengembangan berbeda dengan model pengembangan. Apabila model pengembangannya adalah prosedural, maka prosedur pengembangannya tinggal mengikuti langkah-langkah seperti yang terlihat dalam modelnya. Model pengembangan juga bisa berupa konseptual atau teoretik. Kedua model ini tidak secara langsung memberi petunjuk tentang bagaimana langkah prosedural yang dilalui sampai ke produk yang dispesifikasi. Oleh karena itu, perlu dikemukakan lagi langkah proseduralnya.

c. Uji coba produk
Uji coba produk dimaksudkan untuk mengumpulkan data yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menetapkan tingkat keefektifan, efisiensi, dan/atau daya tarik dari produk yang dihasilkan.
Dalam bagian ini secara berurutan perlu dikemukakan desain uji coba, subyek uji coba, jenis data, instrumen pengumpulan data, dan teknik analisis data.

1) Desain Uji Coba
Secara lengkap, uji coba produk pengembangan biasanya dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu uji perseorangan, uji kelompok kecil, dan uji lapangan. Dalam kegiatan pengembangan, pengembang mungkin hanya melewati dan berhenti pada tahap uji perseorangan, atau dilanjutkan dan berhenti sampai tahap uji kelompok kecil, atau sampai uji lapangan. Hal ini sangat tergantung pada urgensi dan data yang dibutuhkan melalui uji coba itu.
Desain uji coba produk bisa menggunakan desain yang biasa dipakai dalam penelitian kuantitatif, yaitu desain deskriptif atau eksperimental. Yang perlu diperhatikan adalah ketepatan memilih desain untuk tahapan tertentu (perseorangan, kelompok kecil, atau lapangan) agar data yang dibutuhkan untuk memperbaiki produk dapat diperoleh secara lengkap.

2) Subjek Uji Coba
Karakteristik subjek uji coba perlu diidentifikasi secara jelas dan lengkap, termasuk cara pemilihan subjek uji coba itu. Subjek uji coba produk bisa terdiri dari ahli di bidang isi produk , ahli di bidang perancangan produk, dan/atau sasaran pemakai produk. Subjek uji coba yang ahli di bidang isi produk dapat memiliki kualifikasi keahlian tingkat S1 (untuk skripsi), S2 (untuk tesis), dan S3 (untuk disertasi). Yang penting setiap subjek uji coba yang dilibatkan harus disertai identifikasi karekteristiknya secara jelas dan lengkap, tetapi terbatas dalam kaitannya dengan produk yang dikembangkan.
Teknik pemilihan subjek uji coba juga perlu dikemukakan agak rinci, apakah menggunakan teknik rambang, rumpun, atau teknik lainnya yang sesuai.

3) Jenis Data
Uji coba produk dimaksudkan untuk mengumpulkan data yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menetapkan tingkat keefektifan, efisiensi, dan/atau daya tarik dari produk yang dihasilkan. Dalam konteks ini sering pengembang tidak bermaksud mengumpulkan data secara lengkap yang mencakup ketiganya. Bisa saja, sesuai dengan kebutuhan pengembangan, pengembang hanya melakukan uji coba untuk melihat daya tarik dari suatu produk, atau hanya untuk melihat tingkat efisiensinya, atau keduanya. Keputusan ini tergantung pada pemecahan masalah yang telah ditetapkan di Bab I: apakah pada keefektifan, efisiensi, daya tarik, atau ketiganya.
Penekanan pada efisiensi suatu pemecahan masalah akan membutuhkan data tentang efisiensi produk yang dikembangkan. Begitu pula halnya dengan penekanan pada keefektifan atau daya tarik. Atas dasar ini, maka jenis data yang perlu dikumpulkan harus disesuaikan dengan informasi apa yang dibutuhkan tentang produk yang dikembangkan itu.
Paparan mengenai jenis data yang dikumpulkan hendaknya dikaitkan dengan desain dan pemilihan subjek uji coba. Jenis data tertentu, bagaimanapun juga, akan menuntut desain tertentu dan subjek uji coba tertentu. Misalnya, pengumpulan data mengenai kecermatan isi dapat dilakukan secara perseorangan dari ahli isi, atau secara kelompok dalam bentuk seminar kecil, atau seminar yang lebih luas yang melibatkan ahli isi, ahli desain, dan sasaran pemakai produk.

4) Instrumen Pengumpulan Data
Bagian ini mengemukakan instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data seperti yang sudah dikemukakan dalam butir sebelumnya. Jika mengunakan instrumen yang sudah ada, maka perlu ada uraian mengenai karakteristik instrumen itu, terutama mengenai keshahihan dan keterandalannya. Apabila instrumen yang digunakan dikembangkan sendiri, maka prosedur pengembangannya juga perlu dijelaskan.

5) Teknik Analisis Data
Teknik dan prosedur analisis yang digunakan untuk menganali-sis data uji coba dikemukakan dalam bagian ini dan disertai alasannya. Apabila teknik analisis yang digunakan sudah cukup dikenal, maka uraian tidak perlu rinci sekali. Akan tetapi, apabila teknik tersebut belum banyak dikenal, maka uraian perlu lebih rinci.

11. Daftar Rujukan
Bahan pustaka yang dimasukkan dalam daftar rujukan harus sudah disebutkan dalam teks. Artinya, bahan pustaka yang hanya digunakan sebagai bahan bacaan tetapi tidak dirujuk dalam teks tidak dimasukkan dalam daftar rujukan. Sebaliknya, semua bahan pustaka yang disebutkan dalam skripsi, tesis, dan disertasi harus dicantumkan dalam daftar rujukan. Tatacara penulisan daftar rujukan.
Unsur yang ditulis secara berurutan meliputi:
1. nama penulis ditulis dengan urutan: nama akhir, nama awal, nama tengah, tanpa gelar akademik,
2. tahun penerbitan
3. judul, termasuk subjudul
4. kota tempat penerbitan, dan
5. nama penerbit.