Sabtu, 27 Agustus 2011

Luqman Hakim berpesan kepada anaknya

Luqman (Arab لقمان الحكيم, Luqman al-Hakim, Luqman Ahli Hikmah) adalah orang yang disebut dalam Al-Qur'an surah Luqman [32]:12-19 yang terkenal karena nasehat-nasehatnya kepada anaknya. Ibnu Katsir berpendapat bahwa nama panjang Luqman ialah Luqman bin Unaqa' bin Sadun.[1] Sedangkan asal-usul Luqman, sebagian ulama berbeda pendapat. Ibnu Abbas menyatakan bahwa Luqman adalah seorang tukang kayu dari Habsyi. Riwayat lain menyebutkan ia bertubuh pendek dan berhidung mancung dari Nubah, dan ada yang berpendapat di berasal dari Sudan. Dan ada pula yang berpendapat Luqman adalah seorang hakim di zaman nabi Dawud.[2]
[sunting] Kisah Luqman al-Hakim

Dalam sebuah riwayat menceritakan, pada suatu hari Luqman Hakim telah masuk ke dalam pasar dengan menaiki seekor himar, manakala anaknya mengikut dari belakang. Melihat tingkah laku Luqman itu, setengah orang pun berkata, "Lihat itu orang tua yang tidak bertimbang rasa, sedangkan anaknya dibiarkan berjalan kaki." Setelah mendengarkan desas-desus dari orang ramai maka Luqman pun turun dari himarnya itu lalu diletakkan anaknya di atas himar itu. Melihat yang demikian, maka orang di pasar itu berkata pula, "Lihat orang tuanya berjalan kaki sedangkan anaknya sedap menaiki himar itu, sungguh kurang ajar anak itu."

Setelah mendengar kata-kata itu, Luqman pun terus naik ke atas belakang himar itu bersama-sama dengan anaknya. Kemudian orang ramai pula berkata lagi, "Lihat itu dua orang menaiki seekor himar, adalah sungguh menyiksakan himar itu." Oleh karena tidak suka mendengar percakapan orang, maka Luqman dan anaknya turun dari himar itu, kemudian terdengar lagi suara orang berkata, "Dua orang berjalan kaki, sedangkan himar itu tidak dikenderai." Dalam perjalanan mereka kedua beranak itu pulang ke rumah, Luqman Hakim telah menasihatai anaknya tentang sikap manusia dan seloteh mereka, katanya, "Sesungguhnya tiada terlepas seseorang itu dari percakapan manusia. Maka orang yang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan melainkan kepada Allah saja. Barang siapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam tiap-tiap satu."

Kemudian Luqman Hakim berpesan kepada anaknya, katanya, "Wahai anakku, tuntutlah rezeki yang halal supaya kamu tidak menjadi fakir. Sesungguhnya tiadalah orang fakir itu melainkan tertimpa kepadanya tiga perkara, yaitu tipis keyakinannya (iman) tentang agamanya, lemah akalnya (mudah tertipu dan diperdayai orang) dan hilang kemuliaan hatinya (keperibadiannya) dan lebih celaka lagi daripada tiga perkara itu ialah orang-orang yang suka merendah-rendahkan dan meringan-ringankannya."
sumber : wikipedia

dan berikut 25 pesan luqmanul hakim kepada anaknya, disamping nasehat-nasehat lainnya.
SATU
Hai anakku: ketahuilah, sesungguhnya dunia ini bagaikan lautan yang dalam, banyak manusia yang karam ke dalamnya. Bila engkau ingin selamat, agar jangan karam, layarilah lautan itu dengan SAMPAN yang bernama TAKWA, ISInya ialah IMAN dan LAYARnya adalah TAWAKKAL kepada ALLAH.

DUA
Orang – orang yg sentiasa menyediakan dirinya untuk menerima nasihat, maka dirinya akan mendapat penjagaan dari ALLAH. Orang yang insyaf dan sadar setalah menerima nasihat orang lain, dia akan sentiasa menerima kemulian dari ALLAH juga.

TIGA
Hai anakku; orang yang merasa dirinya hina dan rendah diri dalam beribadat dan taat kepada ALLAH, maka dia tawadduk kepada ALLAH, dia akan lebih dekat kepada ALLAH dan selalu berusaha menghindarkan maksiat kepada ALLAH.

EMPAT
Hai anakku; seandainya ibu bapamu marah kepadamu kerana kesilapan yang dilakukanmu, maka marahnya ibu bapamu adalah bagaikan baja bagi tanam tanaman.

LIMA
Jauhkan dirimu dari berhutang, karena sesungguhnya berhutang itu boleh menjadikan dirimu hina di waktu siang dan gelisah di waktu malam.

ENAM
Dan selalulah berharap kepada ALLAH tentang sesuatu yang menyebabkan untuk tidak menderhakai ALLAH. Takutlah kepada ALLAH dengan sebenar benar takut ( takwa ), tentulah engkau akan terlepas dari sifat berputus asa dari rahmat ALLAH.

TUJUH
Hai anakku; seorang pendusta akan lekas hilang air mukanya karena tidak dipercayai orang dan seorang yang telah rusak akhlaknya akan sentiasa banyak melamunkan hal hal yang tidak benar. Ketahuilah, memindahkan batu besar dari tempatnya semula itu lebih mudah daripada memberi pengertian kepada orang yang tidak mau mengerti.

DELAPAN
Hai anakku; engkau telah merasakan betapa beratnya mengangkat batu besar dan besi yang amat berat, tetapi akan lebih berat lagi daripada semua itu, adalah bilamana engkau mempunyai tetangga yang jahat.

SEMBILAN
Hai anakku; janganlah engkau mengirimkan orang yg bodoh sebagai utusan. Maka bila tidak ada orang yang cerdik, sebaiknya dirimulah saja yang layak menjadi utusan.

SEPULUH
Jauhilah bersifat dusta, sebab dusta itu mudah dilakukan, bagaikan memakan daging burung, padahal sedikit saja berdusta itu telah memberikan akibat yang berbahaya.

SEBELAS
Hai anakku; bila engkau mempunyai dua pilihan, takziah orang mati atau hadir majlis perkarwinan, pilihlah untuk menziarahi orang mati, sebab ianya akan mengingatkanmu kepada kampung akhirat sedang kan menghadiri pesta perkarwinan hanya mengingatkan dirimu kepada kesenangan duniawi saja.

DUA BELAS
Janganlah engkau makan sampai kenyang yang berlebihan, karena sesungguhnya makan yang terlalu kenyang itu adalah lebih baiknya bila makanan itu diberikan kepada anjing saja.

TIGA BELAS
Hai anakku; janganlah engkau langsung menelan saja karena manisnya barang dan janganlah langsung memuntahkan saja pahitnya sesuatu barang itu, kerana manis belum tentu menimbulkan kesegaran dan pahit itu belum tentu menimbulkan kesengsaraan.

EMPAT BELAS
Makanlah makananmu bersama sama dengan orang orang yang takwa dan musyawarahlah urusanmu dengan para alim ulama dengan cara meminta nasihat dari mereka.

LIMA BELAS
Hai anakku; bukanlah satu kebaikan namanya bilamana engkau selalu mencari ilmu tetapi engkau tidak pernah mengamalkannya. Hal itu tidak ubah bagaikan orang yg mencari kayu bakar, maka setelah banyak ia tidak mampu memikulnya, padahal ia masih mau menambahkannya.

ENAM BELAS
Hai anakku; bilamana engkau mau mencari kawan sejati, maka ujilah terlebih dahulu dengan berpura pura membuat dia marah. Bilamana dalam kemarahan itu dia masih berusaha menginsyafkan kamu, maka bolehlah engkau mengambil dia sebagai kawan. Bila tidak demikian, maka berhati hatilah.

TUJUH BELAS
Selalulah baik tutur kata dan halus budi bahasamu serta manis wajahmu, dengan demikian engkau akan disukai orang melebihi sukanya seseorang terhadap orang lain yang pernah memberikan barang yang berharga.

DELAPAN BELAS
Hai anakku; bila engkau berteman, tempatkanlah dirimu padanya sebagai orang yang tidak mengharapkan sesuatu daripadanya. Namun biarkanlah dia yang mengharapkan sesuatu darimu.

SEMBILAN BELAS
Jadikanlah dirimu dalam segala tingkah laku sebagai orang yang tidak ingin menerima pujian atau mengharap sanjungan orang lain karena itu adalah sifat riya’ yang akan mendatangkan cela pada dirimu.

DUA PULUH
Hai anakku; janganlah engkau condong kepada urusan dunia dan hatimu selalu disusahkan olah dunia saja karena engkau diciptakan ALLAH bukanlah untuk dunia saja. Sesungguhnya tiada makhluk yang lebih hina daripada orang yang terpedaya dengan dunianya.

DUA PULUH SATU
Hai anakku; usahakanlah agar mulutmu jangan mengeluarkan kata kata yang busuk dan kotor serta kasar, karena engkau akan lebih selamat bila berdiam diri. Kalau berbicara, usahakanlah agar bicaramu mendatangkan manfaat bagi orang lain.

DUA PULUH DUA
Hai anakku; janganlah engkau mudah ketawa kalau bukan karena sesuatu yang menggelikan, janganlah engkau berjalan tanpa tujuan yang pasti, janganlah engkau bertanya sesuatu yang tidak ada guna bagimu, janganlah mensia-siakan hartamu.

DUA PULUH TIGA
Barang siapa yang penyayang tentu akan disayangi, siapa yang pendiam akan selamat daripada berkata yang mengandungi racun, dan siapa yang tidak dapat menahan lidahnya dari berkata kotor tentu akan menyesal.

DUA PULUH EMPAT
Hai anakku; bergaullah rapat dengan orang yang alim lagi berilmu. Perhatikanlah kata nasihatnya karena sesungguhnya sejuklah hati ini mendengarkan nasihatnya, hiduplah hati ini dengan cahaya hikmah dari mutiara kata katanya bagaikan tanah yang subur lalu disirami air hujan.

DUA PULUH LIMA
Hai anakku; ambillah harta dunia sekedar keperluanmu saja, dan nafkahkanlah yang selebihnya untuk bekal akhiratmu. Jangan engkau tendang dunia ini ke keranjang atau bakul sampah karena nanti engkau akan menjadi pengemis yang membuat beban orang lain. Sebaliknya janganlah engkau peluk dunia ini serta meneguk habis airnya karena sesungguhnya yang engkau makan dan pakai itu adalah tanah belaka. Janganlah engkau bertemankan dengan orang yang bersifat dua muka, kelak akan membinasakan dirimu.
sumber : alang-alangkumitir

_________________
tansah kelingan pesene si mbah :
ojo dadi wong seng rumongso biso, ananging dadio wong seng biso rumongso.

Keutamaan Menghidupkan Sunnah Rasul

Keutamaan Menghidupkan Sunnah Rasul
Kategori Hadits | 08-01-2010 | 25 Komentar

Dari ‘Amr bin ‘Auf bin Zaid al-Muzani radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِى فَعَمِلَ بِهَا النَّاسُ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا

“Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun“[1].

Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan besar bagi orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, terlebih lagi sunnah yang telah ditinggalkan kebanyakan orang. Oleh karena itu, Imam Ibnu Majah mencantumkan hadits ini dalam kitab “Sunan Ibnu Majah” pada Bab: “(Keutamaan) orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah ditinggalkan (manusia)”[2].

Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari berkata, “Orang muslim yang paling utama adalah orang yang menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah ditinggalkan (manusia), maka bersabarlah wahai para pencinta sunnah (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), karena sesungguhnya kalian adalah orang yang paling sedikit jumlahnya (di kalangan manusia)”[3].

Faidah-faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:

- Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik ucapan, perbuatan maupun penetapan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam[4], yang ditujukan sebagai syariat bagi umat Islam[5].

- Arti “menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” adalah memahami petunjuk Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengamalkan dan menyebarkannya di kalangan manusia, serta menganjurkan orang lain untuk mengikutinya dan melarang dari menyelisihinya[6].

- Orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mendapatkan dua keutamaan (pahala) sekaligus, yaitu [1] keutamaan mengamalkan sunnah itu sendiri dan [2] keutamaan menghidupkannya di tengah-tengah manusia yang telah melupakannya.

Syaikh Muhammad bih Shaleh al-’Utsaimin -rahimahullah- berkata, “Sesungguhnya sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika semakin dilupakan, maka (keutamaan) mengamalkannya pun semakin kuat (besar), karena (orang yang mengamalkannya) akan mendapatkan keutamaan mengamalkan (sunnah itu sendiri) dan (keutamaan) menyebarkan (menghidupkan) sunnah di kalangan manusia”[7].

- Allah Ta’ala memuji semua perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menamakannya sebagai “teladan yang baik“, dalam firman-Nya,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS al-Ahzaab:21).

Ini menunjukkan bahwa orang yang meneladani sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti dia telah menempuh ash-shirathal mustaqim (jalan yang lurus) yang akan membawanya mendapatkan kemuliaan dan rahmat Allah Ta’ala[8].

- Ayat ini juga mengisyaratkan satu faidah yang penting untuk direnungkan, yaitu keterikatan antara meneladani sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kesempurnaan iman kepada Allah dan hari akhir, yang ini berarti bahwa semangat dan kesungguhan seorang muslim untuk meneladani sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan pertanda kesempurnaan imannya.

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di ketika menjelaskan makna ayat di atas, beliau berkata, “Teladan yang baik (pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) ini, yang akan mendapatkan taufik (dari Allah Ta’ala) untuk mengikutinya hanyalah orang-orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan) di hari akhir. Karena (kesempurnaan) iman, ketakutan pada Allah, serta pengharapan balasan kebaikan dan ketakutan akan siksaan Allah, inilah yang memotivasi seseorang untuk meneladani (sunnah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam“[9].

Penulis: Ustadz Abdullah Taslim, MA

Artikel www.muslim.or.id
[1] HR Ibnu Majah (no. 209), pada sanadnya ada kelemahan, akan tetapi hadits ini dikuatkan dengan riwayat-riwayat lain yang semakna, oleh karena itu syaikh al-Albani menshahihkannya dalam kitab “Shahih Ibnu Majah” (no. 173).

[2] Kitab “Sunan Ibnu Majah” (1/75).

[3] Dinukil oleh imam al-Khatib al-Baghdadi dalam kitab “al-Jaami’ li akhlaaqir raawi” (1/168).

[4] Lihat kitab “Taujiihun nazhar ila ushuulil atsar” (1/40).

[5] Lihat muqaddimah kitab “al-Haditsu hujjatun binafsihi fil ‘aqa-idi wal ahkaam” (hal. 13).

[6] Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (2/9) dan “Syarhu sunan Ibni Majah” (hal. 19).

[7] Kitab “Manaasikul hajji wal ‘umrah” (hal. 92).

[8] Lihat keterangan syaikh Abdurrahman as-Sa’di dalam tafsir beliau (hal. 481).

[9] Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 481)

Menata Shaf, Sunnah Rasul yang Terabaikan

Menata Shaf, Sunnah Rasul yang Terabaikan
posted in Fiqh Ibadah, Muslimah |
Share4

Oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-Atsariyyah

Menata shaf dalam shalat merupakan hal penting saat kita menunaikan shalat berjama’ah. Namun sangat disayangkan, sunnah Rasul ini mulai diabaikan bahkan cenderung dilupakan.

Saudariku muslimah… Dalam penjelasan yang lalu kita telah mengetahui hukum shalat berjama’ah bagi wanita dan beberapa perkara yang berkaitan dengan jama’ah wanita. Namun mungkin masih tersisa di benak kita yang belum kita dapatkan keterangannya. Salah satu masalah yang bisa kita sebutkan di sini adalah tentang shaf wanita dan keberadaan mereka ketika shalat bersama pria.

Mengapa kita perlu membahas masalah shaf ini? Karena banyak kita jumpai kesalahan di kalangan sebagian wanita. Ketika mereka hadir dalam shalat berjama’ah di masjid bersama kaum pria, mereka bersegera menempati shaf yang awal, tepat di belakang shaf terakhir jama’ah pria. Mereka menduga, dengan itu mereka akan mendapatkan keutamaan. Padahal justru sebaliknya.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ صُفُوْفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا، خَيْرُ صُفُوْفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا

“Sebaik-baik shaf pria adalah shaf yang awal dan sejelek-jelek shaf pria adalah yang akhirnya. Sebaik-baik shaf wanita adalah shaf yang terakhir dan sejelek-jelek shaf wanita adalah yang paling awal.” (Shahih, HR. Muslim, no. 440)

Al-Imam Nawawi rahimahullahu berkata: “Adapun shaf-shaf pria maka secara umum selama-lamanya yang terbaik adalah shaf awal dan selama-lamanya yang paling jelek adalah shaf akhir. Berbeda halnya dengan shaf wanita. Yang dimaukan dalam hadits ini adalah shaf wanita yang shalat bersama kaum pria. Adapun bila mereka (kaum wanita) shalat terpisah dari jama’ah pria, tidak bersama dengan pria, maka shaf mereka sama dengan pria, yang terbaik shaf yang awal sementara yang paling jelek adalah shaf yang paling akhir. Yang dimaksud shaf yang jelek bagi pria dan wanita adalah yang paling sedikit pahalanya dan keutamaannya, dan paling jauh dari tuntunan syar’i. Sedangkan maksud shaf yang terbaik adalah sebaliknya. Shaf yang paling akhir bagi wanita yang hadir shalat berjama’ah bersama pria memiliki keutamaan karena wanita yang berdiri dalam shaf tersebut akan jauh dari bercampur baur dengan pria dan melihat mereka. Di samping jauhnya mereka dari interaksi dengan kaum pria ketika melihat gerakan mereka, mendengar ucapannya, dan semisalnya. Shaf yang awal dianggap jelek bagi wanita karena alasan yang sebaliknya dari apa yang telah disebutkan.” (Syarah Shahih Muslim, 4/159-160)

Al-Imam Ash-Shan’ani rahimahullahu menyatakan: “Dalam hadits ini ada petunjuk bolehnya wanita berbaris dalam shaf-shaf dan dzahir hadits ini menunjukkan sama saja baik shalat mereka itu bersama kaum pria atau bersama wanita lainnya. Alasan baiknya shaf akhir bagi wanita karena dalam keadaan demikian mereka jauh dari kaum pria, dari melihat dan mendengar ucapan mereka. Namun alasan ini tidaklah terwujud kecuali bila mereka shalat bersama pria. Adapun bila mereka shalat dengan diimami seorang wanita maka shaf mereka sama dengan shaf pria, yang paling utama adalah shaf yang awal.” (Subulus Salam, 2/49)

Dari penjelasan di atas, dapat kita pahami dua perkara berikut ini:

Bila wanita itu shalat berjama’ah dengan kaum pria, maka shaf yang terbaik baginya adalah yang paling akhir.

Sementara bila ia shalat dengan diimami wanita lain (berjama’ah dengan sesama kaum wanita) atau bersama jama’ah namun ada pemisah antara keduanya, maka shaf yang terbaik baginya adalah yang paling awal sama dengan shaf yang terbaik bagi pria, karena tidak ada kekhawatiran terjadinya fitnah antara wanita dan pria. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

لَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ لاَسْتَهَمُوْا

“Seandainya mereka mengetahui keutamaan (pahala) yang diperoleh dalam shaf yang pertama, niscaya mereka akan mengundi untuk mendapatkannya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 721 dan Muslim no. 437)

Haruskah Wanita Meluruskan Shafnya?

Saudariku muslimah…

Ketentuan yang diberlakukan syariat ini terhadap shaf pria juga berlaku bagi shaf wanita dari sisi keharusan meluruskan shaf, mengaturnya, memenuhi shaf yang awal terlebih dahulu kemudian shaf berikutnya, serta menutup kekosongan yang ada dalam shaf. (Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan, 3/157,158)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan:

سَوُّوْا صُفُوْفَكُمْ، فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاَةِ

“Luruskan shaf-shaf kalian, karena kelurusan shaf termasuk kesempurnaan shalat.” (Shahih, Al-Bukhari no. 723 dan Muslim no. 433)

Beliau juga bersabda:

لَتُسَوُّنَّ صُفُوْفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ وُخُوْهِكُمْ

“Hendaknya kalian bersungguh-sungguh meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah sungguh-sungguh akan memperselisihkan di antara wajah-wajah kalian1.” (HR. Al-Bukhari no. 717 dan Muslim no. 436)

Bila para wanita ini diimami oleh seorang wanita, maka hendaknya sebelum shalat ditegakkan imam menghadap ke makmumnya untuk meluruskan shaf mereka, dengan dalil hadits Anas radhiyallahu ‘anhu. Ia mengatakan:

أُقِيْمَتِ الصَّلاَةُ فَأَقْبَلَ عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَوَجْهِهِ فَقَالَ: أَقِيْمُوْا صُفُوْفَكُمْ وَتَرَاصُّوْا فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي

“Diserukan iqamah untuk shalat, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap ke arah kami dengan wajahnya, seraya berkata: ‘Luruskan shaf-shaf kalian dan rapatkanlah (saling menempel tanpa membiarkan adanya celah) karena sesungguhnya aku melihat kalian dari belakang punggungku.’” (HR. Al-Bukhari no. 719 dan Muslim no. 434)

Yang dimaksud dengan meluruskan shaf adalah meratakan barisan orang-orang yang berdiri di dalam shaf tersebut sehingga tidak ada yang terlalu maju atau terlalu mundur, atau menutup adanya celah di dalam barisan tersebut (Fathul Bari, 2/254). Hal ini bisa dilakukan dengan menempelkan pundak dengan pundak dan mata kaki dengan mata kaki, sebagaimana amalan para shahabat yang disebutkan oleh An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu: “Aku melihat salah seorang dari kami menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya.” (HR. Al-Bukhari dalam Kitabul Adzan; bab Ilzaqil Mankib bil Mankib wal Qadam bil Qadam fish Shaf)

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk meluruskan shaf, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menyaksikan: “Adalah salah seorang dari kami menempelkan pundaknya dengan pundak temannya dan menempelkan kakinya dengan kaki temannya.” (HR. Al-Bukhari no. 725)

Bagaimana Bila Wanita Shalat Sendirian dengan Jama’ah Pria?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah diundang makan di rumah Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Selesainya dari memakan hidangan yang disajikan, beliau mengajak penghuni rumah untuk shalat bersama beliau. Maka Anas segera membersihkan tikar milik mereka yang telah menghitam karena lama dipakai dengan memercikkannya dengan air, setelah itu ia hamparkan untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Anas mengabarkan:

صَلَّيْنَا أَنَا وَيَتِيْمٌ فِي بَيْتِنَا خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأُمِّي -أُمُّ سُلَيْمٍ- خَلْفَنَا

“Aku bersama seorang anak yatim di rumah kami pernah shalat di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedang ibuku -Ummu Sulaim- berdiri di belakang kami.” (HR. Al-Bukhari no. 380, 727 dan Muslim no. 658)

Hadits di atas menunjukkan seorang wanita bila shalat bersama kaum pria maka posisinya di belakang shaf mereka. Apabila tidak ada bersamanya wanita lain, dalam arti hanya satu wanita yang ikut dalam jama’ah tersebut, maka dia berdiri sendiri di shaf paling akhir dari shaf yang ada, demikian dikatakan Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu dalam Syarah Shahih Muslim (5/163).

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullahu berkata: “Dalam hadits ini menunjukkan wanita tidaklah berdiri satu shaf dengan kaum pria. Asal dari perkara ini adalah kekhawatiran terfitnahnya kaum pria dengan wanita….” (Fathul Bari, 2/261)

Bolehkah Seorang Pria Mengimami Seorang Wanita?

Saudariku muslimah…

Mungkin akan timbul pertanyaan: bolehkah seorang pria mengimami, yakni mereka hanya shalat berdua? Maka jawaban dari pertanyaan di atas bisa kita rinci berikut ini. Apabila wanita itu bukan mahramnya, maka haram ia berduaan (khalwat) dengannya walaupun untuk tujuan shalat. Hal ini perlu kita tekankan karena mungkin ada anggapan shalat itu ibadah sehingga tidak dipermasalahkan adanya khalwat ketika mengerjakannya. Maka ini jelas anggapan yang salah. Dalil dalam permasalahan ini adalah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang umum:

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ

“Tidak boleh seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali bila wanita itu didampingi mahramnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341)

Ulama kita pun telah menyatakan keharaman akan hal ini, berbeda halnya bila wanita tersebut adalah mahramnya atau istrinya maka dibolehkan baginya shalat berdua dengan si wanita. (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, 4/277)

Ibnu Qudamah rahimahullahu berkata: “Tidak mengapa seorang pria mengimami wanita-wanita yang merupakan mahramnya sebagaimana bolehnya ia mengimami para wanita bersama jama’ah pria. Karena (di jaman nubuwwah) para wanita biasa shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid, Nabi sendiri pernah mengimami istri-istrinya dan pernah pula mengimami Anas bin Malik bersama ibunya di rumah mereka.” (Al-Mughni, 2/200)

Wallahu ta’ala a’lam bishshawab.

Shaf Wanita di dalam Shalat

Ketika disampaikan kepada Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al-Fauzan hafizhahullah bahwasanya dalam bulan Ramadhan kaum wanita yang ikut hadir shalat berjama’ah di masjid memilih menempati shaf yang akhir. Akan tetapi shaf wanita yang pertama terpisah jauh dari shafnya jama’ah pria. Karena mayoritas wanita menempati shaf akhir ini, sehingga shaf penuh sesak dan menutup jalan bagi wanita lainnya yang hendak menuju ke shaf pertama. Mereka melakukan hal ini karena mengamalkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Shaf wanita yang paling utama adalah yang paling akhir.”

Beliau hafizhahullah memberikan jawaban terhadap permasalahan di atas dengan mengatakan: “Dalam permasalahan ini ada perincian. Apabila jama’ah wanita (yang ikut hadir di masjid) shalat tanpa ada penghalang (penutup) antara mereka dengan jama’ah pria maka keaadan mereka sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sebaik-baik shaf wanita adalah shaf yang paling akhir.” Karena shaf yang akhir itu jauh dari kaum pria sedangkan shaf yang depan dekat dengan kaum pria.”

Adapun bila mereka shalat dengan diletakkan penghalang/penutup antara mereka dengan pria, maka yang lebih utama bagi mereka adalah shaf yang terdepan karena hilangnya (tidak adanya) perkara yang dikhawatirkan, dalam hal ini fitnah antara lawan jenis. Sehingga keberadaan shaf mereka sama dengan shaf pria, yang paling depan adalah yang terbaik, selama diletakkan penutup (penghalang) antara shaf mereka dengan shaf pria. Dan shaf-shaf wanita wajib diatur sebagaimana shaf-shaf pria, mereka sempurnakan/penuhi dulu shaf yang terdepan, baru yang di belakangnya dan demikian seterusnya. (Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, 1/323/324)

Wallahu a’lam.

Footnote:

1 Maknanya, kata Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu, yaitu Allah akan meletakkan permusuhan dan kebencian di antara kalian dan berselisihnya hati-hati kalian. Karena berselisihnya mereka dalam shaf adalah perselisihan secara dzahir yang akan menjadi sebab perselisihan secara batin. (Syarah Shahih Muslim, 4/157)

(Dinukil dari Majalah Asy Syariah, Vol. I/No. 05/Dzulqa’dah 1424H/Februari 2004M, judul: Menata Shaf, Sunnah Rasul yang Terabaikan, hal. 68-71, untuk http://akhwat.web.id)

MENGIKUTI SUNNAH RASUL

MENGIKUTI SUNNAH RASUL

“ katakanlah bahwa jika kamu benar-benar mencintai Allah , maka ikutilah aku ( Muhammad ) “ ( QS. Ali Imran: 31 )
Dalam kitab “ As-Syifa bi ta’rifil huquuqil Mustafa “ telah dijelaskan tentang kewajiban seorang muslim terhadap baginda Rasulullah saw. Kitab yang dikarang oleh Al Qadhi Iyadh bin Musa al Andalusi tersebut menjelaskan bahwa ada lima perkara yang menjadi kewajiban bagi kaum muslimin terhadap Nabi Muhammad saw . Kelima kewajiban tersebut adalah : 1. Percaya dan membenarkan segala yang datang dari rasul saw. Kewajiban tersebut berlandaskan firman Allah : “ Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya , Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kalimat-kalimat Nya dan ikutilah dia agar kamu mendapat petumjuk “ ( QS. Al A’raf : 158 ) . Dengan demikian, berarti iman kepada rasul adalah suatu kewajiban muslim dan mengikuti beliau menjadi persyaratan utama untuk mendapat petunjuk. Tidak beriman kepada Rasul dan tidak mengikuti perintahnya adalah merupakan indikasi kekafiran dan kemunafiqan . “ Dan barangsiapa yang tidak beriman kepada Allah dan rasul-Nya maka sesungguhnya Kami menyediakan neraka yang bernyala-nyala untuk orang-orang yang kafir” ( QS. Al fath : 13 ) Iman kepada rasul harus dibuktikan dengan perbuatan dan sikap mengikuti perintah dan larangannya. Jika hanya mengaku beriman tetapi sikap dan perbuatannya menyimpang dari nilai-nilai keimanan itu merupakan tanda-tanda kemunafiqan ( QS. Al Munafiqun : 1 )



2. Mentaati segala petunjuk, perintah dan larangannya.

Setiap muslim berkewajiban untuk mengikuti segala petunjuk, perintah danlarangan rasul jika mereka benar-benar mengaku beriman kepada Allah. Hal ini berlandaskan firman Allah dalam Al Qur’an : “ Hai orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya sedang kamu mendengar “ ( QS. Al Anfal : 20 ) . Para ahli tafsir mengatakan bahwa taat kepada Rasul berarti mengikuti sunnah-sunnah beliau dan menerima segala apa yang dibawanya. Mengikuti sunnah berarti mengikuti segala ucapan, tindakan dan perbuatan beliau.



3. Mengikuti Rasul dan mencontoh segala perbuatannya dan bersikap sesuai engan petunjuknya. Iman dan taat kepada rasul harus dibuktikan dengan mengikuti segala ucapan, perbuatan dan sunnah-sunnah beliau. Hal tersebut dilandaskan oleh firman Allah dalam Al Qur an : “ katakanlah jika kamu benar-benar mencintai Allah , ikutilah aku ( Muhammad ) niscaya Allah akan mengasihi kamu dan mengampuni dosa-dosamu “ ( QS. Ali Imran: 31 ) . “ Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu terdapat suri teladan yang baik bagi kamu sekalian yaitu jika kamu benar-benar mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan hari akhirat serta banyak berzikir kepada Allah “ ( QS. Al Ahzab : 21 ).



4. Ttakut melanggar perintahnya.

Melanggar perintah Rasul akan mendatangkan bencana dan siksa. Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya : “ Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-nya takut akan ditimpa bencana atau ditimpa azab yang pedih “ ( QS. Annur : 63 ). “ dan barangsiapa yang menentang rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin; maka kami biarkan dia berkuasa terhadap kesesatan yang telah dibuatnya itu dan Kami masukkan ia ke dalam neraka jahannam “ ( QS. Annisa : 115 ).



5. Cinta rasul.

Iman dan taat kepada rasul berarti juga kewajiban untuk mencintai belia. “ Katakanlah : jika kamu mencintai bapakmu, anakmu , sanak saudaramu, isterimu, harta kekayaan yang kamu cari, bisnismu yang kamu selalu khawatirkan akan merugi, dan rumah kediamanmu uang kamu banggakan; lebih daripada cintamu daripada Allah dan rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya “ ( QS. At taubah : 24 ). Kita berkewajiban untuk mencintai Allah dan rasul-Nya ; jika tidak maka kita akan mendapat bencana. Dari ayat di atas boleh jadi krisis yang selama ini kita rasakan karena kita lebih mencintai bisnis, lebih mencintai harta kekayaan, lebih mencintai karier, lebih mencintai keluarga kita daripada mengikuti Allah, mengikuti sunnah Rasulullah, dan daripada berjuang di jalan Allah.



Itulah lima kewajiban seorang muslim terhadap rasulullah saw. Mari kita telusuri hidup kita selama ini, sudahkan kelima hal tersebut kita laksanakan dengan baik..? Allah menyuruh kita untuk mengikuti Rasul dan sejarah telah membuktikan bahwa sejarah rasul adalah sejarah yang paling lengkap dan rinci . Sejarah juga telah membuktikan bahwa rasul adalah contoh teladan dalam semua hal dan segala profesi. Beliau adalah pribadi yang sukses dalam semua profesi baik sebagai bapak, sebagai pemimpin masyarakat, sebagai pedagang, sebagai manajer perusahaan, sebagai pendidik, sebagai sahabat , sebagai warga masyarakat, sebagai pemimpin negara, sebagai panglima perang, sebagai teknokrat, dan lain sebagainya. Dengan mengikuti beliau berarti jaminan kesuksesan berada di tangan kita; karena beliau sudah membuktikannya sehingga masyarakat beliau merupakan masyarakat terbaik bagi sejarah kemanusiaan. ” Khairul quruuni, qarnii ”, sebaik-baik kurun adalah kurun masyarakat pada masaku, demikian sabda nabi tentang kondisi masyarakat beliau.



Mengikuti sunnah beliau berarti mengikuti sunnah beliau dalam totalitas, bukan sebagian-sebagian. Sangat kita sayangkan masih banyak di antara ummat Islam hanya melihat sunnah beliau dari satu pihak atau sebagian penampilan lahiriyah saja; sedangkan sunnah yang lebih utama yaitu akhlaq, sikap dan kepribadian beliau masih belum mendapat perhatian yang serius. Sebagaimana kita lihat di dalam masyarakat ada yang sangat rajin puasa senin kamis, tetapi kurang harmonis dalam bermasyarakat ; ada lagi yang mengikuti sunnah pakaian beliau tetapi tidak mengikuti sunnah beliau sebagai seorang yang rajin, disiplin, dan mempunyai etos kerja yang tinggi. Ada pula yang rajin bekerja, disiplin , dan mempunyai kepribadian yang baik, sayangnya hal tersebut tidak diikuti dengan sunnah ritual seperti ibadah dan lain sebagainya.



Mengikuti sunnah berarti mengikuti Rasul dalam segala hal, baik dalam ibadah, dalam bekerja, dalam berumah tangga, dalam bermasyarakat, dalam bergaul dan dalam berkarya. Rasul adalah seorang yang rajin ibadah sampai kakinya bengkak karena tahajjud di malam hari. Beliau juga adalah seorang pedagang dan manajer perusahaan yang sukses. Beliau seorang pendidik, pemimpin dan negarawan. Beliau juga penglima perang dan teknokrat , dimana beliau mencipta alat pelempar batu api yang bernama “ al Manjanik “. Beliau seorang dokter dan tabib terbukti dari hadis beliau tentang kedokteran lebih dari tigaratus buah. Oleh karena itu jika kita berprofesi sebagai pedagang, ikutilah tatacara Nabi dalam berdagang. Jika kita berprofesi sebagai pemimpin, ikutilah tatacara Nabi dalam memimpin. Jika kita seorang manajer, ikutilah nabi dalam tatacara manajemen.



Kalau kita perhatikanmasyarakat muslim sekarang, ternyata masih ada diantara ummat islam yang hanya mengikuti Rasul dalam ibadah saja; sedangkan dalam berdagang memakai cara kapitalis, dalam memimpin memakai teori yahudi, dalam bermasyarakat memakai teori ini dan itu yang kadang-kadang bertentangan dengan sunnah rasulullah saw. Seakan-akan sunnah rasul hanya berlaku dalam ibadah dan untuk penampilan lahiriyah saja. Kita bersyukur jika masyarakat telah mengikuti sunnah Rasul dalam ibadah seperti puasa sunat di hari senin kamis, atau mengikuti sunnah dalam penampilan lahiriyah seperti memakai serban, jenggot dan lain sebagainya tetapi yang lebih penting lagi adalah mengikuti sunnah beliau dalam segala hal baik dalam ibadah, dalam keluarga, dalam berbisnis, dalam perprofesi, dalam bermasyarakat, dalam bernegara dan lain sebagainya. Apalagi di saat dunia dikuasai oleh kemungkaran, maka mengikuti sunnah beliau merupakan sikap yang sangat terpuji sehingga beliau bersabda : “ Mereka yang berpegang dengan sunnahku diwaktu ummatku sedang rusak maka baginya pahala seratus syahid “. Mengikuti sistem dagang rasul di saat semua orang mengikuti sistem kapitalis, mengikuti akhlak Rasul disaat masyarakat dilanda krisis moral; membedakan antara halal dan haram di saat masyarakat sudah berbudaya permissive ( seba boleh ) ; bersikap jujur sebagai sunnah nabi di saat semua orang terbiasa dengan kolusi dan korupsi; ini merupakan perjuangan yang dijanjikan akan mendapat pahala seratus syahid.. Semoga dengan bulan maulid ini kita benar-benar dapat mengikuti sunnah rasul sesuai dengan profesi kita masing-masing. Fa’tabiru Ya Ulil albab.
Last Updated ( Tues

Jumat, 26 Agustus 2011

Tujuh Puluh Dua Golongan Umat Islam

“Kedudukan Hadits Tujuh Puluh Dua Golongan Umat Islam” ketegori Muslim. Kedudukan Hadits Tujuh Puluh Dua Golongan Umat Islam

Yazid bin Abdul Qadir Jawas

TAQDIM

Akhir-akhir ini, kita sering mendengar ada beberapa khatib dan penulis yang membawakan hadits tentang tujuh puluh dua golongan umat Islam masuk neraka dan satu golongan umat Islam masuk surga adalah hadits lemah, dan yang benar kata mereka adalah tujuh puluh dua golongan masuk surga dan satu golongan saja yang masuk neraka, yaitu golongan zindiq. Mereka melemahkan hadist tersebut karena tiga hal :
Karena sanad-sanadnya ada kelemahan.
Karena jumlah bilangan golongan yang celaka itu berbeda-beda, misalnya : satu hadits mengatakan 72 golongan masuk neraka, di hadits lain disebutkan 71 golongan dan di lain hadits disebutkan 70 golongan lebih tanpa menentukan batasnya.
Karena makna hadits tersebut tidak cocok dengan akal, semestinya kata mereka ; umat Islam ini menempati surga atau minimal menjadi separoh penghuni ahli surga.

Dalam tulisan ini Insya Allah saya akan menjelaskan kedudukan sebenarnya hadits ini serta penjelasan dari para Ulama Ahli Hadits, sehingga dengan demikian akan hilang kemusykilan yang ada, baik dari segi sanadnya maupun dari segi maknanya.

JUMLAH HADITS TENTANG TERPECAHNYA UMAT

Kalau kita kumpulkan hadits-hadits tentang terpecahnya umat menjadi 73 golongan dan satu golongan yang masuk surga, lebih kurang ada lima belas hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari sepuluh ahli hadits dari 14 shahabat Rasulullah SAW, yaitu ; Abu Hurairah, Mu’awiyah, Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash, Auf bin Malik, Abu Umamah, Ibnu Mas’ud, Jabir bin Abdillah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abu Darda’, Watsilah bin Al-Asqa’, Amr bin ‘Auf Al-Muzani, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa Al-Asy’ariy, dan Anas bin Malik.

Sebagian dari hadit-hadits tersebut ialah :

Artinya :
“Dari Abu Hurairah ia berkata : “Telah bersabda Rasulullah SAW. Kaum Yahudi telah terpecah menjadi 71 golongan atau 72 golongan dan Kaum Nashrani telah terpecah menjadi 71 golongan atau 72 golongan dan ummatku akan terpecah menjadi 73 golongan”.

Keterangan :
Hadits ini diriwayatkan oleh :
Abu Dawud : Kitabus Sunnah, 1 bab Syarhus Sunnah 4 : 197-198 nomor hadits 4596. Dan hadits di atas adalah lafadz Abu Dawud.
Tirmidzi : Kitabul Iman, 18 bab Maa ja’a fi ‘Iftiraaqi Hadzihil Ummah, nomor 2778 dan ia berkata : Hadits ini HASAN SHAHIH. .
Ibnu Majah : 36 Kitabul Fitan, 17 bab Iftiraaqil Umam, nomor 3991.
Imam Ahmad dalam Musnadnya 2 : 332 tanpa menyebutkan kata Nashara.
Hakim dalam kitabnya : Al-Mustadrak : Kitabul Iman 1 : 6 dan ia berkata : Hadits ini banyak sanadnya dan berbicara masalah pokok-pokok agama.
Ibnu hibban dalam kitab Mawaariduzh-Zhan’aam: 31 Kitabul Fitan, 4 bab Iftiraaqil Umam, halaman 454 nomor 1834.
Abu Ya’la Al-Mushiliy dalam kitabnya Al-Musnad : Musnad Abu Hurairah.
Ibnu Abi ‘Ashim dalam kitab “As-Sunnah”, bab 19-bab Fima Akhbara Bihin Nabi Anna Ummatahu Sataf Tariqu juz I hal. 33 nomor 66.
Ibnu Baththah Fil Ibanatil Kubra : bab Dzikri Iftiraaqil Umma Fiidiiniha, Wa’alakam Tartaraqul Ummah ?. juz I hal. 228 nomor 252.
.Al-Aajurriy dalam kitabnya “Asy-Syari’ah” bab Dzikri Iftiraaqil Umam halaman 15.

Semua ahli hadits tersebut di atas meriwayatkan dari jalan Muhammad bin ‘Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurarirah dari Nabi SAW.

RAWI HADITS
Muhammad bin ‘Amr bin Alqamah bin Waqqash Al-Alilitsiy.

Imam Abu Hatim berkata : Ia baik haditsnya, ditulis haditsnya dan dia adalah seorang Syaikh .
Imam Nasa’i berkata : Ia tidak apa-apa , dan pernah ia berkata bahwa Muhammad bin ‘Amr adalah orang yang tsiqah.
Imam Dzahabi berkata : Ia seorang Syaikh yang terkenal dan haditsnya hasan.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata : Ia orang yang benar, hanya ada beberapa kesalahan.

.
Abu Salamah itu Abdur-Rahman bin Auf. Beliau adalah rawi Tsiqah, Abu Zur’ah berkata : Ia seorang rawi Tsiqah.
.

DERAJAT HADITS

Hadits ini derajatnya : HASAN, karena ada Muhammad bin ‘Amr, tetapi hadits ini menjadi SHAHIH karena banyak SYAWAHIDNYA.

Tirmidzi berkata : Hadits ini HASAN SHAHIH.
Hakim berkata : Hadits ini SHAHIH menurut syarat Muslim dan keduanya tidak mengeluarkannya, dan Imam Dzahabi menyetujuinya. .

Ibnu Hibban dan Asy-Syathibi dalam Al-’Itisham 2 : 189 menshahihkan hadits ini. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menshahihkan hadits ini dalam kitab Silsilah Hadits Shahih No. 203 dan Shahih Tirmidzi No. 2128.

Artinya :
“Dari Abu Amir Abdullah bin Luhai, dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan, bahwasanya ia pernah berdiri di hadapan kami, lalu ia berkata : Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah SAW pernah berdiri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda : Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kami dari ahli kitab terpecah menjadi 72 golongan, dan sesungguhnya umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan. Adapun yang tujuh puluh dua akan masuk neraka dan satu golongan akan masuk surga, yaitu “Al-Jama’ah”.

Keterangan :
Hadits ini diriwayatkan oleh :
Abu Dawud : Kitabus Sunnah, bab Syarhus Sunnah 4 : 198 nomor 4597. Dan hadits di atas adalah lafadz Abu Dawud.
Darimi 2 : 241 bab Fii Iftiraaqi Hadzihil Ummah.
Imam Ahmad dalam Musnadnya 4 : 102
Hakim dalam kitab Al-Mustadrak 1: 128.
Al-Aajurriy dalam kitab “Asy-Syari’ah” hal : 18
Ibnu Abi’Ashim dalam kitab As-Sunnah 1 : 7 nomor 1 dan 2.
Ibnu Baththah Fil Ibanati Kubra 1 : 221, 223 nomor 245 dan 247.
Al-Laalikai dalam kitab ‘Syarhu Ushuulil i’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah 1 : 101-102 nomor 150 tahqiq Dr Ahmad Sa’ad Hamdan.
Ashbahaani dalam kitab “Al-Hujjah Fi Bayaanil Mahajjah” fasal Fidzikril Ahwa’ al Madzmumah al Qismul Awwal hal 177 nomor 107.

Semua Ahli Hadits tersebut di atas meriwayatkan dari jalan :
Shafwah bin ‘Amr, ia berkata : Telah memberitakan kepadaku Azhar bin Abdullah Al-Hauzani dari Abu ‘Amr Abdullah bin Luhai dari Mu’awiyah.

RAWI HADITS
Shafwah bin ‘Amir bin Haram as-Saksakiy : Ia dikatakan Tsiqah oleh Al-’Ijliy, Abu Hatim, Nasa’i, Ibnu Sa’ad, ibnul Mubarak dan lain-lain.

Dzahabi berkata : Mereka para ahli hadits mengatakan ia orang Tsiqah.
Ibnu Hajar berkata : Ia orang Tsiqah.

.
Azhar bin Abdullah Al-Haraazi. Ia dikatakan Tsiqah oleh Al-I’jiliy dan Ibnu Hibban. Imam Dzahabi berkata : Ia seorang tabi’in dan haditsnya hasan. Ibnu Hajar berkata : Ia Shaduq dan ia dibicarakan tentang nashb.
.

Abu ‘Amir Al-Hauzani ialah Abu Amir Abdullah bin Luhai.

Abu Zur’ah dan Daraquthni berkata : ia tidak apa-apa yakni boleh dipakai.
Al’Ijily dan Ibnu Hibban mengatakan dia orang Tsiqah.
Dzahabi dan Ibnu Hajar berkata : Ia orang Tsiqah.

.

DERAJAT HADITS

Derajat hadits ini : HASAN, karena ada rawi Azhar bin Abdullah, tetapi hadits ini menjadi SHAHIH dengan SYAWAHIDNYA.

Hakim berkata : Sanad-sanad hadits ini harus dijadikan hujjah untuk menshahihkan hadits ini. Dan Imam Dzahabi menyetujuinya. .

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : Hadits ini Shahih Masyhur .

Artinya :
“Dari Auf bin Malik ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam : Sesungguhnya umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, satu golongan masuk surga, dan tujuh puluh dua golongan masuk neraka”. Beliau ditanya : “Ya Rasulullah, Siapakah satu golongan itu ?”. Beliau menjawab ; “Al-Jama’ah”.

Keterangan.
Hadits ini diriwayatkan oleh :
Ibnu Majjah : Kitabul Fitan, bab Iftiraaqil Umam II:1322 nomor 3992.
Ibnu Abi ‘Ashim 1:32 nomor 63
Al-Laaikaaiy Syarah Ushul I’tiqaad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah 1:101.

Semuanya meriwayatkan dari jalan ‘Amr bin ‘Utsman, telah menceritakan kepada kami ‘Abbad bin Yusuf, telah menceritakan kepadaku Sahfwan bin ‘Amr dari Rasyid bin Sa’ad dari ‘Auf bin Malik.

RAWI HADITS
‘Amr bin ‘Utsman bin Sa’id bin Katsir Dinar Al-Himshi. Nasa’i dan Ibnu Hibban mengatakan : Ia orang Tsiqah .
‘Abbad bin Yusuf Al-Kindi Al-Himshi. Ibnu ‘Adiy berkata : Ia meriwayatkan dari Shafwan dan lainnya hadits-hadits yang ia menyendiri dalam meriwayatkannya. Ibnu Hajar berkata : Ia maqbul . .
Shafwan bin ‘Amr : Tsiqah .
Rasyid bin Sa’ad : Tsiqah .

DERAJAT HADITS

Derajat hadits ini : HASAN karena ada ‘Abbad bin Yusuf, tetapi harus mejadi SHAHIH dengan beberapa SYAWAHIDNYA.

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengatakan hadits ini SHAHIH dalam Shahih Ibnu Majah II:36 nomor 3226 cetakan Maktabul Tarbiyah Al’Arabiy Liduwalil Khalij cet: III tahun 1408H.

Hadits tentang terpecahnya umat menjadi 73 golongan diriwayatkan juga oleh Anas bin Malik dengan mempunyai 8 jalan di antaranya dari jalan Qatadah diriwayatkan oleh Ibnu Majah No. 3993.
Imam Bushiriy berkata : Isnadnya Shahih dan rawi-rawinya tsiqah. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah No. 3227. {Lihat : 7 sanad yang lain dalam Silsilah Hadits Shahih 1:360-361.

Imam Tirmidzi meriwayatkan dalam kitabul Iman, bab Maaja’ Fiftiraaqi Hadzihi Ummah No. 2779 dari shahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al-Ash dan Imam Al-Lalikaiy juga meriwayatkan dalam kitabnya Syarah Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah I:99 No. 147 dari shahabat dan dari jalan yang sama, dengan ada tambahan pertanyaan, yaitu : Siapakah golongan yang selamat itu ?. Beliau SAW menjawab :

“MAA ANAA ‘ALAIYHI WA-ASH-HAABII”

“Ialah golongan yang mengikuti jejak-Ku dan jejak para shahabat-Ku”.

RAWI HADITS

Dalam sanad hadits ini ada rawi yang lemah yaitu : Abdur Rahman bin Ziyad bin An’um Al-ifriqy. Ia dilemahkan oleh Yahya bin Ma’in, Imam Ahmad, Nasa’i dan selain mereka. Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata : Ia lemah hapalannya..

DERAJAT HADITS

Imam Tirmidzi mengatakan hadist ini HASAN, karena banyak syawahidnya. Bukan beliau menguatkan rawi ini, karena dalam bab Adzan beliau melemahkan rawi ini. .

KESIMPULAN

Kedudukan hadits-hadits di atas setelah diadakan penelitian oleh para Ahli Hadits, maka mereka berkesimpulan bahwa hadits-hadits tentang terpecahnya umat ini menjadi 73 golongan, 72 golongan masuk neraka dan satu golongan masuk surga adalah HADITS SHAHIH yang memang datangnya dari Rasulullah SAW, dan tidak boleh seorangpun meragukan tentang keshahihan hadits-hadits tersebut, kecuali kalau dia dapat membuktikan secara ilmu hadits tentang kelemahan hadits-hadits tersebut.

SEBAGIAN YANG MELEMAHKAN

Ada sebagian orang yang melemahkan hadits-hadits tersebut, karena melihat jumlah yang berbeda-beda, yakni; di suatu hadits tersebut 70, di hadits lain disebut 71, di hadits lain lagi disebutkan 72 terpecahnya dan satu masuk surga. Oleh karena itu saya akan terangkan tahqiqnya, berapa jumlah firqah yang binasa itu ?
Di hadits ‘Auf bin Malik dari jalan Nu’aim bin Hammad, yang diriwayatkan oleh Bazzar I:98 No. 172 dan Hakim IV:130 disebut 70 lebih dengan tidak menentukan jumlahnya yang pasti. Tetapi sanad hadits ini LEMAH karena ada Nu’aim bin Hammad. Ibnu Hajar berkata : Ia banyak salahnya. Nasa’i berkata :Ia orang yang lemah. .
Di hadits Sa’ad bin Abi Waqqash dari jalan Musa bin “Ubaidah ar-Rabazi yang diriwayatkan oleh Al-Ajurriy Fisy-”Syari’ah”, Bazzar fi “Kasyfil Atsar” No.284 dan Ibnu Baththah Fil “Ibanatil Kubra” No. 42,245,246, disebut 71 golongan sebagaimana Bani Israil. Tetapi sanad hadits ini LEMAH karena Musa bin ‘Ubaidah adalah rawi LEMAH. .
Di hadits ‘Amr bin Auf dari jalan Katsir bin Abdillah, dan dari Anas dari jalan Al-Walid bin Muslim yang diriwayatkan oleh Hakim I:129 dan Imam Ahmad, disebut 72 golongan. Tetapi sanad ada dua rawi di atas .
Di hadits Abu Hurairah, Mu’awiyah ‘Auf bin Malik, Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, Ali bin Abi Thalib dan sebagian dari jalan Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh para Imam ahli hadits disebut 73 golongan, yaitu ; 72 golongan masuk neraka dan 1 golongan masuk surga, dan derajat hadits-hadits ini adalah shahih sebagaimana sudah dijelaskan di atas.

TARJIH

Hadits-hadist yang menerangkan tentang terpecahnya ummat menjadi 73 golongan adalah lebih banyak sanadnya dan lebih kuat dibanding hadits-hadits yang menyebut 70, 71 atau 72.

MAKNA HADITS

Sebagian orang menolak hadits-hadits yang shahih karena mereka lebih mendahulukan akal ketimbang wahyu, padahal yang benar adalah wahyu yang berupa nash Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih lebih tinggi dan lebih utama dibanding dengan akal manusia, karena manusia ini adalah lemah, jahil , zhalim, sedikit ilmunya, sering berkeluh kesah, sedangkan wahyu tidak ada kebathilan di dalamnya .

Adapun soal makna hadits masih musykil maka janganlah cepat-cepat kita menolak
hadits-hadits shahih, karena betapa banyaknya hadits-hadits shahih yang belum kita pahami makna dan maksudnya .!!

Yang harus digarisbawahi adalah bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih tahu daripada kita. Rasulullah SAW menerangkan bahwa umatnya akan mengalami perpecahan dan perselisihan dan akan menjadi 73 firqah,semuanya ini telah terbukti. Yang terpenting bagi kita sekarang ini ialah berusaha mengetahui tentang kelompok-kelompok yang binasa dan golongan yang selamat serta ciri-ciri mereka berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah As-Shahihah dan penjelasan para shahabat dan para Ulama Salaf, agar kita menjadi golongan yang selamat dan menjauhkan diri dari kelompok-kelompok sesat yang kian hari kian berkembang.

Wallahu ‘alam.

Sumber Kedudukan Hadits Tujuh Puluh Dua Golongan Umat Islam : http://assunnah.or.id

JAGA 7 SUNNAH RASULULLAH S.A.W

JAGA 7 SUNNAH RASULULLAH S.A.W
« pada: Februari 11, 2009, 11:16:09 pm »
"Cerdasnya orang yang beriman adalah dia yang mampu mengolah hidupnya yang sesaat, yang sekejap untuk hidup yang panjang. Hidup bukan untuk hidup, tetapi hidup untuk Yang Maha Hidup. Hidup bukan untuk mati, tapi mati itulah untuk hidup.

Kita jangan takut mati, jangan mencari mati, jangan lupakan mati, tapi rindukan mati. Karena, mati adalah pintu berjumpa dengan Allah SWT. Mati bukanlah cerita dalam akhir hidup, tapi mati adalah awal cerita sebenarnya, maka sambutlah kematian dengan penuh ketakwaan.

Hendaknya kita selalu menjaga tujuh sunnah Nabi setiap hari. Ketujuh sunnah Nabi SAW itu adalah:

Pertama: tahajjud, karena kemuliaan seorang mukmin terletak pada tahajjudnya.

Kedua: membaca Al-Qur'an sebelum terbit matahari Alangkah baiknya sebelum mata melihat dunia, sebaiknya mata membaca Al-Qur'an terlebih dahulu dengan penuh pemahaman.

Ketiga: jangan tinggalkan masjid terutama di waktu shubuh. Sebelum melangkah kemana pun langkahkan kaki ke mesjid, karena mesjid merupakan pusat keberkahan, bukan kerana panggilan muadzin tetapi panggilan Allah yang mencari orang beriman untuk memakmurkan mesjid Allah.

Keempat: jaga sholat dhuha, karena kunci rezeki terletak pada solat dhuha.

Kelima: jaga sedekah setiap hari. Allah menyukai orang yang suka bersedekah, dan malaikat Allah selalu mendoakan kepada orang yang bersedekah setiap hari.

Keenam: jaga wudhu terus menerus karena Allah menyayangi hamba yang berwudhu. Kata khalifah Ali bin Abu Thalib, "Orang yang selalu berwudhu senantiasa ia akan merasa selalu solat walau ia sedang tidak solat, dan dijaga oleh malaikat dengan dua doa, ampuni dosa dan sayangi dia ya Allah".

Ketujuh: amalkan istighfar setiap saat. Dengan istighfar masalah yang terjadi kerana dosa kita akan dijauhkan oleh Allah.

Zikir adalah bukti syukur kita kepada Allah. Bila kita kurang bersyukur, maka kita kurang berzikir pula, oleh karena itu setiap waktu harus selalu ada penghayatan dalam melaksanakan ibadah ritual dan ibadah ajaran Islam lainnya. Zikir juga merupakan makanan rohani yang paling bergizi, dan dengan zikir berbagai kejahatan dapat ditangkal sehingga jauhlah umat manusia dari sifat-sifat yang berpangkal pada materialisme dan hedonisme.

di kutip dari: http://www.iluvislam.com/v1/readarticle.php?article_id=1391

ane hanya mentranslete dari bahasa malaysia ke indonesia
« Edit Terakhir: Februari 11, 2009, 11:19:40 pm oleh i am none »
Tercatat
rinduku padamu ya syuhada, kapan kah aku akan menyusulimu??
khaira asyifa
Rahasia tujuh sunah nabi
langsung cekibrot aja gan tentang 7 sunah yang biasa nabi lakukan selain sunah2 yang lain yang biasa nabi kerjakan,.katanya si ke tujuh sunah ini sangat membantu sebagai modal menuju yaumul hisab,.

yang pertama :
tahajud : kita akan mendapatkan nurhidayah

kedua :
membiasakan membaca al qur'an : kita akan dibimbing selalu oleh Allah

ketiga :
langkahkan kaki ke mesjid solat berjamaah : niscaya kita akan menjadi hamba Allah yang berkah

keempat :
jaga shalat duha : Allah akan mudahkan untuk mendapatkan rejeki

kelima :
jaga sedekah setiap hari : maka Allah akan mudahkan setiap urusan kita setiap saat

keenam :
biasakan menjaga wudhu : maka malaikat akan terus menerus mendampingi dan mendo'akan kita

ketujuh :
perhebat istighfar ; maka Allah pun sayang pada kita


NB: tanpa bermaksud sara lho...

Dampak positif berpuasa terhadap kesehatan fisik



Ramadhan telah tiba, bulan keberkahan yang penuh rahmat telah ada di hadapan kita. Saatnya kita isi bulan penuh rahmat ini dengan ibadah yang penuh makna. Untuk ibadah puasa ini sebagian masyarakat selain mempersiapkan kebutuhan ibadah dan makanan, juga mempersiapkan kesehatan, karena bila badan sehat puasa pun akan lebih nikmat.

Saat ini sudah umum masyarakat mempersiapkan diri dengan konsultasi ke dokter, bagaimana caranya agar dapat berpuasa dengan baik terutama bagi yang mempunyai penyakit tertentu. Ada juga yang bertanya, apakah boleh berpuasa dalam kondisi sedang menderita penyakit. Jawabannya, tergantung penyakit yang diderita dan keparahan penyakitnya.

Dalam QS. Al-Baqarah ayat 183, Allah mewajibkan berpuasa bagi orang-orang yang beriman. Selanjutnya pada QS. Al-Baqarah ayat 184, Allah berfirman: Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Berkaitan dengan ayat diatas, Allah telah memberikan keringanan bagi orang yang sakit yang tidak mampu berpuasa karena gangguan fisiknya. Namun banyak pula penyakit yang dapat disembuhkan dengan berpuasa, sebagaimana firman Allah SWT Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Bagi orang yang sedang menderita sakit , perlu dikaji apakah penyakitnya karena gangguan fisik ataukah gangguan psikis/pikiran? Pada penyakit karena adanya kelainan fisik yang berat lebih baik tidak memaksakan berpuasa apabila dengan berpuasa akan menyebabkan bertambah berat penyakitnya. Untuk hal ini Allah SWT telah memberikan solusi melalui ayat diatas tadi. Ada baiknya konsultasi dengan dokter. Namun tidak sedikit penyakit yang dirasakan sepertinya ada kelainan fisik padahal penyakitnya disebabkan kelainan psikis/pikiran, misalnya penyakit maag.

Banyak penyakit maag yang disebabkan karena kelainan psikis, bukan gangguan fisiknya. Pada yang semacam ini biasanya dengan berpuasa akan lebih baik dan dapat menyembuhkan karena adanya ketenangan sehingga produksi asam lambung tidak berlebihan. Kalau ada keraguan mana yang lebih baik, berpuasa atau tidak, ada baiknya konsultasi terlebih dahulu dengan dokter.

Umumnya puasa mempunyai dampak positif terhadap organ tubuh, di antaranya sistem pencernaan, pernapasan, sirkulasi darah, sistem hormon, dan lain-lain. Di luar bulan puasa pencernaan kita bekerja selama 18 jam atau lebih dalam sehari. Pada saat puasa , pencernaan dan enzym serta hormon yang berhubungan dengan pencernaan beristirahat cukup lama sekitar 12 jam sehingga sistem pencernaan akan mengalami perbaikan yang menimbulkan dampak positif. Selain itu saat berpuasa tubuh menggunakan zat makanan yang tersimpan dan tertimbun berlebihan dalam tubuh untuk proses metabolisme, sehingga akan menimbulkan dampak positif keseimbangan zat-zat dalam tubuh kita.

Berbicara dampak puasa terhadap kesehatan jauh lebih banyak dampak positifnya, baik dampak terhadap kesehatan fisik, psikis, maupun sosial.

Dampak positif berpuasa terhadap kesehatan fisik adalah sebagai berikut.

1. Bagi penderita yang mempunyai tinggi kolesterol, trigliserida, saat berpuasa tubuh akan menggunakan lemak yang tersimpan berlebihan dalam tubuh, yang akhirnya kadar lemak dalam tubuh akan menjadi normal.
2. Bagi penderita penyakit gula, puasa akan membuat gula darah cenderung turun, karena proses metabolisme dalam tubuh saat berpuasa.
3. Bagi penderita dengan gangguan saluran cerna, berpuasa akan menyehatkan sistem pencernaan. Di waktu puasa, lambung dan sistem pencernaan akan istirahat selama lebih kurang 12 sampai 14 jam, selama lebih kurang satu bulan.
4. Bagi penderita obesitas atau kegemukan, puasa dapat mengurangi berat badan berlebih, karena puasa dapat menghilangkan lemak dan mengeluarkan kalori yang berlebih.
5. Puasa dapat meningkatkan daya tahan tubuh dengan peningkatan sel darah putih yang berfungsi untuk pertahanan tubuh.
6. Puasa dapat meningkatkan kesabaran, karena adanya perbaikan fungsi hormon yang mempengaruhi tubuh untuk menjadi stabil, tenang dan nyaman.
7. Puasa dapat meremajakan sel-sel tubuh, karena pada saat berpuasa, organ tubuh berada pada posisi rileks, sehingga mempunyai kesempatan untuk memperbarui sel-selnya, sebagaimana saat kita beristirahat/tidur.
8. Puasa memberikan rangsangan terhadap seluruh sel, jaringan, dan organ tubuh sehingga akan menghasilkan, memulihkan, dan meningkatkan fungsi organ sesuai fungsi fisiologisnya.

Dampak positif berpuasa terhadap kesehatan psikis adalah sebagai berikut.

1. Puasa bagi penderita sakit maag yang disebabkan gangguan psikis.
Dengan berpuasa produksi lambung akan terkendali sehingga keluhan mual, nyeri, dan kembung akan berkurang.
2. Puasa bagi penderita depresi atau kecemasan yang berlebihan.
Dengan berpuasa pikiran lebih tenang, hormon yang mempengaruhi kecemasan akan terkendali, sehingga akan ada keseimbangan hormon yang membuat diri menjadi nyaman dan tenang.
3. Puasa bagi yang mempunyai kelainan seksual.
Dengan berpuasa hormon seks akan terkendali, menyebabkan kendali seksual akan lebih baik.

Dampak puasa terhadap kesehatan sosial adalah sebagai berikut.

1. Dengan berpuasa, kita dapat mengingat dan merasakan penderitaan orang lain yang kekurangan, yang sering merasakan lapar dan haus disepanjang hidupnya walaupun bukan saat berpuasa. Hal ini dapat menjadi cermin bagi kita bagaimana orang-orang yang nasibnya kurang beruntung merasakan hal ini, semestinya perasaan ini akan menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kita kepada kaum muslimin lainnya yang masih hidup serba kekurangan.
2. Selama bulan Ramadhan kita juga dianjurkan untuk saling memberi, baik saling berbagi pada pada saat berbuka puasa atau berbagi melalui zakat fitrah dan zakat mal. Perasaan saat berbagi pasti akan menimbulkan rasa nyaman dan bahagia dalam kebersamaan.

Untuk mencapai puasa yang sehat dan nikmat, mudah-mudahan tips di bawah ini bermanfaat:

1. Upayakan jenis makanan tidak berbeda jauh dengan makanan sehari-hari sebelum bulan puasa.
2. Sebaiknya mengonsumsi makanan yang lambat dicerna termasuk makanan yang mengandung serat, bukan makanan yang cepat dicerna.
3. Makanan yang dimakan harus seimbang, mengandung komponen buah, sayuran, daging/ayam/ikan, roti/sereal, dan produk susu.
4. Minumlah secukup mungkin air atau jus buah antara waktu berbuka sampai tidur malam sehingga tubuh anda bisa menyesuaikan kadar cairan pada waktunya.
5. Sebaiknya hindari makanan yang terlalu berlemak , makanan yang mengandung terlalu banyak gula.
6. Hindari merokok
Sungguh telah aku tutrunkan dia (Al Qur’an) dalam Lailatul Qodar. Tahukah kamu apa itu Lailatul Qodar. Lailatul Qodar itu lebih menjadi pilihan ketimbang seribu bulan. Para malaikat dan (Jibril yang menjadi Ruh), turun di malam itu atas izin Tuhan mereka (mengurai) segala (belitan) urusan. Mereka menyapa “salam” (selamat bagi semua, hamba Allah yang teguh). Malam seribu bulan itu (menebarkan berkahnya) samapai fajar menyingsingkan pijar.

Ketika datang Lailatul Qodar, Nabi sedang sujud. Bersamaan dengan datangnya, hujan turun dengan derasnya. Air hujan yang pealn-pelan menggenangi tempat sujud Nabi, yang dengan lembut menyapa kulit muka beliau, sama sekali tak mengurangi keasyikan beliau menikmati prosesi malaikat yang dipimpin Jibril turun membelai dan menebar al qadar di muka bumi. Nabi yang tenggelam dalam keasyikannya.

Keasyikan berbeda yang tak ada seorang perawi pun mengisahkannya secara imajiner, dilukiskan seorang ulama sebagai yang tiada taranya. Terbukti dengan sujud Nabi yang sangat panjang, sangat lama dan tidak mempedulikan bagian gemercik air hujan yang makin lama membahasi pipi-mulia Nabi. Beliau sama sekali tidak bergeming. Tenggelam dalam keasyikan mendalam mengikuti prosesi malaikat dalam tabuh merdu segala merdu. Dlaam kidiung keselamatan membuluh perindu, yang didedangkan tak henti sampai fajar menyapa semesta. Malaikat pun menorehkan keindahan di mana-mana. Di hati pemburu Laialtul Qodar. Di hati kita. Wao! Betapa!

Kita telah melakukan ancang-ancang sejak awal Ramadhan dan nafsu selama sua puluh hari penuh telah kita latih menyabari amal yang paling membosankan sekalipun. Kita lakukan amal yang di luar Ramadhan tidak pernah kita kerjakan. Tarawih, tadarrus, dan sedekah.

Kita telah melatih hati dan nafsu kita untuk memiliki ketahanan dan daya tahan kuat demi pahala yang terhitung kelipatannya. Di antara kita bahkan ada yang sudah memulai iktikaf sejak tanggal sebelas, lalu meneruskannya dengan lebih intens hingga Ramadhan berakhir. I’tikaf adalah adalah bagian dari ibadah yang paling ringan. Hanya thenguk-thenguk, duduk diam di masjid, tanpa bacaan, tanpa menggerakkan anggota badan, bahkan terkantuk-kantuk, namun punya nilai dan berpahala.

Nabi menganjurkan kepada kita menangguk datangnya Lailatul Qodar dengan ber i’tikaf itu, dengan ibadah paling ringan itu. Agar semua kita bisa melaksanakan dan memperoleh keunggulan malam seribu bulan yang dahsyat itu, yang setiap mukmin pasti mendambakannya itu. Allah menggambarkan, Lailatul Qodar (seharusnya) menjadi pilihan ketimbang seribu bulan. Artinya, dia sangat diikhtiarkan sungguh-sungguh oleh setiap shaim. Dan itu tidaklah terlalu berat. Dia berada dalam satu malam pada lima malam (saja) yang dijanjikan pasti datang, yaitu pada malam-malam tanggal 21, 23, 25, 27, dan 29 Ramadhan.

Begitu menurut Nabi. Di antara kita (dari sekian Muslim yang berpuasa) telah memanjakan nafsu dan keinginan untuk lebih suka bersantai sebelum malam-malam itu menjelang. Tidur dan merenung. Setelah malam-malam itu lewat, kita berbuat sesuka nafsu keinginan kita. Sepanjang tahun. Allah dan Nabi menginginkan agar orang-orang beriman dapat menikmati pemandandan sangat indah, prosesi malaikat yang dipimpin Jibril turun ke bumi dengan gebyar warna-warni indah pelangi yang serasi. Sambil menebar janji pahala tak terhingga kelipatannya, hanya satu malam saja ditangguk oleh shaim yang berlega hati “thaharri berupaya bersungguh-sungguh “menemukannya”. Sungguh.

Kita semua percaya itu, karena kita mukmin yang beriman pada yang ghaib. Prosesi malaikat Laialatul Qodar itu ghaib dan hanya bisa disaksikan dengan mata hati yang tajam, bening, dan bersih dari “roin” (cemar duniawi yang menyaput nurani karena perbuatan tak bermutu yang dilakukan sehari-hari). Selama dua puluh hari kita telah mengelap gemerlap hari kita, membersihkannya dari “roin” sehingga manakala kita berlega hati meneguhkan konsentrasi penuh mencegat iring-iringan prosesi malaikat dan Ruh di malam al-qadar itu, dengan mata hati kita yang telah bening itu, niscaya kita akan dapat menyaksikan keindahan tiada tara itu. Keindahan malam seribu bulan.

Mudah-mudahan di malam itu kita sempat menggumamkan doa : “Rabbana Inna Ka ‘Afuwun Karim, Tuhibbul ‘afwa fa’fu anna”. “Duh Gusti, Paduka Maha Pengampun lagi Maha Pemurah, Paduka menyukai pengampunan, ampunkan dosa kami. ” Kembalikan Gusti, perekat kebangsaan kami, perekat keindonesiaan kami. Amin.

Kamis, 25 Agustus 2011

IBADAH SHAUM DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN

Kita menjalankan shaum secara penuh di bulan suci Ramadhan selama satu bulan, dan melaksanakannya bukan karena motivasi lain kecuali semata-mata karena iman dan ingin memperoleh ridha Allah swt., maka insya Allah, Allah swt akan mengampuni segala dosa-dosa yang telah dikerjakan pada masa lalu. Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa menjalankan shaum di bulan Ramadhan dan menjalankannya semata-mata karena beriman dan ingin memperoleh imbalan pahala dari Allah swt, maka Allah mengampuni semua dosa-dosa yang telah dilakukannya”. (HR. Imam Al Bukhari dan Muslim, Ahmad ibn Hanbal, Ibnu Majah dari Abu Hurairah ra.). Untuk semua itu, semoga Allah swt menerima amal ibadah shaum kita semua, mengembalikan kita semua ke fithrah asli kejadian kita, dan Dia menjadikan kita semua sebagai orang yang berbahagia baik di dunia maupun di akhirat kelak. Untuk menyempurnakan kebahagiaan ini sudah selayaknya diantara sesama manusia untuk saling memaafkan satu sama lain, baik lahir maupun bathin atas segala kekhilapan dan kesalahan serta kekeliruan yang disengaja maupun tidak disengaja. Shaum merupakan proses penggemblengan diri menuju pribadi yang berjiwa, berpikiran dan bertindak secara Islami yang tidak memisahkan antara agama dengan kehidupan. Orang yang sedang melaksanakan shaum tingkat keikhlasan menjalankan shaumnya sangat tinggi karena kecil kemungkinan seseorang berlapar-lapar shaum hanya ingin dipuji oleh manusia bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Untuk itu, shaum adalah penghapus kesalahan, seperti dalam hadits sahih Rasulullah saw. bersabda,”Dari shalat ke shalat, dari Jumat ke Jumat lagi, dari umrah ke umrah yang lain, dari satu Ramadhan ke Ramadhan yang lain adalah kafarat (dapat menghapuskan dosa-dosa) selama bukan termasuk dosa besar.” (HR. Muslim).

Ramadhan adalah Bulan Tarbiyah

Ramadhan adalah bulan tarbiyah, pendidikan, atau latihan bagi jiwa dalam menghadapi berbagai permasalahan sehingga siap melaksanakan berbagai kegiatan. Pada bulan ini biasanya manusia melipat gandakan amal dan ibadatnya. Tarbiyah selama sebulan penuh seharusnya diikuti pada bulan-bulan berikutnya dengan berbagai amal saleh. Ramadhan menjadi training centre untuk berlatih memperbaiki diri agar menjadi insan yang bertakwa. Untuk itu diperlukan persiapan dan latihan selama bulan Ramadhan. Rasulullah saw. memberikan pembelajaran kepada kita agar diberikan kekuatan dan kemampuan agar dapat melakukan berbagai amal saleh. Ramadhan mendidik manusia menjadi Rabbani, bukan hanya menjadi Ramadhani, yaitu manusia yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah swt. selama hidupnya tidak hanya pada bulan Ramadhan saja. Ramadhan memerlukan kesiapan diri untuk berjuang dan bertarung melawan hawa nafsu dan syetan serta menyiapkan diri mendapatkan keridhaan Allah swt.

Sejatinya setelah kita menjalankan shaum sebulan penuh di bulan Ramadhan akan mendapatkan hari kemenangan setelah bertarung melawan hawa nafsu. Shiyam atau shaum yang kita laksanakan selama bulan Ramadhan ini pada hakekatnya bukan hanya sekedar menahan lapar, dahaga dan dorongan pemenuhan kebutuhan seksual di siang hari semata-mata. Perjuangan yang paling berat adalah berperang melawan dorongan hawa nafsu yang selalu cenderung untuk menyuruh kepada hal-hal yang buruk atau jahat. Firman Allah swt. dalam QS Yusuf ayat 53,”Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dorongan hawa nafsu yang muqoddimahnya adalah tuntutan pemenuhan kebutuhan perut dan syahwat apabila diikuti tanpa kendali akan menjerumuskan manusia ke dalam perilaku yang nista. Diantara contohnya adalah perilaku serakah, mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya, atau perbuatan-perbuatan lain yang dilarang oleh syari’at Islam dan/atau bertentangan dengan norma-norma serta aturan-aturan perundangan yang berlaku. Bila kita perhatikan secara seksama, perbuatan-perbuatan seperti itu pada hakekatnya adalah mengikuti dorongan-dorongan nafsu dan bujukan syetan yang harus diperangi, bukan hanya di bulan suci Ramadhan tetapi harus diperangi setiap saat dalam kehidupan kita. Upaya untuk melatih diri dalam melawan dorongan hawa nafsu ini dilakukan dengan menjalankan shaum selama bulan Ramadhan. Pada bulan Ramadhan umat Islam dilatih untuk mengendalikan diri atau menahan diri dari memenuhi kebutuhan hawa nafsu meskipun hal semacam itu pada waktu-waktu lain halal dilakukan. Contohnya adalah makan, minum, dan bergaul intim suami isteri yang sah menurut syariat Islam pada waktu siang hari. Pengendalian diri ini untuk membebaskan diri dari penghambaan kepada hawa nafsu. Itulah yang disebut dengan jihadunnafs atau jihad melawan hawa nafsu, seperti firman Allah dalam QS. Al Ankabuut ayat 69,”Dan barangsiapa berjihad untuk mencari keridhaan Kami, sungguh akan Kami tunjukan kepadanya jalan-jalan Kami dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat kebaikan.” Shaum merupakan fondasi dasar dalam pembentukan semangat atau mental izzatun nafs (berjiwa besar) yang diperlukan untuk tetap berdirinya dengan tegak Islam di muka bumi ini. Kaum muslimin seharusnya mampu menjawab tantangan jaman yang sedang berkembang pesat ini yang cenderung lebih memperturutkan hawa nafsu materialistis dan kurang memperhatikan nilai-nilai spiritual untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.

Alhamdulillah shaum Ramadhan yang pada hakekatnya merupakan latihan dan/atau ikhtiar men-charge kembali (charging) kemampuan melawan hawa nafsu ini sedang/sudah kita laksanakan sebulan penuh. Kita bersyukur karena akan dan telah memenangkan peperangan melawan hawa nafsu ini sehingga kita nantinya dapat kembali kepada fitrah asli yaitu cenderung selalu taat kepada aturan dan hukum-hukum Allah swt. Dengan kemenangan ini diharapkan ketakwaan kita meningkat, sehingga dalam menjalani kehidupan pada hari-hari selanjutnya kita akan mampu menahan dorongan nafsu dan bujuk rayu syetan yang mengarah pada perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan baik oleh syari’at Islam maupun oleh hukum-hukum positif.

Ibadah shaum pada hakekatnya merupakan suatu proses pendidikan, yakni upaya yang secara sengaja dilakukan untuk mengubah perilaku setiap Muslim, sehingga menjadi orang yang meningkat ketakwaannya. Shaum telah mendidik setiap muslim untuk mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik sehingga menjadi manusia yang bertakwa. Melalui ibadah shaum kita sebagai manusia yang memiliki nafsu dan cenderung ingin selalu mengikuti hawa nafsu dilatih untuk berubah menjadi manusia yang selalu berperilaku sesuai dengan fithrah aslinya. Fithrah asli manusia adalah cenderung taat dan mengikuti perintah dan aturan Allah swt. Melalui proses pendidikan yang terkandung dalam ibadah shaum diharapkan setiap muslim menjadi manusia yang kehadirannya di manapun dalam masyarakat yang bersifat plural ini dapat memberi manfaat kepada sesama.

Ketakwaan sebagai tujuan akhir dari menjalankan ibadah shaum mengandung implikasi pada proses pendidikan yaitu menyucikan diri, mengendalikan sikap dan perilaku untuk senantiasa beribadah sehingga membentuk kepribadian muslim. Pribadi muslim yang memiliki fikiran yang bersih dan suci untuk senantiasa mengkaji semua ciptaan Allah swt. sehingga kita mensyukuri nikmat dari Allah swt. yang telah diberikan kepada kita. Dengan fikiran yang bersih dan suci ini dapat mengembangkan kecerdasan kita, cerdas dalam berpikir, bersikap, dan berprilaku sehingga apa yang dilakukannya senantiasa memilki nilai positif dan tidak merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain.

Shaum pun memberikan pendidikan agar terbentuknya akhlakul karimah seperti keikhlasan dalam menjalankan semua peribadatan shaum, kejujuran untuk tidak melanggar aturan atau hukum shaum yang telah ditentukan meskipun tidak ada orang yang memperhatikannya, kepedulian kepada orang lain terutama kaum dhuafa atau fakir miskin. Dengan berakhlakul karimah ini akan dapat mengembangkan potensi pengetahuan, sikap, dam keterampilan yang ada pada dirinya sehingga menjadi muslim yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga dan masyarakat. Potensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki sebagai hasil dari shaum ini diantara untuk meningkatnya produktifitas hidup. Shaum bulan Ramadhan memberikan pendidikan agar senantiasa menjaga produktiftas hidup sehingga terus berkembang tidak menurun atau melemah karena alasan lapar atau dahaga. Dalam sejarah banyak peristiwa yang menunjukkan justeru pada bulan Ramadhan itu dengan diraihnya prestasi yang gemilang. Misalnya penaklukan Kota Mekah pada tahun ke 8 Hijriah, Perang Tabuk pada tahun ke 9 Hijriah, Penaklukan Andalusia pada taun ke 92 Hijriah, dan yang fenomenal adalah Perang Badar.

Pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke 2 Hijriah Rasulullah saw. bersama para sahabat berhasil memenangkan perjuangan dalam upaya menegakkan Islam di muka bumi ini, yaitu berhasil memenangkan Perang Badar yang sangat berat. Padahal pada saat perang itu Rasulullah saw. hanya bersama 313 orang sahabat dari kaum Muhajirin dan Anshar. Jumlah pasukan yang sedikit dan dengan perlengkapan perang yang minim ini harus berhadapan dengan pasukan bangsa Quraisy yang berjumlah tiga kali lipat sekitar 1000 orang dan dengan peralatan perang yang lengkap. Perbedaan jumlah pasukan dan perlengkapan perang ini ternyata tidak menjadikan halangan bagi Rasulullah saw. dan para sahabat untuk memenangkan perang itu dengan sukses. Kemenangan ini terjadi diantaranya karena perjuangan itu dilakukan penuh dengan semangat dan jiwa jihad serta tidak menurunkan produktivitasnya sebagai prajurit yang saat itu sedang shaum Ramadhan. Rasulullah saw. berhasil menanamkan ruh jihad pada para sahabat pada bulan Ramadhan yang penuh berkah. Kemenangan ini menjadi semangat dakwah bagi kaum muslimin untuk selalu berani, taat, dan bersungguh-sungguh dalam kebaikan dan kebenaran. Pasca perang Badar ini pun Rasulullah saw tetap memperhatikan pendidikan dengan membebaskan tawanan perang Badar tersebut, namun sebelumnya mereka harus mengajarkan baca tulis kepada penduduk Madinah. Perang Badar di dalam Al Quran disebut dengan yaumal furqon (hari pemisah haq dan bathil) yaitu dengan bertemunya dua pasukan di medan perang sebagaimana tercantum dalam QS. Al Anfaal ayat 41,”… Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqon, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah berkuasa atas segala sesuatu.” Berdasarkan ayat ini pula para ulama sepakat bahwa Al Quran diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan. Dari perjuangan dan kemenangan dalam berbagai peperangan termasuk perang Badar ini memberikan pendidikan bahwa shaum tidak menurunkan semangat berjuang atau produktifitas kerja. Malahan sebalikya mampu menjadikan dorongan untuk selalu berjuang atau berjihad memberikan hasil yang terbaik dengan landasan semangat keislaman.

Aktivitas Rasulullah saw. dan para sahabat pada bulan Ramadhan tetap semangat berdakwah ke berbagai tempat menyampaikan risalah Islam, mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah pada yang munkar. Ma’ruf adalah perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah swt. Sedangkan munkar adalah perbuatan yang menjauhkan kita dari Allah swt. Ramadahan adalah bulan untuk lebih mengakrabkan diri dengan Al Quran dengan membaca, mengkaji dan memahami serta mengamalkan isi kandungan yang ada di dalamnya. Untuk itu Sebagai orang yang berkecimpung dalam bidang pendidikan sudah sepatutnya kita renungkan QS. Ali Imran ayat 110,”Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi manusia, kalian menyuruh kemakrufan dan mencegah kemunkaran, serta beriman kepada Allah swt.” Di dalam QS Ali Imran ayat 4,”Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” Ayat ini mengandung arti bahwa hendaknya ada sebagian umat manusia mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar sesuai dengan kemauannya.

Islam mengajarkan kepada kita bukan hanya ajaran-ajaran yang khusus diperuntukan bagi umat Islam saja, tetapi juga mengajarkan berbagai ajaran tentang nilai-nilai yang bersifat universal. Diantara ajaran-ajaran Islam yang mempuyai nilai universal adalah ajaran yang menekankan pentingnya setiap muslim agar dia memberi manfaat kepada orang lain. Dalam ajaran Islam, salah satu indikator keunggulan kualitas seseorang adalah seberapa besar dia mampu memberi manfaat kepada orang lain. Artinya semakin besar seorang mampu memberi manfaat kepada orang lain, maka makin baik atau makin unggul pula kualitas keberagamaannya. Rasulullah saw. bersabda,”Sebaik-baik manusia (muslim) adalah yang paling (banyak) memberi manfaat kepada manusia”. Di dalam Al Quran surat An Nahl ayat 97, Allah swt berfirman,”Barangsiapa berbuat kebaikan dari laki-laki ataupun perempuan dan dia mukmin niscaya Kami akan menghidupkannya dengan kehidupan yang baik dan Kami memberi balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.”

Shaum dan Kesehatan

Berdasarkan berbagai penelitian ilmiah terhadap organ tubuh manusia ditemukan bahwa puasa adalah aktivitas yang harus dilakukan oleh tubuh manusia sehingga ia bisa terus melakukan aktivitasnya lainnya dengan baik. Puasa benar-benar sangat penting dan dibutuhkan bagi kesehatan tubuh manusia sebagaimana manusia membutuhkan makan, minum, atau bernafas. Jika manusia tidak bisa makan, minum, atau bernafas selama jangka waktu tertentu maka ia akan sakit, maka tubuh manusia pun akan mengalami gangguan jika ia tidak berpuasa. Pentingnya puasa yang rata-rata selama 14 jam dalam sehari bagi tubuh karena bisa membantu badan dalam membuang sel-sel yang sudah lemah dan rusak, hormon atau pun zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh. Sel-sel atau hormon yang rusak dan dibuang itu lalu digantikan dengan membangun kembali sel-sel baru. Rasa lapar dari orang yang berpuasa bisa menggerakkan organ-organ di dalam tubuh untuk mengganti dan memperbaharui sel-sel yang lemah atau rusak itu dengan sel-sel yang baru yang bisa beraktivitas dan berfungsi kembali. puasa pun bermanfaat mengendalikan badan dari kelebihan karbohidrat, kelebihan lemak, kelebihan gula dalam darah dan zat-zat berbahaya lainnya. Keadaan ini menunjukkan bahwa sebenarnya puasa tidak menyebabkan orang menjadi lemah dan lesu. Namun puasa yang bermanfaat untuk kesehatan badan itu syaratnya dilakukan selama satu bulan berturut-turut dalam setahun yaitu pada bulan Ramadhan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i dari sahabat Abu Umamah,”Wahai Rasulullah, perintahkanlah kepadaku satu amalan yang Allah akan memberikan manfaat-Nya kepadaku dengan sebab amalan itu”. Maka Rasulullah saw. bersabda, “Berpuasalah, sebab tidak ada satu amalan pun yang setara dengan puasa”.

Puasa bukan hanya aktivitas biologis atau badan semata namun juga pengalaman ruhani yang sangat luar biasa. Puasa bermanfaat membersihkan badan dan menjernihan fikiran dengan ide-ide baru dan menghilangkan fikiran-fikiran yang buruk, dan menjadikan jiwa yang bersih, suci dan tenang. Puasa dapat menghilangkan emosi negatif seperti iri, dengki, bohong, ghibah, dan emosi negatif lainnya. Emosi negatif ini akan hilang dengan sendirinya ketika berpuasa sehingga badan menjadi nyaman dan mengesankan.

Shaum, Ilmu Pengetahuan atau Sains dan Teknologi

Agar setiap muslim dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada umat manusia dan dia juga dapat berbuat kebaikan, maka setiap muslim harus mempunyai bekal. Bekal itu seharusnya diberikan melalui pendidikan, karena diantara misi utama pendidikan nasional kita adalah meningkatkan kemampuan. Pada taraf yang lebih tinggi kemampuan itu terkait dengan penguasaan ilmu pengetahuan atau sains dan teknologi yang juga menjadi salah satu misi utama pendidikan kita. Atas dasar itu dalam perspektif ajaran Islam pendidikan terjadi dengan upaya menjadikan manusia, khususnya muslim, bukan hanya mampu mandiri atau tidak menjadi beban bagi orang lain bahkan dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi umat manusia. Bukankah dengan kemampuan dalam penguasaan sains dan teknologi seorang muslim berpeluang lebih besar untuk dapat memberi manfaat kepada orang lain? Dengan kemampuan dan/atau penguasaan sains dan teknologi yang dipilih melalui pendidikan selain bermanfaat bagi dirinya sendiri sehingga dia menjadi individu yang mandiri juga dapat memberi manfaat kepada orang lain. Pendidikan pada dasarnya bukan hak saja melainkan merupakan kebutuhan asasi manusia, karena pendidikan itulah yang menjadi jalan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Ilmu ini yang akan menuntun manusia dalam menjalani kehidupannya agar tidak tersesat ke dalam kehidupan yang melanggar hukum-hukum Allah swt. Untuk itulah dalam Islam menuntut ilmu itu diwajibkan sejak manusia dalam buaian ibu hingga meninggal dunia. Menuntut ilmu itu akan mendekatkan diri kepada Allah swt. Ilmu itu untuk menemukan kebenaran yang hakiki dan pemilik ilmu itu menempati tempat yang tinggi dan mulia.

Perkembangan ilmu, sain dan teknologi di dunia saat ini berkembang sangat pesat. Namun perkembangan sains dan teknologi ini cenderung hanya tertuju pada kemajuan materi saja dengan mengikuti hawa nafsunya tanpa memperhatikan nilai-nilai spiritual. Jika ilmu salah dipahami dan diamalkan maka akan mengaburkan batasan antara yang haq dan bathil. Dengan kemampuan akalnya manusia mudah memutar balikan segalanya sehingga tidak jelasnya garis pemisah antara yang haq dan yang bathil, yang haram dan yang halal. Hal ini terjadi bukan karena manusia itu tidak punya akal, malahan sebaliknya mereka mempunyai intelegensi yang tinggi. Namun mereka tidak menggunakan akalnya di jalan yang diridhai oleh Allah swt.

Hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan dari Ath Thabrani mengatakan,”Perumpamaan orang yang belajar ilmu, kemudian tidak menyeberluaskan dan tidak mengajarkannnya bagaikan orang yang menyimpan perbendaharaan harta yang luar biasa, tetapi tidak diinfakan.” Hadits Rasulullah saw. lain masih riwayat Ath Thabrani adalah,”Perumpamaan orang yang mengajar kebaikan kepada orang lain, dan melupakan dirinya bagaikan lampu bersumbu yang memberikan penerangan orang banyak, tetapi membakar dirinya sendiri.” Di dalam perumpamaan dari Rasulullah saw. tersebut terdapat ancaman keras bagi orang-orang yang berilmu, namun tidak mengamalkan ilmunya. Abu Daud berkata,”Celaka sekali orang yang tidak berilmu dan celaka seribu kali orang yang berilmu, tetapi tidak mengamalkan.” Sedangkan At Tusturi berkata,”Manusia seluruhnya celaka kecuali ulama. Ulamanya tetap celaka, kecuali ulama yang mengamalkan ilmunya.” Selanjutnya dia berkata,”Dunia itu kebodohan dan kebathilan belaka, kecuali ilmu. Ilmu menjadi bumerang baginya kecuali ilmu yang diamalkan. Amal itu sirna/sia-sia kecuali dengan ikhlas. Dan ikhlas pun dalam bahaya hingga seseorang menemui kesudahan yang baik dengannya (dengan ikhlas).” Sedangkan, perumpamaan manusia dalam menerima ilmu seperti yang diungkapkan dalam sabda Rasulullah saw., bahwa sesungguhnya perumpamaan sekolah berupa ilmu dan hidayah yang Allah swt. mengutus aku untuk mengemban ini bagaikan hujan yang jatuh dari bumi/tanah. Adakalanya tanah itu subur dan bisa menerima air. Bisa tumbuh dari air tanah itu rumput dan tanaman yang banyak. Adakalanya berupa tanah kering yang dapat menahan air. Air yang tertahan itu kemudian diberikan manfaat oleh Allah swt. yang menjadi mata air. Dari sumber air itu, mereka minum, mengairi, dan menanam. Adakalanya hujan menimpa tanah gersang padang pasir yang tidak bisa menahan air, tidak pula bisa menumbuhkan rerumputan. Itu adalah perumpamaan orang paham akan agama Allah swt. dan mengambil manfaat dari sesuatu. Allah swt. mengutus aku untuk pengembangannya. Dia lalu berilmu dan mengamalkan juga orang yang enggan menyebut risalah sama sekali.

Sains yang dalam kosakata Bahasa Arab dikenal dengan kata ilmu atau al ‘ilm merupakan sesuatu yang sangat didorong untuk dikuasai oleh umat Islam. Demikian juga penguasaan terhadap teknologi yang juga tercakup dalam pengertian tersebut, karena sesungguhnya teknologi itu sendiri adalah aplikasi dari ilmu dan pengembangannya pun didasarkan atas teori dan konsep-konsep sains. Dalam pemahaman kita semua, salah satu ciri yang menonjol yang membedakan antara ajaran agama Islam dan agama-agama lain adalah kepedulian agama Islam terhadap ilmu. Al Quran dan As sunnah sangat mendorong umat Islam untuk mencari ilmu. Kata-kata ‘ilm dan tashrif-nya atau perubahan kata yang diturunan dari kata dasar ‘ilm, baik yang berbentuk kata benda (kalimat isim) maupun kata kerja (kalimat fi’il) tersebut dalam Al Quran sebanyak 780 kali. Sebagai contoh dapat dikutipkan disini, misalnya dalam surat Al‘alaq ayat 4 dan 5, yang merupakan wahyu pertama yang diturunkan oleh Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw., terdapat tashrif dari kata ‘ilm, yaitu dalam ayat,”Dia yang mengajarkan manusia dengan pena. Ia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Dalam pendidikan Islam, sains dan teknologi itu sudah terdapat dalam Al Quran tinggal digali, dikaji, dan diterapkan. Bahkan banyak surat dalam Al Quran berisikan ajakan untuk menguasai ilmu pengetahuan seperti QS. Az Zumar, QS. Al Muzadalah, dan sebagainya. Lembaga pendidikan Islam bukan hanya tempat pengembangan sumber daya manusia bidang keagamaan saja tetapi juga harus menjadi tempat pengembangan sains dan teknologi sehingga memiliki daya saing tinggi. Untuk itu peserta didik dan gurunya memerlukan kecerdasan dalam agama, sains dan teknologi.

Dalam surat Az Zumar ayat 9 Allah swt. bahkan memberi dorongan kepada umat Islam untuk berilmu dan memiliki kemampuan nalar yang tinggi. Ini dinyatakan dalam Al Quran dengan ungkapan kalimat tanya,”Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui (berilmu) dengan orang-orang yang tidak mengetahui (tidak berilmu). Sesungguhnya yang dapat menerima pelajaran hanyalah orang-orang yang berakal.” Demikian pula dalam surat Al Mujadalah ayat 11 dijelaskan,”Allah swt. mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantara kamu sekalian dan orang-orang yang berilmu. Dan Allah swt. Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Dalam surat Al Ankabut ayat 43 Allah swt. menggambarkan bahwa perumpamaan-perumpamaan yang dibuat oleh Allah swt. hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang berlmu,”Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami jadikan untuk manusia dan tidak yang memahaminya melainkan orang-orang yang berilmu.”

Pada surat Al Fathir ayat 28 Allah swt. menjelaskan bahwa hanya orang yang berilmulah yang takut kepada Allah swt.,”Dan demikian (juga) diantara manusia binatang melata dan binatang ternak, beraneka ragam. Hanya sesungguhnya yang takut kepada Allah swt. diantara hamba-hamba-Nya adalah orang-orang yang berilmu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” Pada surat Al Baqarah ayat 269, Allah swt. menerangkan tentang orang yang dianugerahi kebijakan,”Allah swt. memberikan hikmah (kemampuan memahami dan mendalami kebenaran ajaran Allah swt.) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, maka sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran melainkan orang-orang yang berakal.”

Di dalam Al Quran itu sendiri bahkan terdapat 750 ayat yang berkaitan dengan fenomena atau gejala-gejala alam yang menuntut untuk disingkap dan dipikirkan. Ini dapat dipandang sebagai tantangan kepada umat Islam untuk mengembangkan sains dan teknologi. Tantangan-tantangan itu juga dinyatakan oleh Allah swt. dalam surat Ar Rahman ayat 33,”Hai jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi maka lintasilah. Kalian tidak akan mampu melakukannya kecuali dengan kekuatan (ilmu).”

Selain ayat-ayat Al Quran sebagaimana dicontohkan di atas, terdapat pula sejumlah hadits yang sangat menekankan pentingnya setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan untuk menggali ilmu yang dalam perspektif dewasa ini substansinya adalah sains dan teknolgi. Kita tentunya mengetahui tentang hadits-hadits tersebut dan diantara sekian banyak hadits itu contoh-contohnya adalah,”Mencari ilmu itu adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan.” Demikian pula dalam hadits lain Rasulullah saw. bersabda,”Barangsiapa menyusuri jalan dalam usahanya agar dia menguasai ilmu maka Allah swt. akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” Ada pula perintah yang diberikan oleh Rasulullah saw. kepada umat Islam melalui para sahabat untuk mencari ilmu meskipun mereka harus pergi ke negeri Cina, yang pada masa itu dianggap sangat jauh dan untuk melakukannya hampir dapat dikatakan sebagai suatu misi yang tidak mungkin. Ini hanya untuk menunjukkan betapa pentingnya mencai ilmu bagi setiap Muslim betapapun sulit untuk mendapatkannya. Pertanyaan yang muncul sehubungan dengan pencarian ilmu ini adalah tentang jenis ilmu itu sendiri, yaitu jenis ilmu apa yang sepatutnya dicari oleh umat Islam.

Imam Al Ghazali, sebagai salah seorang pemikir Islam yang membuat taksonomi ilmu pengetahuan, di dalam kitabnya yang sangat terkenal Ihyaa ‘Ulumuddien membuat kategori besar ilmu berdasarkan kadar kewajiban untuk menuntutnya menjadi dua macam yaitu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Fardhu ‘ain atau kewajiban individual adalah ilmu-ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap orang Islam. Misalnya mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban syariat Islam yang setiap orang wajib melaksanakannya, seperti mempelajari konsep atau hukum Islam, mempelajari Ulumul Quran dan tahfizh Al Quran, Ulumul hadits, mempelajari tata cara peribadatan, seperti wudhu, shalat, dan sebagainya. Fardhu kifayah atau kewajiban kolektif yaitu ilmu-ilmu yang dibutuhkan oleh masyarakat Islam. Jika ada seorang muslim menuntut ilmu yang termasuk fardhu kifayah ini, maka kebutuhan muslim yang lainnya telah dipenuhi dan tidak akan berdosa jika tidak menuntut ilmu tersebut. Artinya, bila tidak ada sama sekali diantara umat Islam yang menguasai berbagi cabang sains dan teknologi maka seluruh umat Islam akan menanggung dosanya. Misalnya kewajiban menuntut ilmu, sains, teknologi atau ilmu-ilmu terapannya seperti kedokteran, pertanian, perdagangan, penerbangan, industry, kimia, dan sebagainya. Dengan dikuasainya ilmu pengetahuan dan teknologi ini diharapkan agar umat Muslim mengalami kemajuan sehingga mampu menjalankan fungsi manusia di muka bumi ini sebagai khalifah. Ilmu-ilmu yang wajib dipelajari oleh orang Islam baik fardlu ‘ain maupun fardlu kifayah termasuk pada kategori ilmu-ilmu terpuji. Karena menurut Imam Al Ghazali ada pula kategori ilmu-ilmu yang tidak terpuji atau tercela, yaitu ilmu-ilmu yang menimbulkan mudarat.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama. (1982). Terjemahan Al Quran. Jakarta: Departemen Agama

Hisham Thalbah et al. (2008). Ensiklopedia Mukjizat Al Quran dan Hadits. (terj. Syarif Hade Masyah dkk). Bekasi: Sapta Pesona.
Beri Komentar

BADAH SHAUM DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN

BADAH SHAUM DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN

Kita menjalankan shaum secara penuh di bulan suci Ramadhan selama satu bulan, dan melaksanakannya bukan karena motivasi lain kecuali semata-mata karena iman dan ingin memperoleh ridha Allah swt., maka insya Allah, Allah swt akan mengampuni segala dosa-dosa yang telah dikerjakan pada masa lalu. Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa menjalankan shaum di bulan Ramadhan dan menjalankannya semata-mata karena beriman dan ingin memperoleh imbalan pahala dari Allah swt, maka Allah mengampuni semua dosa-dosa yang telah dilakukannya”. (HR. Imam Al Bukhari dan Muslim, Ahmad ibn Hanbal, Ibnu Majah dari Abu Hurairah ra.). Untuk semua itu, semoga Allah swt menerima amal ibadah shaum kita semua, mengembalikan kita semua ke fithrah asli kejadian kita, dan Dia menjadikan kita semua sebagai orang yang berbahagia baik di dunia maupun di akhirat kelak. Untuk menyempurnakan kebahagiaan ini sudah selayaknya diantara sesama manusia untuk saling memaafkan satu sama lain, baik lahir maupun bathin atas segala kekhilapan dan kesalahan serta kekeliruan yang disengaja maupun tidak disengaja. Shaum merupakan proses penggemblengan diri menuju pribadi yang berjiwa, berpikiran dan bertindak secara Islami yang tidak memisahkan antara agama dengan kehidupan. Orang yang sedang melaksanakan shaum tingkat keikhlasan menjalankan shaumnya sangat tinggi karena kecil kemungkinan seseorang berlapar-lapar shaum hanya ingin dipuji oleh manusia bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Untuk itu, shaum adalah penghapus kesalahan, seperti dalam hadits sahih Rasulullah saw. bersabda,”Dari shalat ke shalat, dari Jumat ke Jumat lagi, dari umrah ke umrah yang lain, dari satu Ramadhan ke Ramadhan yang lain adalah kafarat (dapat menghapuskan dosa-dosa) selama bukan termasuk dosa besar.” (HR. Muslim).

Ramadhan adalah Bulan Tarbiyah

Ramadhan adalah bulan tarbiyah, pendidikan, atau latihan bagi jiwa dalam menghadapi berbagai permasalahan sehingga siap melaksanakan berbagai kegiatan. Pada bulan ini biasanya manusia melipat gandakan amal dan ibadatnya. Tarbiyah selama sebulan penuh seharusnya diikuti pada bulan-bulan berikutnya dengan berbagai amal saleh. Ramadhan menjadi training centre untuk berlatih memperbaiki diri agar menjadi insan yang bertakwa. Untuk itu diperlukan persiapan dan latihan selama bulan Ramadhan. Rasulullah saw. memberikan pembelajaran kepada kita agar diberikan kekuatan dan kemampuan agar dapat melakukan berbagai amal saleh. Ramadhan mendidik manusia menjadi Rabbani, bukan hanya menjadi Ramadhani, yaitu manusia yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah swt. selama hidupnya tidak hanya pada bulan Ramadhan saja. Ramadhan memerlukan kesiapan diri untuk berjuang dan bertarung melawan hawa nafsu dan syetan serta menyiapkan diri mendapatkan keridhaan Allah swt.

Sejatinya setelah kita menjalankan shaum sebulan penuh di bulan Ramadhan akan mendapatkan hari kemenangan setelah bertarung melawan hawa nafsu. Shiyam atau shaum yang kita laksanakan selama bulan Ramadhan ini pada hakekatnya bukan hanya sekedar menahan lapar, dahaga dan dorongan pemenuhan kebutuhan seksual di siang hari semata-mata. Perjuangan yang paling berat adalah berperang melawan dorongan hawa nafsu yang selalu cenderung untuk menyuruh kepada hal-hal yang buruk atau jahat. Firman Allah swt. dalam QS Yusuf ayat 53,”Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dorongan hawa nafsu yang muqoddimahnya adalah tuntutan pemenuhan kebutuhan perut dan syahwat apabila diikuti tanpa kendali akan menjerumuskan manusia ke dalam perilaku yang nista. Diantara contohnya adalah perilaku serakah, mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya, atau perbuatan-perbuatan lain yang dilarang oleh syari’at Islam dan/atau bertentangan dengan norma-norma serta aturan-aturan perundangan yang berlaku. Bila kita perhatikan secara seksama, perbuatan-perbuatan seperti itu pada hakekatnya adalah mengikuti dorongan-dorongan nafsu dan bujukan syetan yang harus diperangi, bukan hanya di bulan suci Ramadhan tetapi harus diperangi setiap saat dalam kehidupan kita. Upaya untuk melatih diri dalam melawan dorongan hawa nafsu ini dilakukan dengan menjalankan shaum selama bulan Ramadhan. Pada bulan Ramadhan umat Islam dilatih untuk mengendalikan diri atau menahan diri dari memenuhi kebutuhan hawa nafsu meskipun hal semacam itu pada waktu-waktu lain halal dilakukan. Contohnya adalah makan, minum, dan bergaul intim suami isteri yang sah menurut syariat Islam pada waktu siang hari. Pengendalian diri ini untuk membebaskan diri dari penghambaan kepada hawa nafsu. Itulah yang disebut dengan jihadunnafs atau jihad melawan hawa nafsu, seperti firman Allah dalam QS. Al Ankabuut ayat 69,”Dan barangsiapa berjihad untuk mencari keridhaan Kami, sungguh akan Kami tunjukan kepadanya jalan-jalan Kami dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat kebaikan.” Shaum merupakan fondasi dasar dalam pembentukan semangat atau mental izzatun nafs (berjiwa besar) yang diperlukan untuk tetap berdirinya dengan tegak Islam di muka bumi ini. Kaum muslimin seharusnya mampu menjawab tantangan jaman yang sedang berkembang pesat ini yang cenderung lebih memperturutkan hawa nafsu materialistis dan kurang memperhatikan nilai-nilai spiritual untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.

Alhamdulillah shaum Ramadhan yang pada hakekatnya merupakan latihan dan/atau ikhtiar men-charge kembali (charging) kemampuan melawan hawa nafsu ini sedang/sudah kita laksanakan sebulan penuh. Kita bersyukur karena akan dan telah memenangkan peperangan melawan hawa nafsu ini sehingga kita nantinya dapat kembali kepada fitrah asli yaitu cenderung selalu taat kepada aturan dan hukum-hukum Allah swt. Dengan kemenangan ini diharapkan ketakwaan kita meningkat, sehingga dalam menjalani kehidupan pada hari-hari selanjutnya kita akan mampu menahan dorongan nafsu dan bujuk rayu syetan yang mengarah pada perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan baik oleh syari’at Islam maupun oleh hukum-hukum positif.

Ibadah shaum pada hakekatnya merupakan suatu proses pendidikan, yakni upaya yang secara sengaja dilakukan untuk mengubah perilaku setiap Muslim, sehingga menjadi orang yang meningkat ketakwaannya. Shaum telah mendidik setiap muslim untuk mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik sehingga menjadi manusia yang bertakwa. Melalui ibadah shaum kita sebagai manusia yang memiliki nafsu dan cenderung ingin selalu mengikuti hawa nafsu dilatih untuk berubah menjadi manusia yang selalu berperilaku sesuai dengan fithrah aslinya. Fithrah asli manusia adalah cenderung taat dan mengikuti perintah dan aturan Allah swt. Melalui proses pendidikan yang terkandung dalam ibadah shaum diharapkan setiap muslim menjadi manusia yang kehadirannya di manapun dalam masyarakat yang bersifat plural ini dapat memberi manfaat kepada sesama.

Ketakwaan sebagai tujuan akhir dari menjalankan ibadah shaum mengandung implikasi pada proses pendidikan yaitu menyucikan diri, mengendalikan sikap dan perilaku untuk senantiasa beribadah sehingga membentuk kepribadian muslim. Pribadi muslim yang memiliki fikiran yang bersih dan suci untuk senantiasa mengkaji semua ciptaan Allah swt. sehingga kita mensyukuri nikmat dari Allah swt. yang telah diberikan kepada kita. Dengan fikiran yang bersih dan suci ini dapat mengembangkan kecerdasan kita, cerdas dalam berpikir, bersikap, dan berprilaku sehingga apa yang dilakukannya senantiasa memilki nilai positif dan tidak merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain.

Shaum pun memberikan pendidikan agar terbentuknya akhlakul karimah seperti keikhlasan dalam menjalankan semua peribadatan shaum, kejujuran untuk tidak melanggar aturan atau hukum shaum yang telah ditentukan meskipun tidak ada orang yang memperhatikannya, kepedulian kepada orang lain terutama kaum dhuafa atau fakir miskin. Dengan berakhlakul karimah ini akan dapat mengembangkan potensi pengetahuan, sikap, dam keterampilan yang ada pada dirinya sehingga menjadi muslim yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga dan masyarakat. Potensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki sebagai hasil dari shaum ini diantara untuk meningkatnya produktifitas hidup. Shaum bulan Ramadhan memberikan pendidikan agar senantiasa menjaga produktiftas hidup sehingga terus berkembang tidak menurun atau melemah karena alasan lapar atau dahaga. Dalam sejarah banyak peristiwa yang menunjukkan justeru pada bulan Ramadhan itu dengan diraihnya prestasi yang gemilang. Misalnya penaklukan Kota Mekah pada tahun ke 8 Hijriah, Perang Tabuk pada tahun ke 9 Hijriah, Penaklukan Andalusia pada taun ke 92 Hijriah, dan yang fenomenal adalah Perang Badar.

Pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke 2 Hijriah Rasulullah saw. bersama para sahabat berhasil memenangkan perjuangan dalam upaya menegakkan Islam di muka bumi ini, yaitu berhasil memenangkan Perang Badar yang sangat berat. Padahal pada saat perang itu Rasulullah saw. hanya bersama 313 orang sahabat dari kaum Muhajirin dan Anshar. Jumlah pasukan yang sedikit dan dengan perlengkapan perang yang minim ini harus berhadapan dengan pasukan bangsa Quraisy yang berjumlah tiga kali lipat sekitar 1000 orang dan dengan peralatan perang yang lengkap. Perbedaan jumlah pasukan dan perlengkapan perang ini ternyata tidak menjadikan halangan bagi Rasulullah saw. dan para sahabat untuk memenangkan perang itu dengan sukses. Kemenangan ini terjadi diantaranya karena perjuangan itu dilakukan penuh dengan semangat dan jiwa jihad serta tidak menurunkan produktivitasnya sebagai prajurit yang saat itu sedang shaum Ramadhan. Rasulullah saw. berhasil menanamkan ruh jihad pada para sahabat pada bulan Ramadhan yang penuh berkah. Kemenangan ini menjadi semangat dakwah bagi kaum muslimin untuk selalu berani, taat, dan bersungguh-sungguh dalam kebaikan dan kebenaran. Pasca perang Badar ini pun Rasulullah saw tetap memperhatikan pendidikan dengan membebaskan tawanan perang Badar tersebut, namun sebelumnya mereka harus mengajarkan baca tulis kepada penduduk Madinah. Perang Badar di dalam Al Quran disebut dengan yaumal furqon (hari pemisah haq dan bathil) yaitu dengan bertemunya dua pasukan di medan perang sebagaimana tercantum dalam QS. Al Anfaal ayat 41,”… Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqon, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah berkuasa atas segala sesuatu.” Berdasarkan ayat ini pula para ulama sepakat bahwa Al Quran diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan. Dari perjuangan dan kemenangan dalam berbagai peperangan termasuk perang Badar ini memberikan pendidikan bahwa shaum tidak menurunkan semangat berjuang atau produktifitas kerja. Malahan sebalikya mampu menjadikan dorongan untuk selalu berjuang atau berjihad memberikan hasil yang terbaik dengan landasan semangat keislaman.

Aktivitas Rasulullah saw. dan para sahabat pada bulan Ramadhan tetap semangat berdakwah ke berbagai tempat menyampaikan risalah Islam, mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah pada yang munkar. Ma’ruf adalah perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah swt. Sedangkan munkar adalah perbuatan yang menjauhkan kita dari Allah swt. Ramadahan adalah bulan untuk lebih mengakrabkan diri dengan Al Quran dengan membaca, mengkaji dan memahami serta mengamalkan isi kandungan yang ada di dalamnya. Untuk itu Sebagai orang yang berkecimpung dalam bidang pendidikan sudah sepatutnya kita renungkan QS. Ali Imran ayat 110,”Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi manusia, kalian menyuruh kemakrufan dan mencegah kemunkaran, serta beriman kepada Allah swt.” Di dalam QS Ali Imran ayat 4,”Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” Ayat ini mengandung arti bahwa hendaknya ada sebagian umat manusia mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar sesuai dengan kemauannya.

Islam mengajarkan kepada kita bukan hanya ajaran-ajaran yang khusus diperuntukan bagi umat Islam saja, tetapi juga mengajarkan berbagai ajaran tentang nilai-nilai yang bersifat universal. Diantara ajaran-ajaran Islam yang mempuyai nilai universal adalah ajaran yang menekankan pentingnya setiap muslim agar dia memberi manfaat kepada orang lain. Dalam ajaran Islam, salah satu indikator keunggulan kualitas seseorang adalah seberapa besar dia mampu memberi manfaat kepada orang lain. Artinya semakin besar seorang mampu memberi manfaat kepada orang lain, maka makin baik atau makin unggul pula kualitas keberagamaannya. Rasulullah saw. bersabda,”Sebaik-baik manusia (muslim) adalah yang paling (banyak) memberi manfaat kepada manusia”. Di dalam Al Quran surat An Nahl ayat 97, Allah swt berfirman,”Barangsiapa berbuat kebaikan dari laki-laki ataupun perempuan dan dia mukmin niscaya Kami akan menghidupkannya dengan kehidupan yang baik dan Kami memberi balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.”

Shaum dan Kesehatan

Berdasarkan berbagai penelitian ilmiah terhadap organ tubuh manusia ditemukan bahwa puasa adalah aktivitas yang harus dilakukan oleh tubuh manusia sehingga ia bisa terus melakukan aktivitasnya lainnya dengan baik. Puasa benar-benar sangat penting dan dibutuhkan bagi kesehatan tubuh manusia sebagaimana manusia membutuhkan makan, minum, atau bernafas. Jika manusia tidak bisa makan, minum, atau bernafas selama jangka waktu tertentu maka ia akan sakit, maka tubuh manusia pun akan mengalami gangguan jika ia tidak berpuasa. Pentingnya puasa yang rata-rata selama 14 jam dalam sehari bagi tubuh karena bisa membantu badan dalam membuang sel-sel yang sudah lemah dan rusak, hormon atau pun zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh. Sel-sel atau hormon yang rusak dan dibuang itu lalu digantikan dengan membangun kembali sel-sel baru. Rasa lapar dari orang yang berpuasa bisa menggerakkan organ-organ di dalam tubuh untuk mengganti dan memperbaharui sel-sel yang lemah atau rusak itu dengan sel-sel yang baru yang bisa beraktivitas dan berfungsi kembali. puasa pun bermanfaat mengendalikan badan dari kelebihan karbohidrat, kelebihan lemak, kelebihan gula dalam darah dan zat-zat berbahaya lainnya. Keadaan ini menunjukkan bahwa sebenarnya puasa tidak menyebabkan orang menjadi lemah dan lesu. Namun puasa yang bermanfaat untuk kesehatan badan itu syaratnya dilakukan selama satu bulan berturut-turut dalam setahun yaitu pada bulan Ramadhan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i dari sahabat Abu Umamah,”Wahai Rasulullah, perintahkanlah kepadaku satu amalan yang Allah akan memberikan manfaat-Nya kepadaku dengan sebab amalan itu”. Maka Rasulullah saw. bersabda, “Berpuasalah, sebab tidak ada satu amalan pun yang setara dengan puasa”.

Puasa bukan hanya aktivitas biologis atau badan semata namun juga pengalaman ruhani yang sangat luar biasa. Puasa bermanfaat membersihkan badan dan menjernihan fikiran dengan ide-ide baru dan menghilangkan fikiran-fikiran yang buruk, dan menjadikan jiwa yang bersih, suci dan tenang. Puasa dapat menghilangkan emosi negatif seperti iri, dengki, bohong, ghibah, dan emosi negatif lainnya. Emosi negatif ini akan hilang dengan sendirinya ketika berpuasa sehingga badan menjadi nyaman dan mengesankan.

Shaum, Ilmu Pengetahuan atau Sains dan Teknologi

Agar setiap muslim dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada umat manusia dan dia juga dapat berbuat kebaikan, maka setiap muslim harus mempunyai bekal. Bekal itu seharusnya diberikan melalui pendidikan, karena diantara misi utama pendidikan nasional kita adalah meningkatkan kemampuan. Pada taraf yang lebih tinggi kemampuan itu terkait dengan penguasaan ilmu pengetahuan atau sains dan teknologi yang juga menjadi salah satu misi utama pendidikan kita. Atas dasar itu dalam perspektif ajaran Islam pendidikan terjadi dengan upaya menjadikan manusia, khususnya muslim, bukan hanya mampu mandiri atau tidak menjadi beban bagi orang lain bahkan dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi umat manusia. Bukankah dengan kemampuan dalam penguasaan sains dan teknologi seorang muslim berpeluang lebih besar untuk dapat memberi manfaat kepada orang lain? Dengan kemampuan dan/atau penguasaan sains dan teknologi yang dipilih melalui pendidikan selain bermanfaat bagi dirinya sendiri sehingga dia menjadi individu yang mandiri juga dapat memberi manfaat kepada orang lain. Pendidikan pada dasarnya bukan hak saja melainkan merupakan kebutuhan asasi manusia, karena pendidikan itulah yang menjadi jalan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Ilmu ini yang akan menuntun manusia dalam menjalani kehidupannya agar tidak tersesat ke dalam kehidupan yang melanggar hukum-hukum Allah swt. Untuk itulah dalam Islam menuntut ilmu itu diwajibkan sejak manusia dalam buaian ibu hingga meninggal dunia. Menuntut ilmu itu akan mendekatkan diri kepada Allah swt. Ilmu itu untuk menemukan kebenaran yang hakiki dan pemilik ilmu itu menempati tempat yang tinggi dan mulia.

Perkembangan ilmu, sain dan teknologi di dunia saat ini berkembang sangat pesat. Namun perkembangan sains dan teknologi ini cenderung hanya tertuju pada kemajuan materi saja dengan mengikuti hawa nafsunya tanpa memperhatikan nilai-nilai spiritual. Jika ilmu salah dipahami dan diamalkan maka akan mengaburkan batasan antara yang haq dan bathil. Dengan kemampuan akalnya manusia mudah memutar balikan segalanya sehingga tidak jelasnya garis pemisah antara yang haq dan yang bathil, yang haram dan yang halal. Hal ini terjadi bukan karena manusia itu tidak punya akal, malahan sebaliknya mereka mempunyai intelegensi yang tinggi. Namun mereka tidak menggunakan akalnya di jalan yang diridhai oleh Allah swt.

Hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan dari Ath Thabrani mengatakan,”Perumpamaan orang yang belajar ilmu, kemudian tidak menyeberluaskan dan tidak mengajarkannnya bagaikan orang yang menyimpan perbendaharaan harta yang luar biasa, tetapi tidak diinfakan.” Hadits Rasulullah saw. lain masih riwayat Ath Thabrani adalah,”Perumpamaan orang yang mengajar kebaikan kepada orang lain, dan melupakan dirinya bagaikan lampu bersumbu yang memberikan penerangan orang banyak, tetapi membakar dirinya sendiri.” Di dalam perumpamaan dari Rasulullah saw. tersebut terdapat ancaman keras bagi orang-orang yang berilmu, namun tidak mengamalkan ilmunya. Abu Daud berkata,”Celaka sekali orang yang tidak berilmu dan celaka seribu kali orang yang berilmu, tetapi tidak mengamalkan.” Sedangkan At Tusturi berkata,”Manusia seluruhnya celaka kecuali ulama. Ulamanya tetap celaka, kecuali ulama yang mengamalkan ilmunya.” Selanjutnya dia berkata,”Dunia itu kebodohan dan kebathilan belaka, kecuali ilmu. Ilmu menjadi bumerang baginya kecuali ilmu yang diamalkan. Amal itu sirna/sia-sia kecuali dengan ikhlas. Dan ikhlas pun dalam bahaya hingga seseorang menemui kesudahan yang baik dengannya (dengan ikhlas).” Sedangkan, perumpamaan manusia dalam menerima ilmu seperti yang diungkapkan dalam sabda Rasulullah saw., bahwa sesungguhnya perumpamaan sekolah berupa ilmu dan hidayah yang Allah swt. mengutus aku untuk mengemban ini bagaikan hujan yang jatuh dari bumi/tanah. Adakalanya tanah itu subur dan bisa menerima air. Bisa tumbuh dari air tanah itu rumput dan tanaman yang banyak. Adakalanya berupa tanah kering yang dapat menahan air. Air yang tertahan itu kemudian diberikan manfaat oleh Allah swt. yang menjadi mata air. Dari sumber air itu, mereka minum, mengairi, dan menanam. Adakalanya hujan menimpa tanah gersang padang pasir yang tidak bisa menahan air, tidak pula bisa menumbuhkan rerumputan. Itu adalah perumpamaan orang paham akan agama Allah swt. dan mengambil manfaat dari sesuatu. Allah swt. mengutus aku untuk pengembangannya. Dia lalu berilmu dan mengamalkan juga orang yang enggan menyebut risalah sama sekali.

Sains yang dalam kosakata Bahasa Arab dikenal dengan kata ilmu atau al ‘ilm merupakan sesuatu yang sangat didorong untuk dikuasai oleh umat Islam. Demikian juga penguasaan terhadap teknologi yang juga tercakup dalam pengertian tersebut, karena sesungguhnya teknologi itu sendiri adalah aplikasi dari ilmu dan pengembangannya pun didasarkan atas teori dan konsep-konsep sains. Dalam pemahaman kita semua, salah satu ciri yang menonjol yang membedakan antara ajaran agama Islam dan agama-agama lain adalah kepedulian agama Islam terhadap ilmu. Al Quran dan As sunnah sangat mendorong umat Islam untuk mencari ilmu. Kata-kata ‘ilm dan tashrif-nya atau perubahan kata yang diturunan dari kata dasar ‘ilm, baik yang berbentuk kata benda (kalimat isim) maupun kata kerja (kalimat fi’il) tersebut dalam Al Quran sebanyak 780 kali. Sebagai contoh dapat dikutipkan disini, misalnya dalam surat Al‘alaq ayat 4 dan 5, yang merupakan wahyu pertama yang diturunkan oleh Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw., terdapat tashrif dari kata ‘ilm, yaitu dalam ayat,”Dia yang mengajarkan manusia dengan pena. Ia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Dalam pendidikan Islam, sains dan teknologi itu sudah terdapat dalam Al Quran tinggal digali, dikaji, dan diterapkan. Bahkan banyak surat dalam Al Quran berisikan ajakan untuk menguasai ilmu pengetahuan seperti QS. Az Zumar, QS. Al Muzadalah, dan sebagainya. Lembaga pendidikan Islam bukan hanya tempat pengembangan sumber daya manusia bidang keagamaan saja tetapi juga harus menjadi tempat pengembangan sains dan teknologi sehingga memiliki daya saing tinggi. Untuk itu peserta didik dan gurunya memerlukan kecerdasan dalam agama, sains dan teknologi.

Dalam surat Az Zumar ayat 9 Allah swt. bahkan memberi dorongan kepada umat Islam untuk berilmu dan memiliki kemampuan nalar yang tinggi. Ini dinyatakan dalam Al Quran dengan ungkapan kalimat tanya,”Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui (berilmu) dengan orang-orang yang tidak mengetahui (tidak berilmu). Sesungguhnya yang dapat menerima pelajaran hanyalah orang-orang yang berakal.” Demikian pula dalam surat Al Mujadalah ayat 11 dijelaskan,”Allah swt. mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantara kamu sekalian dan orang-orang yang berilmu. Dan Allah swt. Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Dalam surat Al Ankabut ayat 43 Allah swt. menggambarkan bahwa perumpamaan-perumpamaan yang dibuat oleh Allah swt. hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang berlmu,”Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami jadikan untuk manusia dan tidak yang memahaminya melainkan orang-orang yang berilmu.”

Pada surat Al Fathir ayat 28 Allah swt. menjelaskan bahwa hanya orang yang berilmulah yang takut kepada Allah swt.,”Dan demikian (juga) diantara manusia binatang melata dan binatang ternak, beraneka ragam. Hanya sesungguhnya yang takut kepada Allah swt. diantara hamba-hamba-Nya adalah orang-orang yang berilmu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” Pada surat Al Baqarah ayat 269, Allah swt. menerangkan tentang orang yang dianugerahi kebijakan,”Allah swt. memberikan hikmah (kemampuan memahami dan mendalami kebenaran ajaran Allah swt.) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, maka sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran melainkan orang-orang yang berakal.”

Di dalam Al Quran itu sendiri bahkan terdapat 750 ayat yang berkaitan dengan fenomena atau gejala-gejala alam yang menuntut untuk disingkap dan dipikirkan. Ini dapat dipandang sebagai tantangan kepada umat Islam untuk mengembangkan sains dan teknologi. Tantangan-tantangan itu juga dinyatakan oleh Allah swt. dalam surat Ar Rahman ayat 33,”Hai jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi maka lintasilah. Kalian tidak akan mampu melakukannya kecuali dengan kekuatan (ilmu).”

Selain ayat-ayat Al Quran sebagaimana dicontohkan di atas, terdapat pula sejumlah hadits yang sangat menekankan pentingnya setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan untuk menggali ilmu yang dalam perspektif dewasa ini substansinya adalah sains dan teknolgi. Kita tentunya mengetahui tentang hadits-hadits tersebut dan diantara sekian banyak hadits itu contoh-contohnya adalah,”Mencari ilmu itu adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan.” Demikian pula dalam hadits lain Rasulullah saw. bersabda,”Barangsiapa menyusuri jalan dalam usahanya agar dia menguasai ilmu maka Allah swt. akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” Ada pula perintah yang diberikan oleh Rasulullah saw. kepada umat Islam melalui para sahabat untuk mencari ilmu meskipun mereka harus pergi ke negeri Cina, yang pada masa itu dianggap sangat jauh dan untuk melakukannya hampir dapat dikatakan sebagai suatu misi yang tidak mungkin. Ini hanya untuk menunjukkan betapa pentingnya mencai ilmu bagi setiap Muslim betapapun sulit untuk mendapatkannya. Pertanyaan yang muncul sehubungan dengan pencarian ilmu ini adalah tentang jenis ilmu itu sendiri, yaitu jenis ilmu apa yang sepatutnya dicari oleh umat Islam.

Imam Al Ghazali, sebagai salah seorang pemikir Islam yang membuat taksonomi ilmu pengetahuan, di dalam kitabnya yang sangat terkenal Ihyaa ‘Ulumuddien membuat kategori besar ilmu berdasarkan kadar kewajiban untuk menuntutnya menjadi dua macam yaitu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Fardhu ‘ain atau kewajiban individual adalah ilmu-ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap orang Islam. Misalnya mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban syariat Islam yang setiap orang wajib melaksanakannya, seperti mempelajari konsep atau hukum Islam, mempelajari Ulumul Quran dan tahfizh Al Quran, Ulumul hadits, mempelajari tata cara peribadatan, seperti wudhu, shalat, dan sebagainya. Fardhu kifayah atau kewajiban kolektif yaitu ilmu-ilmu yang dibutuhkan oleh masyarakat Islam. Jika ada seorang muslim menuntut ilmu yang termasuk fardhu kifayah ini, maka kebutuhan muslim yang lainnya telah dipenuhi dan tidak akan berdosa jika tidak menuntut ilmu tersebut. Artinya, bila tidak ada sama sekali diantara umat Islam yang menguasai berbagi cabang sains dan teknologi maka seluruh umat Islam akan menanggung dosanya. Misalnya kewajiban menuntut ilmu, sains, teknologi atau ilmu-ilmu terapannya seperti kedokteran, pertanian, perdagangan, penerbangan, industry, kimia, dan sebagainya. Dengan dikuasainya ilmu pengetahuan dan teknologi ini diharapkan agar umat Muslim mengalami kemajuan sehingga mampu menjalankan fungsi manusia di muka bumi ini sebagai khalifah. Ilmu-ilmu yang wajib dipelajari oleh orang Islam baik fardlu ‘ain maupun fardlu kifayah termasuk pada kategori ilmu-ilmu terpuji. Karena menurut Imam Al Ghazali ada pula kategori ilmu-ilmu yang tidak terpuji atau tercela, yaitu ilmu-ilmu yang menimbulkan mudarat.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama. (1982). Terjemahan Al Quran. Jakarta: Departemen Agama

Hisham Thalbah et al. (2008). Ensiklopedia Mukjizat Al Quran dan Hadits. (terj. Syarif Hade Masyah dkk). Bekasi: Sapta Pesona.